Monday, August 25, 2014

Petani Organik di Desa "JAMBU" Mete

Lelaki berseragam dinas itu baru saja tiba, ia langsung memakirkan sepeda motornya dibawah kolong sebuah rumah panggung. Kelihatannya ia sangat terburu-buru. Dan saat menaiki tangga rumah, saya langsung disapa olehnya. Ternyata ia adalah seorang perangkat desa. Bapak yang masih mengenakan pakaian dinas itu adalah lelaki yang saya cari. Bapak itu adalah Adulah (49), ia seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Buton. Selain staf di kecamatan tempat ia tinggal, Adulah juga bertanggung jawab sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) di Desa Banga Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton.

Cukup lama ia mengabdikan dirinya sebagai staf magang hingga akhirnya ia terangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di tahun 2007 silam. Kebahagiaan sangat dirasakan oleh bapak dengan lima orang anak ini. Ia sudah banyak mensyukuri meskipun beberapa masalah sempat melandanya saat diangkatnya menjadi pegawai. Namun itu dianggapnya adalah cobaan. Dan setiap masalah ada hikmah yang selalu menyertai orang-orang yang mengalami kesusahan. Dalam diskusi saya dengan pak Adula, beliau banyak bercerita tentang potensi dan mimpi-mimpi desa kedepan. Pak Adula sangat berharap desanya menjadi desa terdepan dari sekian banyak desa di Kabupaten Buton, ia menginginkan masyarakat desa Banga bisa sejahtera dengan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam yang ada. Tentu semua tidak keluar dari visi dan misi desa “Terwujudnya desa Banga sebagai desa yang Jaya, Aman, Makmur, Berilmu, dan Usaha (JAMBU)”. Desa Banga adalah salah satu desa dari 17 desa yang ada di Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton. Sejak tahun 1972 desa ini terbentuk seiring berjalannya pemerintahan orde baru. Dominan penduduk yang mendiami desa tersebut adalah masyarakat berkebun. Mereka membuka lahan dengan menanam berbagai jenis tanaman. Salah satu potensi yang banyak dimanfaatkan untuk menambah penghasilan mereka adalah Jambu Mete. Pak Adul sendiri sejak duduk dibangku kelas 5 sekolah dasar sudah memanfaatkan jambu mete untuk membantu mata pencaharian keluarga. Sepulangnya sekolah, Pak Adul selalu menyempatkan waktunya untuk mencari buah jambu mete yang berjatuhan, dikumpulnya satu per satu buah yang jatuh lalu disimpan dalam sebuah wadah. Setelah cukup, ia lalu bergegas pulang untuk dikumpul dalam sebuah karung dan selanjutnya akan dijual. Biasanya ia menjualnya kepada seorang pengumpul dengan harga per kilogram. Begitulah setiap harinya Pak Adul memanfaatkan musim jambu mete untuk membantu ekonomi keluarga.

Keluarga bapak Adula sangat ramah, maklumlah warga desa yang masih memegang erat adat istiadat, jauh dari budaya kota yang acuh tak acuh. Karena keramahan keluarga itu, memikat banyak tamu berkunjung dirumah sederhana mereka, baik warga lokal maupun warga asing. Saya yang baru beberapa jam berada dirumahnya, langsung diajaknya untuk makan siang bersama. Melihat tak ada ikan, Pak Adul lalu mengajak saya untuk kesebuah tempat dibelakang rumahnya, pak Adul memiliki sebuah tambak ikan. Ternyata selain berkebun, Pak Adul juga memanfaatkan lahan untuk memelihara ikan. Namun sayangnya saat musim kemarau tiba ia mendapat banyak masalah dengan tambaknya, salah satu faktornya adalah kekurangan stok air. Tambaknya menjadi kering sebab air laut yang selama ini dimanfaatkan tak mampu mengairi tempatnya. Jarak antara laut dan tambak ikan miliknya memanglah cukup jauh sehingga air laut sulit untuk mengairi tempat pak Adul memelihara ikan, begitupun sebaliknya jika saat panen tiba mereka kesulitan untuk mengeringkan air di dalam tambak. Masalahnya adalah mereka tidak mempunyai mesin penyedot, sama permasalannya dengan tambak-tambak lain disekitarnya. Terpakasa, mereka melakukannya dengan alat seadanya dengan menguras banyak tenaga. Padahal setiap tahun, mereka banyak menghasilkan banyak ikan yang bisa bernilai ekonomi untuk masyarakat desa. Jaring ikan mulai di pasangnya, pak Adula membuat semacam pagar didalam tambak miliknya. Meski panas menyengat, ia terus melepas setiap helai-helai jaringnya. Dan hasilnya cukup banyak, jaring pak Adula berhasil menjerat banyak ikan. Ia lalu melepaskan satu per satu ikan dari jaring lalu dimasukan dalam sebuah keranjang. Hasil tangkapan hari ini cukuplah banyak dan kami lalu bergegas pulang kerumah. Perutku sudah tak sabar menyantap habis ikan-ikan bandeng ini. Maklumlah, jarak untuk ke desa ini memang jauh dan perjalananku cukup banyak menguras energi. Saat ikannya matang, saya menyantapnya sampai kesela-sela tulang kepala ikan, lezat. 

