Tuesday, February 24, 2015

Perbincangan di Dalam Sebuah Becak

Sumber: www.beritaunik.com
SEORANG teman pernah bercerita tentang sepasang kekasih yang menumpangi becak dan hendak ke sebuah tempat. Dalam perjalanannya, mereka bercumbu rayu dan sempat membuat abang tukang becak itu merasa terganggu dan tak berkonsentrasi lagi. Apalagi, percakapan yang terjadi di dalam becak itu sangat menyudutkan si abang tukang becak. Lelaki itu berkata kepada kekasihnya. "Sayang aku sangat mencintaimu, dunia ini hanya milik kita berdua". Sontak, abang tukang becak itu tiba-tiba saja mengerem paksa kendaraan roda tiganya hingga akhirnya terjungkir dan membuat sepasang kekasih itu terhempas bebas diatas aspal panas. Wuiih. Belakangan diketahui, si abang tukang becak tak terima dengan pernyataan lelaki yang menjadi penumpangnya itu. Ia tak terima karena dunia ini hanya milik mereka berdua. "Lalu! saya di kemanakan?" Kata si abang becak. 

***

Berangkat dari cerita-cerita humor seperti itu. Sebenarnya, ada banyak yang harus dipelajari dalam kehidupan ini. Misalnya dari pola komunikasi kita yang baik. Bagaimana membangun komunikasi yang baik dan efektif itu sehingga orang lain merasa nyaman dan di mengerti oleh orang lain. 

Akhir-akhir ini, saya banyak mengikuti dialog publik yang digelar oleh kawan-kawan organisasi pemuda. Ada banyak topik yang menjadi tema-tema diskusi. Mulai dari wacana lokal sampai wacana nasional yang kini hangat menjadi perbincangkan. Para pesertanya pun datang dari berbagai kalangan, mulai yang muda sampai yang tua. Biasanya yang tua adalah mereka yang lama berkecimpung dalam dunia politik atau yang sementara aktif dalam pemerintahan. Mereka tak lain adalah para senior yang juga pernah bergelut dalam organisasi-organisasi kepemudaan di zamannya. Diskusi pun dimulai, saya senang bisa langsung menyaksikan debat dengan nuansa intelektual ini. Satu per satu argumentasi pun keluar. Biasanya yang duluan berkomentar adalah para senior yang relatif banyak mengerti dalam setiap pembicaraan. Tetapi, beberapa dari mereka justru hanya pandai mengolah kata menjadi bahasa yang sedikit canggih. Meski sebenarnya, susah untuk memaknainya dan seringkali argumen itu tak tepat dalam wacana diskusi yang diangkat. Retorika seperti ini biasanya hanya menghabiskan banyak waktu ketika diskusi berlangsung. Beberapa komentar lain yang biasa terjadi adalah mengulang-ulang bahasa dari pendapat orang lain. Jika pendapat yang pertama tadi terlalu berlebihan (over). Maka, pendapat yang kedua ini sangat miskin gagasan. Pendapatnya hanya di ulang dengan sedikit mengutip pendapat dari pembicara lain. Model seperti ini juga sering membuang banyak waktu dan diskusi menjadi tidak hidup. 

Kritik dalam setiap diskusi menjadi hal yang paling sering dilempar dalam forum-forum seperti ini. Sayangnya kritik itu tak disertai dengan solusi yang membangun. Pengalaman seperti ini banyak kita temui tidak hanya dalam forum-forum resmi. Namun diluar diskusi formal, juga kita pernah menjumpai karakter seseorang dalam memberikan pendapat. Saya sering menjumpai pola komunikasi dari beberapa senior yang terkesan angkuh disetiap diskusi. Maaf, ini bukan menyudutkan mereka yang dianggap tua dari yang muda. Ini hanya pandangan saya dan beberapa kawan yang juga menilainya sama. Mempertahankan pendapat dalam setiap debat adalah hal wajar, namun bagaimana jadinya ketika pendapat itu salah namun masih saja dipertahankan. Tentu akan membuat geram orang lain yang tak menerima pendapat semacam itu. Apalagi ia tak mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Sudah pasti diskusi menjadi tak berimbang. Informasi yang didapat hanya dari satu sumber dan masih bersifat subjektif. Kita tidak mendapat informasi dari sumber-sumber lain dengan tujuan mendapatkan objektifitas informasi dan memperkaya jalannya diskusi.

