Monday, July 23, 2018

Kepiting Rajungan, Ciri Khas Produk Unggulan Desa Batubanawa

Salah satu teluk di Buton Tengah

Desa Batubanawa, sebuah desa eksotik yang terletak di teluk pantai. Konon desa ini merupakan desa tertua di Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah. Meski demikian, populasi penduduknya terbilang sedikit jika dibanding desa-desa lain di wilayah itu. Rata-rata warganya memilih keluar desa dan tinggal di kota. Sebagian memilih berlayar, merantau ke negeri tetangga. Pilihan keluar dari desa atau merantau menjadi pilihan satu-satunya untuk mencari nafkah. Tidak banyak yang diharapkan untuk bertahan dan bekerja di desa. Di kampung halaman, laut dan pantai hanyalah pemandangan yang bisa disaksikan sehari-hari.  

Sebagai desa pertama atau gerbang pintu masuk menuju ke desa-desa lain di Kecamatan Mawasangka Timur, desa Batubanawa sebenarnya memiliki potensi sumberdaya alam hanya saja belum terkelola dengan baik. Khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Sejak lama desa ini terkenal dengan salah satu hewan laut jenis Kepiting Rajungan. Selain menangkap ikan, fokus pencarian masyarakat nelayan di desa ini adalah menangkap kepiting rajungan. Meski laut di teluk desa ini tidak se berlimpah dulu, paling tidak masyarakat sudah menyesali penggunaan racun potasium dan bom ikan yang merusak terumbu karang dan membunuh banyak biota laut. Mereka pada akhirnya merasakan dampak dari penggunaan racun dan bom ikan, mereka tak lagi mendapatkan ikan-ikan dilaut teluk itu. Begitupun dengan hewan-hewan jenis lain seperti kepiting yang semakin berkurang. Pada akhirnya, mereka harus bersusah payah mendayung sampan menuju laut lepas untuk mencari ikan. Sebab, ikan-ikan yang tadinya berumah di karang laut teluk desa mereka telah hancur lebur karena aksi brutal setiap nelayan yang dianggapnya sudah menjadi budaya turun temurun. 

Seorang ibu nelayan di desa Batubanawa

Namun sekarang, masyarakat desa telah sadar jika budaya merusak laut yang mereka paham sejak lama itu menjadi ancaman bagi kerusakan ekologi dan akan menjadi bencana bagi anak cucu mereka dimasa akan datang. Oleh sebabnya, kesadaran kolektif mereka terbentuk dan ramai-ramai untuk siap menjaga laut sebagai ruang kehidupan bagi mahluk-mahluk yang hidup di dalamnya. Masyarakat desa memang perlu dikuatkan oleh berbagai pihak, baik pemerintah desa, pemangku adat/perangkat masjid, bersama pihak keamanan yang bertugas di desa, bahwa kegiatan menangkap ikan dengan metode bom dan racun akan berdampak bahaya bagi diri sendiri dan bagi kelangsungan mahluk lain.
       
Sebagai desa pesisir yang posisinya berada di salah satu teluk Kabupaten Buton Tengah, Desa Batubanawa memiliki ciri khas dalam hal potensi sumberdaya alam yang mulai dikelola menjadi salah satu produk unggulan desa. Meskipun baru dikelola secara serius oleh pemerintah desa, pengelolaan Kepiting Rajungan di Desa Batubanawa mesti mendapat perhatian serius agar pengelolaannya bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Misalnya pemerintah desa mau memfasilitasi setiap nelayan agar bisa melakukan budidaya kepiting rajungan dengan baik. Sebab selama ini nelayan tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk melakukan budidaya kepiting rajungan. Pemerintah desa perlu memfasilitasi, bisa semacam pelatihan atau kegiatan serupa lainnya agar ada transfer pengetahuan kepada setiap nelayan yang memiliki usaha budidaya kepiting rajungan.

Masyarakat nelayan mulai melirik peluang ekonomi ada pada kepiting rajungan di laut mereka. Itu terlihat dari permintaan pasar terhadap kepiting rajungan lebih banyak dibanding ikan. Jika dulu kepiting rajungan hanya menjadi kebutuhan rumahtangga (subsisten) dan tidak untuk dijual, maka kini setiap nelayan melihat kepiting rajungan sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Peluang ini lalu ditangkap oleh pemerintah desa untuk dijadikan sebagai salah satu potensi yang akan dikelolanya. Peluang usaha ini oleh pemerintah desa lalu dikelola bersama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes kemudian membangun kerjasama dengan masyarakat desa, khususnya mereka yang hari-harinya menangkap kepiting rajungan dan menjualnya ke BUMDes. Dalam rangka memasarkan kepiting rajungan, pemerintah desa Batubanawa melalui BUMDes juga membangun kerjasama dengan pengusaha yang siap membeli hasil olahan kepiting. Kepiting yang dijual oleh BUMDes sudah dalam bentuk diolah dengan memisahkan isi dari cangkangnya.