Usai jam makan siang, perbincangan saya lanjutkan kembali. Siang tadi belum tuntas perbincangan ku bersamanya soal pedesaan, maka saya pun kembali berbincang-bincang bersama Pak Adul dan juga bersama istrinya. Istri Pak Adula adalah seorang seniman, beliau penyanyi lagu daerah khas Buton. Jenis musik tradisional yang ia nyanyikan dengan bahasa daerah, biasa kami menyebutnya “Kabanti”. Di setiap acara-acara adat kampung, wanita itu selalu bernyanti dengan ditemani seorang pemain gitar yang biasa kami sebut pemain “Gambus”. Namun, akhir-akhir ini wanita itu mulai tak bernyanyi lagi. Biasanya ia banyak mengisi acara pernikahan dari kampung ke kampung atau acara-acara adat lain. Entah, di zaman kekinian masyarakat mulai berganti jenis musik dengan menyewa para penyayi dangdut yang serba seksi dengan menggunakan mesin elekton atau alat band musik modern. Padahal, kalau musik “Kabanti” terus dilestarikan ini adalah salah satu aset kekayaan daerah yang perlu dilestarikan sebab dalam setiap lagu tersimpan makna dari petuah para leluhur kita.

Melihat potensi Jambu Mete di desa itu, Pak Adula tergabung dalam sebuah kelompok petani jambu mete Internal Control System (ICS) dengan beranggotakan 42 orang. Jambu Mete sangat berkembang didesa itu, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara sukarela turut berpartisipasi mendampingi para petani dengan harapan para pemilik lahan jambu mete itu bisa mengelola kebun mereka dengan baik. Kepada masyarakat, LSM secara masif melakukan penyuluhan jika pentingnya pengelolaan Jambu Mete bisa dikelola secara organik dan tidak menggunakan bahan obat-obatan atau pupuk yang berbahan kimia. Tentu jika dibandingkan dengan petani lain yang sering memakai bahan kimia, petani Mete Organik memiliki keunggulan tersendiri. Mete Organik jauh lebih bagus kualitasnya dibanding dengan Mete Non Organik, tentu harga jualnya pun berbeda. 

Didalam kelompok tani, Pak Adula menjabat sebagai ketua kelompok. Ia aktif mengkampanyekan gerakan pertanian organik melalui penyadaran masyarakat tentang produk-produk sehat, ramah lingkungan, dan layak konsumsi. Maka di Tahun 2007 lalu, Pak Adula mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan petani organik yang diadakan oleh Aliansi Organis Indonesia. Ia sangat senang dan bangga, sebab ia menjadi satu-satunya orang timur yang menjadi peserta pelatihan di Bogor saat itu. Pak Adula dianggap pantas karena ia telah berhasil dan konsisten menjadikan Mete didesanya menjadi Mete Organik. Itu dibuktikan setelah tim inspeksi dari BIOCert mengeluarkan lisensi atas lahan seluas 46,5 ha yang berlokasi di Desa Banga Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton, produk yang disertifikat adalah Kacang Mete. Sertifikat Produk Organik (Organic Product Certificate) dari sebuah lembaga sertifikasi organik, produk ramah lingkungan dan ramah sosial “BIOCert” yang didirikan oleh Aliansi Organis Indonesia sebuah organisasi masyarakat sipil yang mendorong terintegrasinya prinsip dan praktek pertanian organik dan fair trade di Indonesia. Dalam menjalankan kegiatannya, BIOCert didukung oleh personil yang kompoten di pertanian organik, produksi pertanian ramah lingkungan, ramah sosial, inspeksi, dan sertifikasi. 

Begitulah cara lembaga meningkatkan kompetensi personil BIOCert. Setiap anggota diharuskan untuk mengikuti pelatihan, baik tingkat nasional maupun internasional. Dari pengalamannya, Pak Adulah hingga kini terus aktif dalam bersosialisasi dan berjuang bersama masyarakat untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang organik. Masyarakat kita sudah terlanjur dengan pola pikir bahwa untuk menghasilkan pertanian berarti harus menggunakan pupuk dan bahan kimia lainnya. Dari misi Pak Adul itu, ia beberapa kali mendapat kecaman dari dinas terkait dengan alasan mengabaikan program pemerintah soal pemupukan tanaman. Tetapi semangatnya tak pernah gugur, semangatnya terus tumbuh hingga kini. Pak Adulah dan kelompok taninya tetap terjalin dengan baik hingga kini. Mereka masih berkomitmen untuk tetap menjadi petani organik meskipun pemerintah daerah acuh tak acuh dengan program yang mereka buat. Karena kekurangan modal, maka beberapa musim jambu ini mereka tidak dapat memproduksi sendiri Kacang Mete Organik dalam bentuk kemasan. Harga Mete Organik memang lebih mahal dari harga Mete Non Organik itu karena kualitas Mete Organik jauh berbeda dengan Mete Non Organik. Setiap satu kali dalam satu tahun atau pada musim panen tiba, mereka bisa menghasilkan 1 sampai 2 ton Mete Organik tergantung kondisi alam. Para petani yang sudah tersetifikasi dalam BIOCert adalah mereka pemilik lahan dan Pemilik Jambu Mete Organik yang sudah diinspeksi dan tersetifikasi dari BIOCert. Mereka terpaksa menjual Mete Organik itu kepada tengkulak dengan harga yang murah. Bantuan gudang mete yang kini berdiri didesa mereka, dibiarkan mati percuma. Kelompok tani Mete Organik kini hanya mampu berharap kepada pemerintah dan dinas terkait agar Mete Organik di Desa Banga bisa mendapat perhatian. Sebab jika Mete Organik bisa dikembangkan, maka masyarakat bisa sejahtera dan desa bisa mandiri. 