Kuperhatikan sejak awal perbincangan dimulai. Ia sangat bersemangat dalam diskusi itu. Pembicaraan dimulai dari pengalamannya saat masih bermahasiswa sampai kini ia menjadi seorang senior dengan pengalaman yang tak seberapa. Kulihat, memang ia tak mau kehilangan banyak peran dan ruang dimana ia bisa menceramahi banyak orang. Pada akhirnya, dengan gaya komunikasi yang begitu arogan, ia jarang di terima disetiap diskusi. Sebab, semua pendapat orang lain diklaimnya salah dan menganggap satu-satunya pendapat yang paling masuk akal hanyalah pendapat dari dirinya sendiri. Konon katanya, ia telah banyak berkontribusi terhadap daerah ini. Saat dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa, ia sering kali teribat dalam aksi-aksi jalanan dan mengkritik kebijakan pemerintah yang di nilainya salah. Disaat dirinya tidak lagi mengenakan atribut mahasiswa dan tak lagi memegang mic dari pengeras suara saat berdemonstrasi. Kini, dirinya menjadi seorang pengamat dengan mengangkat isu-isu kedaerahan. Dalam cerita-cerita nostalgia itu, ia pernah di minta untuk mendesain salah seorang calon kepala daerah dan berhasil memenangkannya. 
   
Entahlah, kalau pun ia banyak berkontribusi terhadap daerah dan berjasa kepada mereka yang pernah dibantunya. Mestinya ia dapat di terima dimana saja dan namanya tak menjadi perbincangan banyak pihak karena menganggap dirinya lah yang selalu tinggi diantara orang-orang lain. Baginya, segala kepentingan yang berurusan dengan elit dan pemerintah, ia bisa mengkomunikasikan. Saya memang tak banyak tahu dengan profile juga jejak rekamnya selama ini. Apalagi jarak usiaku yang begitu jauh dengan usianya. Namun, dari banyak sumber informasi dan di banyak tempat, saya mendengar dan melihat langsung seseorang yang di bilangnya hebat itu. Bagiku, kehebatan itu biasa-biasa saja. Apalagi prilaku dan gaya komunikasi yang tak mencerminkan budaya dan etika kita. Saya lebih tertarik mendengarkan penjelasan dari seorang petani atau seorang nelayan yang banyak berbicara tentang hasil tanam dan hasil tangkap, ketimbang membicarakan banyak hal yang menyangkut wacana politik dan pengklaiman banyak hal dari jasa-jasa atas sebuah perjuangan.

Sekali lagi, saya tak berlaku paling benar dari apa yang ku jelaskan sebelumnya. Kita hanya bisa bercermin dan belajar dari apa yang pernah terjadi di masa itu. Mengambil sesuatu dari yang benar dan membuang jauh yang dianggap salah. Kita bisa mengambil pelajaran dari cerita sepasang kekasih yang menumpangi becak itu. Bahwa ketika kita menganggap dunia ini sedemikian sempit dan mengklaim pemiliknya hanyalah segelintir orang saja, maka kita telah mengabaikan banyak hak orang lain disitu. Ganjarannya adalah kita akan di hakimi dan tersingkir dari orang-orang yang selama ini tak pernah mengganggap dirinya paling benar dan selalu menghargai orang lain. 


 24 Februari 2015

Monday, February 23, 2015

Begadang Bersama Si Raja Dangdut

MUNGKIN benar dengan pesan yang pernah disampaikan si raja dangdut melalui sebuah lagu berjudul "Begadang" itu. Ia berpesan tentang bahaya jika kita keseringan begadang dan akibatnya terhadap gangguan kesehatan. Ia menyarankan, begadang itu boleh saja asalkan ada artinya. Malam ini, saya tersadar kalau waktu menunjukkan pukul 02.30 waktu setempat. Itu artinya saya sudah melewatkan waktu penting untuk segera meng-istrahatkan mata dan seluruh anggota tubuh lainnya sebagaimana kebiasaan manusia-manusia lain disaat malam hari. 