Model pengelolaan usaha kepiting rajungan yang dikembangkan yakni dengan membeli kepiting dari setiap nelayan seharga 50 ribu per kilo. Dalam sehari BUMDes bisa mengumpul 35 Kilogram dari nelayan, lalu diolah oleh pekerja dengan memisahkan isi dari cangkangnya. Setelah itu daging kepiting dikemas dalam boks dan siap diantar ke pengusaha yang membeli. Pemerintah desa melalui BUMDes menjualnya dengan harga 280 ribu per kilo, maka dalam sebulan penghasilan BUMDes dari penjualan Kepiting bisa mencapai 15 Juta. 

Pekerja sedang mengolah kepiting di BUMDes



Jika dilihat dari jenisnya, hewan laut ini agak berbeda baik dari fisik, habitat atau rasanya dengan kepiting jenis lain. Di lihat dari fisik, bentuk cangkang rajungan cenderung melebar dan lebih ramping. Sedangkan kepiting lain lebih bulat dan tebal. Capit kepiting rajungan juga cenderung memipih dengan ukuran lebih panjang. Begitupun dengan warna kulit yang berwarna kehijauan dengan bercak putih (betina) dan kebiruan bercak putih terang (jantan). Sementara kepiting lain, baik jantan atau betina hanya ada satu warna, yakni hijau kecoklatan. Saat dikonsumsi, rasa kepiting rajungan terasa lebih manis dibanding dengan kepiting lain. Habitat kepiting rajungan berada di laut yang cukup dalam dan mampu berenang di dalam air, sementara kepiting lain berada di laut yang dangkal, atau lebih sering kita temukan di tepi pantai. 
  
Pemerintah Desa Batubanawa melalui BUMDes saat ini memang terlihat serius untuk mengembangkan usaha Kepiting jenis Rajungan ini. Pemerintah desa ingin mengoptimalkan BUMDes agar tidak hanya menjadi sumber pendapatan desa, namun bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat desa. Meskipun tak banyak yang bisa dihadirkan oleh desa, namun sebagai desa pesisir yang posisinya berada di teluk, Desa Batubanawa optimis dengan memanfaatkkan potensi laut sebagai salah satu potensi sumberdaya alam yang kini sedang digenjot. Kekayaan alam yang terhampar di laut teluk Batubanawa tentu butuh pengelolaan yang baik jika sasarannya adalah pasar untuk mendorong perekonomian di desa. Pemerintah desa mesti jeli dalam melihat peluang usaha ini jika memang arahnya adalah untuk meningkatkan usaha warga dan ekonomi mereka. BUMDes diharap mampu melahirkan industri-industri kreatif sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja di desa. 

Namun dalam hal pengelolaan sumberdaya potensi ekonomi yang di miliki oleh desa, pemerintah desa melalui BUMDes perlu pemahaman yang cukup agar bisa mengelolanya secara produktif dan berkelanjutan, sebagaimana tujuan BUMDes yang telah diamanatkan dalam UU No 6 tentang Desa, yakni: meningkatkan perekonomian desa, mengoptimalkan asset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa, mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga, menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum – pertumbuhan - dan pemerataan ekonomi desa, meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa. 

Kepiting Rajungan yang kini menjadi produk unggulan Desa Batubanawa merupakan salah satu dari sekian banyak komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, maka pengelolaannya pun perlu ditingkatkan, mulai dari cara budidaya, pengolahan dengan memisahkan isi dari cangkang, hingga pemasarannya agar bisa menjangkau pasar lebih luas. Sebab permintaan pasar terhadap daging kepiting tidak hanya dari dalam negeri, tapi juga datang dari luar negeri. Bisa ditelusuri, daging kepiting distok dibanyak rumah makan mewah, restoran-restoran seafood, hingga hotel-hotel berbintang. Setiap konsumen memburu kelezatan, nilai gizi, protein yang terkandung dalam hewan laut itu. 

Hingga sampailah pada satu titik jenuh tulisan ini, bahwa di desalah sumber-sumber kehidupan itu tumbuh berkembang. Bahwa apa yang masyarakat lakoni sebagai orang desa, hanyalah persepsi orang di kota terhadap mereka yang dianggapnya kumuh dan miskin di desa, begitupun pandangan orang desa terhadap orang kota yang serba mewah dan konsumtif. Padahal tanpa mereka sadari, perut-perut mereka di kota setiap harinya di suplay oleh mereka yang harinya-harinya bepeluh dengan gabah padi dan jaring ikan. 


Buteng, 23 Juli 2018

Popular Posts