Baubau, 24 Agustus 2014 

Tuesday, August 19, 2014

Peluang Bisnis Jasa Pembuat Skripsi

Memasuki fase akhir kuliah. Setiap mahasiswa pastinya diperhadapkan dengan penyusunan karya tulis ilmiah atau yang biasa disebut dengan skripsi. Skripsi adalah penjelasan dalam bentuk tulisan dari hasil penelitian untuk sarjana strata satu (S1) yang membahas suatu permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. 

Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu memadukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis, menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. Dengan demikian skripsi merupakan persyaratan untuk mendapatkan status sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Mahasiswa dituntut untuk membuat suatu karya tulis yang memang hasil dari karya dan gagasan sendiri serta bertumpu pada setiap kaidah-kaidah ilmiah. Pada tahap-tahap penyusunan, setiap mahasiswa terlebih dahulu melakukan pengajuan judul kepada dosen pembimbing dan selanjutnya mahasiswa akan melakukan penelitian. Dalam proses penelitian, mahasiswa semestinya sudah membuat kerangka dalam tahap penulisan karya tulis dengan berbasis data dari hasil penelitian. Hal ini memang tidak begitu sulit, tinggal bagaimana seorang mahasiwa memiliki kemampuan dalam proses penyusunan karya tulisnya. 

Bisnis SKRIPSI Di Tangan Dosen

Bagi sebagian mahasiswa, membuat skripsi adalah sesuatu hal yang sulit. Terkadang skripsi dianggap adalah momok yang menakutkan, pada fase ini mahasiswa terlihat sibuk dan banyak menghabiskan waktu didalam rumah atau kamar kos-kosan. Jika dilihat, sebenarnya tujuan ujian skripsi hanyalah untuk memastikan bahwa skripsi yang dibuat sudah memenuhi syarat sebagai laporan penelitian ilmiah yang berlaku secara universal. Para penguji tak lebih hanya sebagai kritikus yang sesekali bisa memberi solusi. Alasan lain yang sering didapat adalah banyak dari mahasiswa tak punya waktu untuk berkonsentrasi membuat skripsi sebab aktivitas mereka diluar studi sangat padat. Dengan dasar inilah, banyak mahasiswa mencari jasa pembuat skripsi juga membuka peluang yang tidak sedikit dari mereka adalah kalangan akademisi. Melihat peluang itu, para Makelar Skripsi berlomba-lomba mengumpul mahasiswa untuk dibuatkan skripsi dengan tarif bervariasi. Biasanya mereka meminta antara 2 sampai 3 juta tergantung tingkat kesulitan skripsi. Metode yang ditawarkan pun berbagai macam cara, biasanya para dosen sudah menyiapkan beberapa judul skripsi yang sudah memiliki bahan atau mahasiswa yang memberikan judul. Entah, mereka mendapatkan via internet atau mengambil beberapa skripsi lama orang lain (plagiat). Sangat praktis, mahasiswa sudah dijaminkan lolos mulai dari ujian proposal penelitian sampai dengan ujian skripsi.

Dikotaku, banyak kampus yang menyediakan jasa pembuat skripsi yang tidak lain adalah para dosen itu sendiri. Ironisnya, para pembuat skripsi itu adalah dosen pembimbing yang semestinya dipakai mahasiswa untuk berkonsultasi dan bukan untuk membuat skripsi. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, praktek jual beli skripsi sudah menjamur dikampus-kampus. Hebatnya, sampai saat ini bisnis Makelar Skripsi itu masih terus berjalan seiring dengan permintaan mahasiswa yang telah diperbudaki oleh sistem kampus yang pragmatis. Hal ini adalah proses pembodohan yang dilakukan secara sistematis dan masif. 

Dosen Yang Tak Mumpuni

Dikota Baubau, tercatat ada sekitar 3 Universitas, 2 Sekolah Tinggi, dan 2 Akademi. Dari kampus-kampus yang ada saat ini, ada beberapa kampus yang cukup pesat perkembangannya akan tetapi pertumbuhan itu tak seiring dengan sumber daya manusia yang mumpuni, misalnya kualitas dan jumlah tenaga pengajar. Di setiap kampus, dosen mempunyai peranan penting dalam mentransfer ilmu dan pengetahuannya ke mahasiswa. Tenaga pengajar atau dosen juga harus linear dengan bidang studi strata satu (S1) dengan bidang studi yang diambilnya di Strata 2 (S2). Hal ini menjadi cerminan dari mutu pendidikan sebab kualitas seorang dosen sangat menentukan kualitas mahasiswanya. 