Sumber: blog-kangsun.blogspot.com
UNTUK hari ini saya ingin segera mengakhiri aktivitas akhir pekan dengan tidur lebih awal. Apalagi setumpuk rutinitas di senin pagi ini telah menanti untuk diselesaikan. Khawatirnya, pagi ini menjadi waktu tidur saya untuk menggantikan malam karena tak tidur. Huft, kebiasaan mahasiswa masih saja terbawa-bawa. Ini yang mesti harus dilawan. Padahal, betapa pentingnya segala aktivitas dimulai di pagi hari sementara kita harus melewati hari-hari itu diatas kasur empuk dan hanya mendapatkan banyak cerita-cerita dari dalam mimpi.

Saya bukan penikmat lagu dangdut apalagi mau mengidolakan Bang Rhoma. Tetapi, melalui tembang lagunya, ia kembali mengingatkan saya akan pentingnya kesehatan dengan tidak keseringan begadang. Yah, itu memang benar. Sekalipun telah banyak yang menyarankan hal itu. Namun, tetap saja mata ini tak mau terlelap. Padahal, ada banyak hadiah menarik di alam mimpi sana dan kerap di dapatkan oleh para kaum lelaki saat mengarungi mimpi indah. 

Mungkin, beberapa gelas kopi malam tadi berhasil ku kosongkan hingga saya mengalami kesulitan untuk tidur cepat. Hmm, apalagi bunyi suling grup musik Soneta dari radio tetangga masih saja memecah keheningan dan mengganggu tidurku.

Dan yang pasti, hari ini akan datang teguran lagi. Karena bangun tidur ku yang telat, sampai kebiasaan lama itu kini datang lagi. 
Ampun Inna... Maafkan untuk kali ini saja.


pukul: 02.15 Wita
Di simpang jalan Sipanjonga, 23 Februari 2015

Friday, February 20, 2015

Hikmah di Balik Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Sumber: mutuku.blogdetik.com
SEBUAH novel yang di tulis oleh Haji Abdul Malik Karim atau dikenal dengan nama Hamka. Adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang terkenal di zamannya. Ia berkisah tentang persoalan adat dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan percintaan sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian. Novel itu diberi judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang diterbitkan sejak tahun 1939. Van der Wijck di tulis sebagai kritikan atas beberapa tradisi dalam adat Minang. Saat itu Hamka beranggapan bahwa beberapa tradisi yang dilakukan masyarakat mengenai kawin paksa tidak sesuai dengan dasar-dasar agama ataupun akal budi yang sehat. Dalam karya yang lain, Hamka terus mengkritik adat. 

***

DALAM cerita Van der Wijck, Zainuddin adalah anak dari Pendekar Sutan asal Batipuh Minangkabau yang memilih menetap di Makassar (dahulu Ujung Pandang) dan menikah dengan Daeng Habibah. Namun tak lama setelah ia di lahirkan, orang tuanya meninggal dan Zainuddin menjadi yatim piatu. Ketika memasuki usia remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya Mbak Mase untuk berangkat ke Minangkabau. Telah lama ia ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh. Namun, kedatangannnya di tanah minang itu tak disambut baik di tengah-tengah struktur masyarakat yang bernasabkan kepada ibu itu, Zainuddin dianggap tidak memiliki pertalaian darah lagi dengan keluarganya. Meskipun ayahnya berasal dari Batipuh Minangkabau, tetapi tidak dengan ibunya yang berasal dari Bugis. Itulah sebabnya, kenapa ia begitu diasingkan di tengah-tengah masyarakat yang tidak lain adalah tanah kelahiran ayahnya sendiri. 

Kisah cinta Zainuddin berawal saat ia bertemu dengan seorang perempuan keturunan bangsawan Minang. Ia adalah Hayati, seorang gadis desa berparas cantik. Hayati adalah yatim piatu yang tinggal bersama Datuk seorang tokoh adat yang sangat terkenal dan disegani dikampung itu. Dari rasa keprihatinan Hayati terhadap Zainuddin yang tak diterima masyarakat adat. Zainuddin banyak mencurahkan kesedihannya itu kepada Hayati melalui surat-surat yang ditulisnya. Pada akhirnya, keduanya pun saling suka dan sama-sama jatuh cinta.

