Tuesday, June 29, 2021

Petani di Sekitar Hutan Siontapina

 
Bersama Camat Siontapina saat menggelar FGD di Aula Kantor Desa Kumbewaha, Siontapina

Hampir dua jam lamanya kami berdiskusi untuk mendengarkan berbagai cerita, kisah-kisah dari para petani yang bermukim di sekitar hutan Siontapina, Kabupaten Buton.

Sejak melakukan pendampingan di sana, masyarakat tani sudah cukup begitu kuat. Mereka telah membentuk jaringan kelompok tani yang tersebar di beberapa desa. Mereka dapat berkolaborasi dengan petani-petani lain untuk meningkatkan hasil pertanian di desa.

Bahkan, seorang petani yang dulu gemar menebang pohon secara liar, kini sadar dan kembali ke jalan yang benar. Kini dia menjadi ujung tombak untuk merekrut banyak petani ke dalam kelompok. Kini dia gencar mengkampanyekan penanaman pohon demi mengembalikan hutan yang sempat gundul.

Jauh sebelum program-program perhutanan itu masuk, para petani sudah banyak melakukan pelestarian hutan, sesuatu yang harus dilakukan untuk menghormati leluhur mereka dalam merawat Bumi. Mereka tahu bagaimana cara mengambil manfaat ekonomi dari hutan tanpa merusak fungsi sebenarnya.

Hutan adalah suatu hal yang ada dalam diri masyarakat di sana. Masyarakat percaya, kebutuhan ekonomi bisa diselaraskan dengan kepentingan menjaga dan merestorasi hutan.

Masyarakat desa berada di garis terdepan dalam melindungi hutan. Mereka mampu meredam dampak perubahan iklim dengan mempertahankan praktik-praktik tradisional dan pengetahuan lokal yang dimiliki.

Hutan adalah aset penting yang harus terus dijaga sepenuh jiwa. Bumi ini harus bertahan lestari demi membawa kesejahteraan bagi generasi-generasi mendatang.

Di lain waktu saya akan berkisah tentang pak Idham, seseorang yang dulu pernah menjadi perambah hutan, namun kini ia adalah champion sebagai penjaga hutan di Siontapina. 

Thursday, June 3, 2021

Menangkap Potensi Desa

Sejak meninggalkan dunia bisnis dan jabatan penting di satu perusahaan ternama, saya memilih pulang kampung dan living di wilayah pesisir desa. Memang, sejak meninggalkan bisnis em-elem itu kehidupan saya menjadi lebih baik.

Saya dan beberapa teman di kampung melihat beberapa potensi yang ada di desa, salah satunya disektor budidaya perikanan ini. Beruntung, niat usaha kami didukung kepala desa. Ia memang berjiwa muda, punya banyak ide, dan yang paling penting adalah merealisasikan setiap usulan yang kami minta.

Untuk memulai usaha budidaya ini, kami membuat dulu keramba jaring apungnya. Usaha kami lalu diikuti puluhan masyarakat nelayan di desa. Kepala desa melihat keseriusan kami menggeluti usaha budidaya ini. Ia lalu memberi bantuan bibit ikan Bubara, salah satu jenis ikan permukaan (pelagis) yang punya nilai ekonomi.

Laut di halaman belakang rumah kami memang teduh, itu karena diapit oleh dua pulau. Keadaan laut yang tenang tak berombak itu menguntungkan kami untuk melakukan budidaya ikan.

Setelah keramba-keramba selesai dibuat, bantuan pemerintah desa berupa bibit ikan Bubara tak lama kemudian kami terima. Bibit-bibit ikan lalu kami tabur pada masing-masing keramba jaring apung.

Alhamdulillah saat ini ikan-ikan yang kami budidaya sudah berusia dua bulan, sudah seukuran sendok makan. Biar cepat gede, pakannya harus rutin, atau dua kali makan dalam sehari. Yaa, lima sampai enam bulan ke depan, ikan-ikan di karamba sudah bisa dipanen.

Biasanya orang-orang di kota datang memilih dan membeli langsung di atas karamba. Biasanya ketika masuk waktu panen, ikan-ikan tidak lagi sampai di pasar. Orang-orang datang membeli langsung di desa kami.

Seperti itulah aktivitas kami di desa. Setiap pagi dan sore kami ke karamba untuk memberi makan ikan-ikan. Sejak menetap di desa, saya menjadi lebih bersemangat, saya punya hiburan dan mainan baru, yakni budidaya ikan di halaman belakang rumah.

Sejak bisnis gulung tikar dan saya memilih keluar dari pemeran film lokal yang sedang digarap teman-teman di kota, saya menemukan habitat baru di laut dan pesisir.

Ke depan, bapak kepala desa punya rencana untuk mengadakan hajatan kecil-kecilan di desa, atau biasa kita kenal dengan pesta kampung lah. Tetapi konsepnya seperti festival, untuk memancing biar orang-orang ramai datang menyaksikan panen raya ikan Bubara di desa.

Dengan begitu, geliat ekonomi di desa bisa tumbuh. Seperti itulah ide-ide sederhana Suharman, seorang bapak muda yang memilih pulang kampung untuk menahkodai Desa Barangka - salah satu desa di Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton.

Beberapa tahun silam saya pernah menulis tentang dirinya. Tulisan itu saya ikutkan dalam kompetisi blog tingkat nasional. Sayang, saya hanya bisa meraih juara dua.

Tapi semangatnya bukan mencari juara. Paling tidak dari situ saya menemukan mainan baru dengan ngeblog. Dan yang paling penting, setiap kali ke Desa Barangka saya mendapat ikan Bubara secara gratis.

Itulah enaknya main disosmed daripada di dunia em-melem. Met malam.

 


Popular Posts