Perpustakaan kampus menjadi hal yang amat sulit kita jumpai. Kampus megah mahasiswanya pun banyak, namun sulit mendapatkan ruang baca. Sudah semestinya, buku adalah modal utama setiap kampus sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Selama ini, mahasiswa hanya mengandalkan layanan internet sebagai akses untuk memperoleh referensi. Tentu ini sangat jauh berbeda dengan buku-buku yang layak untuk dibaca. Pendidikan memanglah tak semurah kita membeli sayur dipasar, tapi bagaimana jadinya kalau kampus menjadi pasar raya dari para Makelar Skripsi yang panen ketika ribuan mahasiswa menjadi target mereka untuk mendapatkan banyak pundi-pundi. Pendidikan kita sudah menjadi lahan bisnis. Lemahnya pengawasan birokrasi kampus tak dihiraukan. Padahal, jika hal ini terus dibiarkan maka kualitas pendidikan kita semakin tumpul. Tujuan berkuliah hanyalah formalitas untuk mendapatkan pekerjaan. Sungguh memalukan, ketika berdiri di bawah bangunan megah sebuah kampus ternama namun tak bisa melahirkan banyak calon tenaga pendidik yang bermoral baik. Justru, dari sana lahir para calon-calon koruptor yang berlabel akademisi.


Baubau, 19 Agustus 2014

Thursday, August 14, 2014

Mengisi Kemerdekaan Sejak Usia Dini

Saat Duduk di Bangku Sekolah Dasar

HARI kemerdekaan adalah hari dimana saat itu bangsa Indonesia terbebas dari segala bentuk penjajahan. Rakyat sudah terbebas dari penindasan. Di momen kemerdekaan ini, alangkah baiknya kita meluangkan sedikit waktu untuk mengenang jasa para pahlawan kita. Mereka sangat berjasa kepada republik ini, bisakah kita sedikit menundukkan kepala seraya berdoa untuk mereka, bisa kah kita menghormati semua pengorbanan mereka dengan merawat keutuhan negara ini, maukah kita mendiskusikan perjuangan mereka hingga kita sadar dari keangkuhan selama ini? Olehnya itu, merayakan hari kemerdekaan adalah kewajiban setiap warga negara. Semangat juang para pahlawan dalam memerdekakan negara Republik Indonesia adalah suatu keharusan bagi anak bangsa untuk memberikan penghormatan atas semua jasa para pendahulu. Semangat itulah yang setiap tanggal 17 Agustus sering diperingati sebagai hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Peringatan tujuh belas agustus seringkali dirayakan dengan beragam kegiatan dihampir setiap daerah. Biasanya dibanyak daerah, peringatan hari kemerdekaan dirayakan dengan berbagai jenis kegiatan dan lomba. Diantaranya adalah lomba baris berbaris atau biasa kita sebut gerak jalan. Gerak jalan adalah lomba yang paling semarak dikotaku. Dahulu saat saya masih duduk dibangku sekolah dasar, saya paling sering diikutkan dalam lomba gerak jalan. Meskipun selalu berada barisan belakang, namun suatu kebanggaan bisa terpilih masuk menjadi anggota gerak jalan. Di zaman saya saat itu, untuk menjadi anggota gerak jalan adalah hal yang paling sulit. Sebab, para murid berlomba untuk bisa menjadi bagian dari anggota gerak jalan. Olehnya itu, para guru memilihnya dengan sangat selektif. Syarat untuk menjadi anggota adalah memiliki fisik dan postur badan yang cukup baik. Banyak diantara teman-temanku tak masuk dalam anggota gerak jalan. Sebab para guru sudah menyeleksi mana yang pantas untuk diikutkan nantinya. Saya dan teman-teman lainnya dipilih masuk dalam barisan gerak jalan karena dianggap bisa secara fisik. Sayangnya sejak kecil saya tak punya cita-cita untuk masuk polisi apalagi militer.

Beberapa hari kami dilatih untuk menjadi barisan yang paling bagus. Para guru melatih kami dengan sangat serius dan tak main-main, itu demi mempertahankan gelar juara sekolah pada lomba baris berbaris. Sebab, sekolah kami memang sering mendapat juara dari lomba gerak jalan. Para guru sangat disiplin, itulah sebabnya mereka kerap marah kalau barisan kami tak sebagus dengan barisan anak-anak sekolah lainnya. Para guru sering memperhatikan langkah gerak kaki kami. Disaat latihan, awalnya kami sering salah. Biasanya gerak kaki ku tak sesuai dengan gerak tangan atau gerak jalanku tak seirama dengan bunyi pliut dari sang komandan barisan. Sang guru biasanya menghadiahkan mistar kayu kepada kami. Mistar itu tepat mendarat di betis kaki kami yang sering salah. Makanya kami tak main-main saat latihan berlangsung. Setiap pagi dan sore hari kami dilatihnya, sang guru memang tak kenal lelah baik didalam maupun diluar kelas. Para guru selalu ikhlas mengajar dan melatih kami untuk menjadi yang terbaik. 

Hari yang dinantikan pun tiba dan semua telah disiapkan termasuk beberapa atribut telah kukenakan. Saat itu saya masuk dalam anggota gerak jalan Pramuka, jadi beberapa atribut kepramukaan cukup banyak yang melekat. Pagi-pagi sekali, saya sudah berangkat menuju kesekolah. Sekolahku tak terlalu jauh dari rumah tempat tinggalku, jadi cukup berlari-lari kecil beberapa menit kemudian saya sudah sampai disekolah, memang setiap harinya saya berjalan kaki pergi dan pulang sekolah. Sebagian teman-temanku sudah berkumpul dilapangan sekolah lalu kami berangkat ke garis start lomba gerak jalan. Beberapa guru juga berangkat bersama kami, mereka sudah menyiapkan beberapa jenis obat dan botol minuman sebagai antisipasi pasukan yang jatuh pingsan. Kami mengantri cukup lama, sabab nomor antri yang kami peroleh cukup jauh dari barisan yang lain. Kami terus disemangati oleh para guru dan beberapa orang tua murid yang sempat hadir untuk melihat langsung anak-anak mereka. Yang kulihat, cukup panjang barisan yang ikut gerak jalan hari itu, bentuknya semacam gerbong kereta yang memenuhi ruas jalan. Dan akhirnya, barisan telah disiapkan. Sang komandan meniup pluit pertanda barisan harus disiapkan. “Seluruhnya siaaap, graak!!!”, kamipun mengikuti aba-aba. Beberapa pasang mata memenuhi pinggiran jalan tempat kami lewati. Sepanjang jalan rute yang kami lewati membuat kami sedikit gugup tapi itu juga menjadi penyemangat kami untuk terus berjalan dengan langkah tegap. 