Di tengah mereka sedang menjalin kasih dan membangun kekuatan cinta. Beberapa dari tokoh adat yang mengatasnamakan keluarga, adat, dan agama mencoba memisahkan mereka. Zainuddin memutuskan pindah ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh. Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia. Sewaktu Hayati berkunjung ke Padang Panjang karena hendak menjumpai Zainuddin, Hayati sempat menginap di rumah sahabatnya, Khadijah. Namun, sekembali dari Padang Panjang. Hayati dihadapkan oleh permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Azis, kakak Khadijah. Aziz, yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang lebih disukai keluarga Hayati dari pada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya terpaksa menerima dinikahkan dengan Aziz. Mengetahui Hayati telah menikah dan mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya Muluk. Mereka tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya.

Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan. Tetapi, rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Aziz dipecat dan tak memiliki pekerjaan lagi. Aziz dan Hayati meminta bantuan kepada Zainuddin untuk menumpang dirumahnya untuk sementara waktu. Karena Aziz bangkrut dan tak memiliki apa-apa lagi, ia lalu menceraikan Hayati sebelum akhirnya bunuh diri dengan meninggalkan sepucuk surat dan berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Setelah Zainuddin mendengar berita itu, ia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun tak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di dekat pusara Hayati.

Sumber: imansulaiman.com
Berangkat dari cerita yang ditulis Hamka, Van der wijck lalu di filmkan dan di sutradarai oleh Sunil Soraya dan di Produseri oleh Ram Soraya. Film yang di bintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian dan Randy Danistha telah berhasil membuat jutaan pasang mata untuk menyaksikan film peraih penghargaan dari Indonesia Choice Awards nominasi Movie Of The Year 2014. Meskipun dalam cerita yang mengisahkan cinta antara Zainuddin dan Hayati ini hanya berupa cerita fiksi. Namun, kapal Van Der Wijck yang ada dalam cerita memang benar-benar ada dan tenggelam di perairan pesisir Lamongan seperti diceritakan dalam novel Hamka. Nama kapal Van Der Wijck di ambil dari nama salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Van Der Wijck tenggelam karena kelebihan muatan, sementara jumlah korban tidak di ketahui pasti. Namun, para nelayan lah yang membantu dalam proses evakuasi korban saat itu. Sehingga, sebagai tanda terima kasih masyarakat Belanda kepada masyarakat nelayan di Desa Brondong Lamongan Jawa Timur, mereka membuat sebuah monumen bersejarah yang di beri nama Monumen Van Der Wijck. 

*** 

UNTUK mengobati rasa penasaran ku, saya meminta kepada seorang kawan untuk memberikan file film itu. Kata seorang teman yang sudah lebih dulu menontonnya, film Van Der Wijck sangat cocok di tonton dan tak jauh beda dengan kisah yang pernah ku alami. What? Apakah saya pernah bercerita kepadanya tentang kisahku? Ah, mungkin saja dia hanya merayuku agar saya mau menontonnya. Dan tidak berapa lama, saya pun membuka layar laptop dan segera menontonnya.

Menurutku, ada banyak kisah percintaan yang ditulis Hamka juga pernah dialami dalam kehidupan sekarang. Kisah dalam film itu pernah di alami oleh sahabat saya dahulu. Sekian lama tali cinta yang mereka ikat namun putus karena keluarga tak menyetujui hubungan mereka dilanjutkan. Sahabat itu, hampir saja berputus asa karena kekasihnya dipaksa bertunangan dengan lelaki lain berketurunan bangsawan, memiliki pangkat dan harta berlimpah. Berbagai alasan keluarga untuk tidak menyatukan mereka berdua hingga adat dan keluarga menjadi alasan ketidak cocokan. Saya pun tak mengerti dengan alasan-alasan seperti itu. Kalaupun wanita itu benar-benar mencintainya, seharusnya cinta itu bisa bertahan meski dalam kondisi apapun. Apalagi, keduanya pernah berjanji untuk sehidup semati sampai ajal datang menjemput. Seperti cerita dalam Van Der Wijck saat Hayati berjanji kepada Zainuddin untuk tidak mengkhianati janjinya, tidak akan berdusta di hadapan Tuhan dan disaksikan arwah nenek moyangnya. Memang berat, meski Hayati membantah kalau inilah hakikatnya.