Saat itu jarak yang kami lewati cukup lah jauh. Pantas saja bila para guru memilih anggota dengan syarat kondisi fisik yang cukup baik. Sepanjang jalan terus kami berhati-hati dengan memperhatikan aba-aba sang komandan barisan, sebab para juri berada pada titik-titik kami tidak ketahui. Mereka menilai satu per satu barisan yang lewat. Banyak dari pasukan barisan yang lain jatuh pingsan karena fisik mereka tak siap, apalagi teriknya matahari disiang bolong itu sangat menyengat. Dan akhirnya, kami tiba dipanggung penghormatan. Kami akan melewati para pejabat yang sudah bersiap sejak acara dimulai. Komandan barisan mengintruksikan kepada kami untuk memberi hormat kepada mereka yang berada diatas panggung. Barisan dibubarkan setelah kami melewati garis finish panggung penghormatan. Hari itu adalah hari yang sangat melelahkan, perjuangan hingga sampai di garis finish hanyalah untuk mengisi hari kemerdekaan. Sebenarnya banyak cara untuk memperingatinya dengan tujuan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme kita. 
    
Agenda penting negara dihari kemerdekaan ini adalah memperingatinya dengan melakukan upacara pengibaran sang saka merah putih diseluruh nusantara. Bila Presiden bertugas sebagai Inspektur upacara di Istana Negara, maka biasanya didaerah yang bertugas sebagai inspektur upacara adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota didaerahnya masing-masing. Mereka mesti terampil untuk menjadi Inspektur upacara agar memahami tata cara upacara, mulai dari hal yang besar sampai hal terkecil sekalipun agar tak salah dalam proses upacara sedang berlangsung. 
Kita semua mesti menghargai jasa dari para pahlawan, betapa sulitnya dimasa-masa itu merumuskan kemerdekaan hingga kita bisa merasakannya hingga saat ini. 
Merdeka !!!


Baubau, 14 agustus 2014

Saturday, August 9, 2014

Walikota Yang Kurang "Bergizi" (Sebuah Refleksi Pemerintahan)

Bebeberapa hari ini saya coba kembali mengingat dan membayangkan nasib daerah ini. Kota Baubau yang dikenal dengan negeri Khalifatul Khamis, seperti apa nanti kedepannya. Hampir dua tahun terakhir ini ingatan itu masih tersimpan dengan baik, ini tentang janji besar yang biasa disebut dengan visi misi. Hampir semua visi misi yang kukenal pastinya selalu berpihak kepada masyarakat. Pemerintah kota Baubau yang dikomandoi oleh bapak AS Thamrin bersama Wa Ode Maasra Manarfa sejak dilantik tahun 2013 lalu sudah punya rencana besar untuk mensejahterakan rakyatnya melalui visi misi itu. 



Di dalam kawasan benteng keraton Buton yang merupakan pusat kebudayaan dan kesultanan buton, kedua pasangan itu pernah menjelaskan kalau fokus utama dari visi misinya bertumpu pada pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM), bahwa apapun yang akan dibangun nantinya, entah itu membangun jembatan atau gedung-gedung pencakar langit asalkan semua itu tidak mengabaikan pembangunan sumber daya manusianya, itu kata sang Walikota yang baru saja dilantik. Pelantikan itu berlangsung didalam kawasan benteng keraton didalam Baruga depan Masjid Agung Keraton Buton. Bayangan saya saat itu adalah siapapun pejabat yang pernah dilantik ditempat yang sakral itu, maka harus benar-benar bisa menjadi seorang pemimpin yang amanah serta bisa mempertanggung jawabkan jabatannya. Dahulu para sultan juga pernah dilantik di tempat itu yang dikenal dengan Batu Popaua tak jauh dari baruga tempat dilantiknya Walikota dan Wakil Walikota Baubau periode 2013-2018 itu.

Dari penjelasan visi misi Walikota Baubau bapak AS. Thamrin. Ketua PAN kota Baubau itu memperkenalkan tujuh keunggulan potensi dasar yang dimiliki Kota Baubau sekaligus keterbatasan, kendala, dan hambatan yang dihadapi nantinya. Ketujuh yang dimaksudnya itu adalah potensi budaya berupa benda-benda monumental, seni, dan budaya yang membanggakan, keunggulan letak geografis yang sangat strategis sebagai kota transit di wilayah indonesia timur dan barat, keunggulan heterogenitas masyarakatnya, keunggulan potensi alam dengan beberapa lokasi wisata yang memadai untuk dikembangkan, dan keunggulan kota jasa sebagai sentra pertumbuhan ekonomi di kawasan timur indonesia.