Janji tinggalah janji, semua hanya sederet kata untuk memberi harapan. Sebuah harapan yang tak memberi apa-apa. Ketika adat dan nama baik keluarga menjadi tameng dan jaminan atas kebahagiaan itu sendiri. Maka yang ada hanyalah pencaharian harta, tahta dan jabatan. Mungkinkah dalam cerita Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini ada banyak kesamaan yang juga pernah di alami oleh manusia-manusia lain? Ah, film ini cukup menguras air mata para penonton.


Baubau, 20 Februari 2015      

Wednesday, February 18, 2015

Ketika Mr. Hendricks Tak Dilayani

Sumber: Ilustrasi artikel.okeschool.com
DI sebuah kedai tempat biasa berkumpul, saya bertemu dengan pria asing itu. Ia datang dan duduk sendiri tak jauh dari meja kami. Ku perhatikan sejak ia datang dan memesan satu porsi makanan. Usai ia menyantap habis, ia kembali memesan kepada pelayan. Beberapa kali ia memanggil wanita yang tak lain adalah pelayan di tempat itu. Namun, bule itu tak mendapat respon dari si pelayan. Kali ini, suaranya mulai di tinggikan. Nampaknya ia mulai kesal karena panggilannya tak di jawab oleh si pelayan. Melihat tingkahnya berubah, si pelayan pun dengan segera menghampiri dan bertanya. Kali ini, si pelayan mendapat serangan bertubi-tubi dari pria bule itu. Ia sedikit marah karena tak di layani dengan baik. Meski begitu, si pelayan tampak biasa-biasa saja di hadapannya. Entah, apakah pelayan itu tahu kalau pria itu sedang marah padanya atau sama sekali ia tak mengerti dengan bahasa bule itu. Meski begitu, ia hanya memberi kembali daftar menu, mencatat pesanan lalu pergi meninggalkan nya.

***

PRIA bule itu adalah Mr. Hendricks, ia berasal dari Holland, usianya sekitar 70 tahun. Ia adalah kakek dengan satu orang cucu. Cukup banyak daerah yang ia kunjungi di tanah air, namun sayangnya ia sama sekali tak mengerti dan bisa berbahasa indonesia. Itulah sebab, kemarahannya tadi keluar karena ia tak mendapat pelayanan yang baik dari si pelayan. Belakangan saya ketahui, kalau memang pelayan itu memang tak mengerti dengan bahasa yang di gunakan oleh Mr. Hendricks saat memesan kembali segelas minuman. Saya sedikit mengerti dengan apa yang di inginkan oleh pria itu, saya pun mendekati lalu berkenalan dengan nya. Ia adalah seorang petualang yang sudah beberapa hari berada di kota ini. Ia di temani oleh seorang pemandu sekaligus menjadi penterjemah bahasa asal Wakatobi. Kedatangannya di Kota eks kesultanan ini adalah untuk menjawab rasa penasarannya tentang budaya dan mencari jejak-jejak VOC saat masuk di tanah Buton. Ia juga sempat mendokumentasikan beberapa peninggalan Belanda seperti meriam yang tersebar di dalam dan di luar benteng keraton Buton. Ia juga sempat berfoto dengan mengenakan pakaian adat dan sempat menghadiri acara pernikahan dengan tujuan menelesuri jejak dan mempelajari tradisi dari masyarakat kesultanan Buton. 