Sementara tujuh keterbatasan, kendala, dan hambatan yang dihadapi, menurutnya adalah belum meratanya sentuhan pembangunan dari berbagai sudut kota, kendala potensi alam yang relatif tandus dan tekstur tanah yang bebatuan dibeberapa bagian wilayah kota, kendala permasalahan aset-aset kota yang belum tertib, permasalahan batas wilayah yang rentan mengandung konflik horizontal, kendala dari kondisi transportasi yang belum tertata rapi, terdapatnya aset pemerintah yang tidak dimanfaatkan sehingga Opportunity Lost, dan masalah pertanahan yang memerlukan penanganan serius,” jelas Thamrin. Selain itu, ia juga menjelaskan istilah dari jargon “TAMPIL-MESRA” yang sulit diterjemahkan kedalam program dan kegiatan. Singkatan “TAMPIL” merupakan kata yang menjadi prakondisi untuk mencapai akhir dari perjuangan yaitu mensejahterakan rakyat “MESRA”. Kalau diartikan huruf demi huruf, “T” berarti Tertib, “A” berarti Aman, “M” berarti Maju, “I” berarti Indah, “L” berarti Lancar. Lalu huruf “P” dari kata TAM’P’IL itu apa? Kalau disambung menjadi “TAMIL”. Mungkin ini menjadi hal tak subtantif untuk dibahas, tapi yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi adalah relasi antara jargon, Visi Misi dan Program kerjanya.


Inilah yang menjadi tak menarik dari sosok pemerintahan ini. Pemerintahan yang kurang gizi, istilah tersebut sangatlah pantas ditunjukkan di rezim TAMPIL MESRA ini. Kurang gizi dalam kesehatan adalah suatu kondisi yang terjadi ketika ada kekurangan nutrisi penting tertentu. Kekurangan gagal untuk memenuhi tuntutan tubuh yang menyebabkan efek pada pertumbuhan kesehatan fisik, suasana hati, perilaku, dan fungsi-fungsi lain dari tubuh. Oleh karena itu, kekurangan gizi memerlukan kondisi dimana makanan tidak berisi keseimbangan yang tepat nutrisi. Ini mungkin berarti tinggi kalori diet tapi kekurangan vitamin dan mineral. Jika istilah tersebut dibawa dalam pemerintahan, maka sangatlah tepat dengan apa yang apa yang kita lihat dan rasakan saat ini. Yang kurang berisi dari pemerintahan sekarang adalah hampir dua tahun ini belum nampak program apa yang sudah dilakukan dari pemerintah kota Baubau, hampir tak ada gagasan untuk membangun daerah ini. Janji besar yang pernah saya dengar, juga belum ada yang disentuhnya.

Yang kulihat dari kota ini, masih utuh dari warisan rezim sebelumnya. Mulai dari pemanfaatan sumber daya alam sampai yang paling penting adalah peningkatan sumber daya manusia. Masih tersimpan jelas memori saya soal anak-anak sekolah yang hendak mengikuti adu ketangkasan pengetahuan didaerah lain, namun terkendala karena pemerintah kota tak mampu membiayainya untuk berangkat, masih teringat jelas soal beberapa murid SD melakukan demonstarsi karena guru kesayangannya dimutasi. Ini potret sebagian kecil dari banyaknya program pemerintah terkait peningkatan SDM yang gagal. Yang kutahu, selama pemerintahan ini berjalan hanyalah pemutasian ber episode yang sudah menjadi topik utama setiap pergantian kepala daerah. Belum lagi lemahnya pengawasan dalam birokrasi yang memberi peluang bagi para koruptor yang sudah merapok uang rakyat.

Ini hanya sekedar gambaran singkat dari pemerintahan yang kurang gizi. Untuk itu, yang diharapkan dari pemerintahan kota Baubau dibawah sang walikota Baubau bapak AS. Thamrin adalah disarankan untuk segera mengobati semua penyakit yang menghambat proses pertumbuhan disegala lini sektor dan memastikan semuanya tumbuh sehat dan kembali gemuk agar kemakmuran masyarakat bisa diwujudkan sebelum masa periode jabatan berakhir.          



Baubau, 09 Agustus 2014
 

Wednesday, August 6, 2014

Sepanjang Jalan Berlumpur, Ekspedisi Di Buton Utara

Dipagi buta, hujan masih cukup deras. Namun semua barang bawaan telah kami kemasi untuk dimasukan kedalam mobil yang kami tumpangi, usai sholat subuh kami sudah bersiap untuk melaju diatas jalan, kondisinya memang masih basah pertanda perjalanan mesti dengan kehati-hatian. Sang fajar mulai menaiki bukit, hari itu adalah hari yang sangat melelahkan buat kami, perjalanan yang kami tempuh memanglah jauh ditambah kondisi jalan yang rusak parah.

Sumber: Yadi La Ode
Kabupaten Buton Utara adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Buton Utara memililki banyak potensi bahan tambang salah satunya adalah tambang aspal. Ironinya jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Buton dan Kota Baubau masih dalam kondisi rusak parah alias belum di aspal. Konon ini pemda setempat masih menunggu kucuran dana dari pusat. Sekalipun demikian, mestinya pemerintah daerah berinisiatif sajalah dulu untuk memperbaikinya sambil menunggu bantuan dana.

Cukup lama masyarakat setempat merasakan “ganasnya” kondisi jalan berlumpur itu, tentu ini sangat merugikan mereka yang tinggal di Buton Utara. Sudah pasti ini mempengaruhi perekonomian suatu daerah, mobil-mobil pengangkut barang dari kota Baubau yang dibawa ke Buton Utara kandas dijalan berlumpur itu bahkan tak jarang ada yang terbalik. Mobil penumpang yang setiap harinya beroprasi pun banyak yang rusak akibat kondisi jalan yang semakin rusak parah. Akses pelayanan yang begitu lamban dikarenakan beberapa perkantoran berada cukup jauh dengan tempat tinggal penduduk. Sejak memisahkan diri dari Kabupaten Muna, daerah ini perlahan mulai melakukan pembangunan dengan bermodalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup.

Perjalanan yang kami tempuh memanglah jauh, kurang lebih kami menghabiskan waktu delapan jam atau kurang lebih 193 km dari Kota Baubau. Dalam perjalanan, seringkali kami harus turun membereskan mobil yang masuk dalam kubangan lumpur, mobil yang kami tumpangi harus kami dorong keluar dari kolam ditengah jalan. sebenarnya kondisi jalan tak separah sekarang, itu karena beberapa hari terakhir ini hujan terus mengguyur wilayah itu, apalagi truk-truk bermuatan besar menambah kerusakan jalan yang kami lewati. Saat melintas, kami berjumpa dengan beberapa anak yang juga melewati jalanan itu. Mereka hendak pulang kerumah dari sekolah, dengan menunggangi sepeda motor, yang kulihat dari mereka adalah baju dan celananya bercampur lumpur. Saat kutanya, mereka baru saja terjatuh dari sepeda motor karena tergelencir dari licinnya jalan yang mereka lewati. Kedua anak itu adalah saudara kandung, kakanya adalah La Udi dan adiknya adalah La Ono.

Sekolah mereka cukup jauh dari desa yang mereka tinggal. Setiap hari kesekolah mereka menggunakan sepeda motor milik sang ayah, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan kondisi jalan itu. Sepatu dan baju seragam sekolah miliknya disimpan baik-baik dalam tas agar tak kotor bila hendak pergi dan pulang dari sekolah. La Udi duduk dibangku kelas 1 SMA sementara La Ono masih kelas 2 SMP, kedua kakak beradik ini telah lama merasakan pahit manisnya kondisi jalan ini.

Sumber: Foto Yadi La Ode
Sumber: Foto Yadi La Ode
Bagi mereka, jalanan ini sudah menjadi hal biasa, medan yang sering dilewatinya dianggapnya mudah saja untuk dilewati. Tapi mengapa mereka terjatuh? Saat kutanya, mereka hanya menjawab; “sebenarnya kami sudah lapar, tak kuat menahan setir motor yang kami bawa, pagi tadi kami tak sarapan dan kalau tidak salah jalanan ini tidak separah saat tadi kami lewati”,ucap sang kakak. Mungkin saja jalanan mereka lewati pagi tadi masih keras tanahnya atau mungkin para supir dari mobil truk pengangkut barang itu belum melewatinya sehingga jalanan tak separah ini. Dari anak itu juga keluar sebuah kalimat “Dulu saat pemilihan calon-calon wakil rakyat, ada banyak dari mereka berjanji untuk segera memperbaiki jalan kami”. Tanpa menunggu lama, kedua bocah itu langsung mengangkat motornya dan melanjutkan perjalanan pulang kerumah. Tak banyak kata yang keluar dari kedua anak itu. Di wajah mereka, ada sebuah pengharapan agar jalan kampung mereka secepatnya dilakukan perbaikan agar kelak mereka tak bersusah payah untuk kesekolah nantinya.    

Ini menjadi pengalaman pertama saya ke ujung pulau buton, sejak lama saya sudah memimpikan untuk berpetualang ke Buton Utara yang dikenal dengan nama Ereke. Meskipun kondisi jalan rusak parah, namun saya sangat menikmati perjalanan itu, pengalaman yang sangat bermakna. Sepanjang jalan berlumpur, kami menjumpai banyak aliran sungai, hijau dari pepohonan dan beberapa jenis hewan yang berumah dihutan belantara.

Baubau, 06 Agustus 2014

Saturday, August 2, 2014

Berburu Sinar Emas di Kampung Terapung

Lebaran belum lama berlalu, banyak dari kita memanfaatkan hari libur lebaran dengan mengunjungi rumah keluarga atau berekreasi kesuatu tempat wisata. Ini adalah moment dimana orang-orang yang setiap harinya sibuk dengan pekerjaan bisa meluangkan waktu bersilaturahim atau menikmati laut dihamparan pasir putih bersama keluarga.

Sumber: Senja di Pantai Nelayan
Berwisata dialam bebas menjadi barang mahal yang diburu banyak wisatawan, tak tanggung-tanggung mereka mengularkan biaya yang cukup banyak hanya untuk berwisata. Sebenarnya berwisata dialam terbuka tak semahal dengan berwisata ditempat tertutup dan disungguhi banyak fasilitas mewah, mulai dari biaya tiket masuk, bayar tempat, sampai memakai fasilitas penunjang lainnya.