Di Holland negeri Belanda, Mr. Hendricks adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah perusahaaan dan kapal. Entah, ia tak menjelaskan secara detail tentang jenis usaha yang dimilikinya. Ia hanya memberikan kartu nama dan alamat kantor tempat ia berkerja. Tetapi sepertinya, ia adalah seorang kolektor dan pemburu benda-benda unik. Saya pun terlibat komunikasi dengannya. Namun saat ia bertanya tentang banyak hal, tak satu pun saya menjawab pertanyaan itu. Maklum, inggris ku sedang tak bagus. Apalagi bahasanya agak sedikit ke belanda, saya makin tak mengerti dengan apa yang di ucapkannya. Kami pun beralih komunikasi dengan menggunakan alat bantu translate google. Mr. Hendricks lalu meminjam handphone ku dan berusaha untuk menjelaskan tentang dirinya. Pertama, ia memperkenalkan dirinya dan siapa saja yang ia sudah temui disini. Kedua, ia sedikit bercerita tentang tempat-tempat wisata yang ia sudah kunjungi termasuk menghadiri acara pernikahan dan mengambil pelajaran budaya kita, ia juga memperkenalkan beberapa anak dan cucunya yang kini berada di holland. 

Suasana mulai ramai setelah beberapa kawan ingin bergabung dan terlibat langsung dalam diskusi bersama Mr. Hendricks. Satu per satu kawan-kawanku mulai bertanya dengan menggunakan bahasa inggris yang seadanya. Mungkin ini waktu yang tepat untuk melatih lidah dengan menggunakan bahasa inggris. Berbicara menggunakan bahasa inggris dengan seadanya memang tak semudah dengan kita mendengar langsung bahasa dari seorang aktor saat menonton film-film hollywood atau saat kita menyanyikan sebait lagu dari endles love yang di pandu dengan lirik teks pada sebuah layar monitor. Tentu ini sangat membingungkan ketika pengetahuan dan kemampuan kita tak cukup dalam berbahasa inggris. Namun, selagi kemauan itu masih tertancap untuk mau mempelajari kata demi kata dalam berbahasa inggris, kenapa tidak kita terus mencobanya. 

Di tengah arus globlalisasi dan modernisasi, kita di tuntut untuk mengetahui banyak hal. Ada banyak yang mesti di gali dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Itu bisa di mulai dari hal-hal terkecil sekalipun. Salah satunya adalah memiliki keterampilan dalam berkomunikasi. Menjadikan daerah sebagai tujuan wisata tidak hanya di tunjang lewat fasilitas sarana dan prasarana yang ada. Namun, ketersediaan sumber daya manusia melalui keterampilan dan kemampuan dalam berbahasa asing juga menjadi salah satu faktor dari kenyamanan para wisatawan saat kita terlibat langsung dalam berkomunikasi. Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata, sudah seharusnya menyiapkan orang-orang yang ramah dan memiliki kemampuan dalam berbahasa. Upaya-upaya untuk mempromosikan potensi wisata dan mengangkat budaya bisa di mulai dari publikasi dan komunikasi yang baik agar kejadian yang menimpa Mr. Hendricks salah seorang pengunjung di sebuah kedai malam itu tidak terulang lagi.

Sumber: Saat bersama Mr. Hendricks
  
Tak lama percakapan antara kami bersama Mr. Hendricks berlangsung di tempat itu. Kami hanya banyak melepas tawa ketika beberapa percakapan mulai tak mengena. Komunikasi kami banyak di bantu oleh Trasnlate Google lewat smartphone. Saat ia mengetahui kalau diantara kami ada beberapa mahasiswa aktif. Ia berpesan dan berharap banyak kepada mereka untuk terus belajar dan tentunya dapat menguasai bahasa inggris agar dapat kemana-mana sama sepertinya. Ia menyayangkan di usia muda seperti ini, waktu kita banyak terbuang hanya untuk menatap satu tempat saja. Padahal, ada banyak di luar sana yang mesti di lihat agar kita menjadi banyak tahu soal keanekaragaman budaya, keindahan alam, sampai pada keramahan masyarakatnya. Sekiranya hal itu yang mesti di jaga dan di pertahankan di tengah situasi perpolitikan tanah air yang semakin hari kian memanas. Seakan anak bangsa telah lupa dengan budaya kita untuk tetap satu dan tak saling memecah belah. Sebisa mungkin kita keluar dari situasi panas ini dan tak menjadi bagian dari masalah. Mungkin kita bisa memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang produktif dan bergerak maju menatap masa depan yang gemilang ketimbang membuang waktu dengan percuma dan menjadi bagian dari setiap masalah yang ada. 