Sumber: Gode-Gode di Desa Paria
Di pulau Buton, banyak tempat yang menjadi lokasi wisata untuk mengisi hari libur. Para pengunjung pun tak perlu menyiapkan banyak modal untuk mengunjunginya, pantai menjadi tempat yang paling diincar untuk berwisata, apakah itu warga lokal ataupun warga asing. Tempat-tempat wisata yang ramai dikunjungi memanglah mengasikan, para pengunjung memenuhi bibir pantai untuk mandi, mengabadikan momen atau sekedar menikmati indahnya matahari tenggelam.

Bagi saya, berwisata ditempat keramaian atau sekedar bermain diatas pasir putih jauh lebih mengasikan bila kita berpetualang disebuah desa yang jarang dikunjungi oleh para wisatawan, mungkin bayangan mereka didesa tak ada tempat yang senyaman ditempat lain, padahal di desa cukup banyak lokasi wisata yang belum disentuh oleh kecanggihan alat-alat modern, memanglah fasilitasnya tak sebagus objek wisata pantai Ancol, atau water bom lainnya. Di pantai desa hanya ada perahu, pohon nyiur, dan tempat duduk yang kami sering sebut “Gode-Gode”. Tidak hanya itu, di desa kita bisa berjumpa dengan masyarakat yang masih ramah, para nelayan yang merajut jaring ikan, dan ibu-ibu yang sedang menyiapkan ikan bakar plus kasoami makanan khas daerah kami.   

Desa adalah sasaran objek wisata kami, saya dan rekan-rekan menempuh perjalanan cukup jauh dari Kota Baubau. Jalanan yang kami lewati memanglah tak semulus jalan tol ibukota atau jalan beraspal mulus kota-kota besar lainnnya. Jalanan ke desa yang kami lewati masih rusak parah. Diatas jalan berlubang itu kami diguncang selama berada didalam mobil yang kami tumpangi, memang perjalanan ini sangat melelahkan namun semua terbayarkan saat kami tiba ditempat tujuan, sebuah perkampungan nelayan yang dikenal dengan desa terapung.

Desa ini dihuni mayoritas masyarakat suku bajo, warga setempat kerap menyebutnya kampung terapung, huniannya dibangun diatas laut yang berbahan kayu dan seadanya. Masyarakat suku bajo hidup sangat sederhana dan rukun, mereka menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka meyakini laut merupakan warisan dari nenek moyang, olehnya itu kelestarikan ekosistem dilaut adalah suatu keharusan yang mesti dijaga.
Sumber: Kampung Terapung Suku Bajo
Saat memasuki kampung itu, kami disambut dengan keceriaan dari anak-anak suku bajo. Mereka berlarian saat mobil kami terhenti didepan pintu masuk kampung mereka. Anak-anak itu sangat senang dengan kedatangan kami, kita dianggapnya “mainan” yang menghibur hati mereka disaat anak-anak itu tak bisa menjangkau banyak tempat taman  bermain.

Dari anak-anak itu, kami dilihatnya asing. Saat berjalan menyusuri jalan kampung itu, ada banyak pasang mata tertuju pada kami. Anak-anak suku bajo itu langsung mengajak kami untuk berkeliling kampung mereka, melihat satu persatu rumah dan seakan memperkenalkan kepada kami keluarga besar mereka. Anak-anak itu seperti pemandu wisata yang sedang memperkenalkan kepada kami tempat-tempat wisata. Kami seperti berada dalam perjalanan wisata di sebuah negara luar, ada banyak hal baru dari kehidupan mereka yang baru kami ketahui, banyak pengetahuan yang kami dapat dikampung itu, mereka memberikan banyak pengalaman baru buat kami.

Sumber: Senja di Kampung Terapung

Sumber: Senja di Kampung Terapung Suku Bajo
Dari jauh, kami melihat mentari tepat sudah berada diatas garis horizontal laut, tak terasa kita sudah dipenghujung, waktu sudah sore. Anak suku bajo itu menunjuk kearah matahari dan memberitahu kami jika itu adalah sinar emas diatas laut. Anak-anak itu seringkali berada diujung jembatan jalan kampung, menyaksikan matahari perlahan tenggelam diufuk barat, kami pun ikut menyaksikan peristiwa alam itu. Kami dimanjakan dengan keindahan panorama laut di atas kampung terapung yang dihuni suku bajo sebuah desa terpencil di pulau Buton, sungguh indah.

Kehidupan masyarakat desa, memanglah sangat terbatas. Pendidikan dan kesehatan amatlah penting untuk saat ini, mereka banyak menaruh harapan atas pembangunan infrastruktur didalam kampung mereka. Namun, ditengah kesulitan masyarakat desa, masih ada yang memanfaatkan desa untuk kepentingan lain. Kita sangat mengharapkan sumber daya manusia perlu dibangun sejak dini agar mereka banyak mengetahui jika masyarakat desa lah yang sangat berperan untuk membangun negeri ini.

Dari desa terpencil itu, kami mendapatkan banyak hal untuk dipelajari, mulai dari kehidupan mereka yang bergantung kepada alam sampai dengan menikmati panorama laut dari atas kampung terapung dan menyaksikan langsung sang surya bersama anak-anak suku bajo. Petualangan dari wisata libur lebaran kami manfaatkan disebuah desa terpencil. Wisata kami murah meriah namun banyak mendapatkan banyak pengetahuan dari sebuah kehidupan masyarakat desa.

Buton, 02 Agustus 2014

Popular Posts