Di akhir pertemuan dengan Mr. Hendricks, ia pamit dan menitip kalimat;

“Be adventurous true and do not dwell in one place. You walk on this earth so is widespread. You can freely anywhere, of course it’s all to gain knowledge and seek peace”.


Baubau, 18 Februari 2015

Friday, February 13, 2015

Menunggu Sang Ibu

Sumber: Dayat (6). Foto Yadi La Ode
DI saat semua orang sedang tertidur lelap dan anak-anak lain merasakan hangat dari pelukan orang tua. Namun tidak untuk anak ini. Ia harus berjuang melawan dinginnya malam yang menusuk masuk kedalam tulang.

MALAM itu, tepat pukul 01.35 dini hari. Langit mendung dan tak lama lagi hujan akan turun. Langkahku terhenti ketika melihat seorang bocah duduk di tepi jalan. Ia sendirian ditempat itu. Saat kutanya sedang apa, ia menjawab kalau sedang menunggu ibunya. Lama ku amati, mungkin saja benar apa yang di katakan kalau ia sedang menunggu ibunya. Namun hingga beberapa jam berlalu, ibunya tak kunjung datang. Saya kembali menemui dan mengajaknya, "ayo pulang, hujan mulai turun" ia tetap bertahan dan menolak ajakan ku. 

Sumber: Dayat (6). Foto Yadi La Ode
Awalnya saya tak tahu menahu tentang dirinya. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang tinggal di kompleks dekat dengan rumah saya. Lingkungan rumahku adalah kawasan padat penduduk yang sebagian besar warga nya adalah pedagang kaki lima. Setiap malam mereka menarik gerobak dagangan untuk di jual ke pantai kamali atau bila kapal Pelni tiba, mereka juga berjualan di pelabuhan.

Belakangan ku tahu kalau nama anak itu adalah Dayat, usianya baru sekitar 6 tahun. Ia salah seorang anak yang setiap harinya bermain bersama anak-anak lain di tempat itu. Baru ku tahu, kalau kondisi ekonomi keluarga yang tak begitu baik. Ku tahu, kalau keluarga yang juga tak memberi perhatian serius layaknya anak-anak lain. Saya pun terdiam saat mendengar kabar tentang ibu anak itu. Sebab, ada hal yang tak ku ketahui tentang dirinya di malam itu. Ternyata ia sedang menunggu ibunya yang telah wafat beberapa tahun silam. 


Di Pagi Mendung. Jum'at, 13 Februari 2015

Thursday, February 5, 2015

Dua Tahun Dalam Genggaman Tampil Mesra



Sumber: Kantor Walikota Baubau (Foto Yadi La Ode)
GENAP dua tahun sudah pemerintahan Tampil Mesra berkuasa. AS.Thamrin dan Wa Ode Maasra Manarfa adalah pasangan Walikota dan Wakil Walikota Baubau yang di lantik sejak dua tahun silam di Baruga Keraton Buton Kota Baubau. Sebuah tempat yang dahulu juga para sultan pernah di lantik dan diambil sumpahnya. Hingga kini, di tempat itu juga beberapa kali acara adat pernah di gelar, apalagi makam sultan dan masjid Agung masih berdiri kokoh menambah kesakralan kawasan benteng. Dan untuk kali pertamanya kepala daerah ini di lantik dan di ambil sumpahnya bertempat di dalam baruga dan langsung di saksikan oleh Sultan dan beberapa perangkat kesultanan Buton. Keduanya telah bersumpah untuk menjalankan tugas dengan penuh amanah. Keduanya resmi memimpin negeri seribu benteng ini dengan harapan akan bisa membawa perubahan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Meski baru dua tahun berkuasa, namun apa saja yang pernah di janjikan pemerintahan Tampil-Mesra ternyata menguap begitu saja. Bahkan belum lama ini,  pemerintah kota mendapat hariah "rapor merah" atas kinerja yang tak sungguh-sungguh. Rasanya, kami ingin segera keluar dari genggaman para pemimpin yang tak bisa kerja untuk membangun daerah ini.

***

USAI pemerintahan As. Thamrin bersama Wa Ode Maasra Manarfa di lantik, keduanya resmi berkuasa dan menjalankan roda pemerintahan di Kota Baubau. Sebagai masyarakat yang berada dalam wilayah kekuasaannya. Menjadi suatu keharusan bagi kita semua untuk mengawal dan memberi masukan kepada pemerintah ketika kebijakan itu menjadi salah. Meski saya tak memilihnya saat Pilwali lalu, akan tetapi saya mendukung program-program itu. Tentu semua program yang memihak kepada rakyat. Soal pilihan, memang menjadi hak masing-masing kita untuk bebas dan merdeka dalam menentukan pilihan serta keluar dari iming-iming yang kerap terjadi saat pesta demokrasi berlangsung. Saya menilai, awalnya saya tak berharap banyak dari AS. Thamrin yang saat itu menjadi salah satu kontestan calon Walikota Baubau. Ia sama sekali tak masuk dalam hitungan politik karena kefiguran-nya yang tidak begitu populer di hati masyarakat. Namun apapun semua itu, terbukti dirinya bisa langsung memikat banyak orang dan mengalahkan figur calon-calon lain.

Kemenangannya memang tidak terlepas dari dukungan partai politik saat dirinya bertarung di Pilwali. Ia mendapat dukungan dari beberapa kepala daerah yang juga masih se-partai di partai berlambang matahari itu. Partai Amanat Nasional (PAN) memang mendominasi dan berhasil "membirukan" bumi anoa ketimbang partai-partai lain. Pantas saja, kemenangan dari dukungan elit politik tidak hanya di asumsikan berupa dukungan moril tetapi juga dukungan materi. Misi partai tidak terlepas dari misi sang Gubernur yang tidak lain adalah ketua DPD PAN Sulawesi Tenggara.

Pasangan Tampil Mesra adalah pasangan antara As.Thamrin dan Wa Ode Maasra Manarfa. Akronim ini dahulu yang di pakai untuk memperkenalkan kedua pasangan saat maju di Pilwali lalu dan hingga kini akronim itu di pakai dalam pemerintahan mereka sekarang. Namun belakangan tersiar kabar kalau kemesraan itu kian pudar seiring banyaknya masalah yang melilit dalam kepentingan politik antara walikota dan wakilnya. Entahlah, kalau pun itu benar terjadi, sama sekali tak menguntungkan kami masyarakat nya. Gonjang-ganjing di dalam pemerintahan Tampil Mesra, mulai dari mutasi sampai pada aksi protes pejabat struktural di dalam pemerintahan mewarnai awal kerja mereka. Efeknya, beberapa pegawai melakukan unjuk rasa di halaman kantor mereka sendiri. Ini memang miris kalau di awal saja pemerintah sudah menunjukkan citra yang buruk dan tak memberi simpati kepada masyarakat. Ketegasan dari atasan hampir tak di dengar oleh bawahan, ini bisa berpotensi konflik dalam pemerintah, apalagi gesekan antara walikota dan wakilnya di buka terang-terang di hapadapan publik.

Kita hampir tak pernah tahu tentang situasi dan kondisi dalam pemerintahan selama ini. Masyarakat hanya memegang sebuah janji yang pernah disampaikan saat kampanye dulu. Kita hanya pernah mendengar keluh kesah dari diskusi kecil dari  para pemerhati, kelompok tani dan nelayan atas program yang pernah di sampaikan pemerintah. Kita hanya banyak berbicara soal agenda-agenda politik mulai dari lobi tingkat elit untuk masuk dalam jajaran pemerintahan sampai pada rencana merubah nama kota yang tak begitu penting. Kita hampir lupa bahwa ada agenda pemerintah yang melenceng dan lari dari visi misi serta program-program yang menyentuh di masyarakat. Kalau saja kepedulian itu masih ada, kenapa tidak kita merefleksi pemerintahan yang sudah berjalan selama dua tahun ini lalu memproyeksinya menjadi agenda penting dan prioritas yang semestinya di lakukan oleh pemerintahan Tampil Mesra saat ini.        



Baubau, 05 Februari 2014

Popular Posts