Monday, October 9, 2017

PEMUDA, Dari Revolusi Hingga Reformasi

Sumber: design Dani

Telah di kisahkan dalam lembar-lembar sejarah, peran pemuda hadir mengisi ruang di setiap momentum, hingga yang paling menegangkan saat merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Sebagaimana di pertengahan Agustus tahun 1945, sekelompok pemuda mendatangi kediaman Soekarno dan memaksanya untuk segera membacakan proklamasi kemerdekaan. Dialog antara pemuda dan Bung Karno malam itu cukup panas, 

“Sekarang bung! Sekarang, malam ini juga kita kibarkan revolusi,” ujar Chaerul Saleh, salah seorang dari pemuda itu. “Kami tidak ingin mengancammu Bung,” kata Wikana dengan suara serak. Pemuda itu lalu melangkah dengan sebilah pisau terjulur di tangannya “Revolusi di tangan kami sekarang, dan kami memerintah Bung. Kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, maka…” 

“Maka apa? Teriak Bung Karno yang bangkit dari kursinya. “ini batang leherku,” katanya setengah berteriak sambil mendekati Wikana, seorang pemuda asal Sumedang Jawa Barat. “Seret saya ke pojok itu dan potong malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari” kata Bung Karno dengan setengah berteriak. 

Begitulah kira-kira sekilas cuplikan dialog antara pemuda dengan Bung Karno. Dialog itu menggambarkan bahwa pemuda telah berperan dalam usaha memerdekakan Indonesia. Pada saat itu usaha masih di latarbelakangi oleh keresahan dari banyaknya tekanan dan ketidakadilan yang di lakukan oleh para penjajah. Lalu bagaimana dengan usaha pemuda masa kini, apa peran yang akan di ambil, dan apa kontribusi yang hendak di berikan untuk bangsa dan Negara ini? mari kita refleksikan dulu perjalanan pemuda kita dari masa ke masa.  

Pasca proklamasi di kumandangkan, kemerdekaan republik ini telah berada di tangan rakyat Indonesia. Memasuki tahun 50an, partai politik mulai menjamur di tanah air. Partai politik tumbuh subur seiring dengan geliat pemuda dalam berorganisasi. Kebanyakan mereka menjadi bagian dari organisasi sayap partai politik. Karena berada di sayap partai, akan memudahkan mereka untuk masuk dalam partai politik. 

Memasuki Orde Baru tahun 1965, lahir kelompok atau organisasi mahasiswa yang anti terhadap komunis. Kelompok ini mendapat dukungan dari organisasi pemuda yang tersingkir pada masa Orde Lama. Para mantan tokoh pemuda saat itu kemudian mendirikan ikatan atau yayasan yang menaungi organisasi mereka. Seperti halnya lahirnya KNPI, berawal dari gagalnya Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) dalam melanjutkan perannya. 

Di tengah situasi konflik nasional, KAMI yang saat itu menjadi wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa kehilangan orientasi dalam melanjutkan peranan kaum muda. Perpecahan itu muncul ketika masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiwa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada) mulai kembali ke akar primordialnya, baik secara ideologi maupun politik.    

Pada titik kebuntuan itu, gagasan lahir dari para tokoh KAMI yang kemudian meluas ke aktor-aktor dewan mahasiswa untuk mencari jalan keluar. Salah satu upaya yang di lakukan adalah dengan menyelenggarakan musyawarah nasional mahasiswa Indonesia. Munas mahasiswa itu berlangsung di Bogor pada Desember 1970. Musyawarah itu mengarah pada pembentukan wadah persatuan nasional atau dengan istilah Nation Union of Students (NUS). Sayangnya, rencana pembentukan NUS tidak mencapai titik temu. NUS gagal di bentuk oleh karena adanya rasa saling curiga antar organisasi. Namun melalui kekuatan politik Orde Baru, maka sejumlah elit mampu melakukan pedekatan-pendekatan kepada setiap pimpinan organsasi. Pertemuan bersama pimpinan organisasi di lakukan sebagai penyeragaman visi tentang urgensi wadah nasional yang akan di bentuk. Maka pada tanggal 23 Juli 1973, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di deklarasikan dan David Napitupulu diangkat sebagai ketua umum pertama. 

Di masa Orde Baru, KNPI di posisikan sebagai pengawal kebijakan rezim Soeharto di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan. Ini menjadi strategi Orde Baru dalam rangka privatisasi berbagai kegiatan organisasi serta memudahkan pengawasan pemerintah terhadap kelompok kepemudaan dan kemahasiswaan. Di sisi lain, pemerintah memberi ruang bagi setiap kelompok kepentingan untuk terlibat langsung dalam perumusan kebijakan umum. 

Keberadaan KNPI di masa Orde Baru begitu elitis. Dalam banyak hal, KNPI aktif dalam setiap kegiatan kepemudaan. Posisi tawar KNPI juga masih cukup besar untuk mengambil kedudukan di dalam pemerintahan. Tidak hanya di dalam kementerian, di level daerah pun posisi tawar KNPI sangat di perhitungkan. Namun pada Mei 1998 saat rezim Orde Baru runtuh, muncul banyak wacana tentang pembubaran KNPI. Dalam banyak hal, KNPI di nilai bukan menjadi representasi organisasi kepemudaan yang kritis. KNPI di anggap menjadi bagian dari mesin Orde Baru yang anti kritik terhadap pemerintahan Soeharto. KNPI tidak hadir untuk merespon berbagai ketimpangan sosial di masyarakat.  

Dari banyaknya tuntutan, beberapa hal menjadi catatan penting untuk di jadikan refleksi bersama tentang perjalanan KNPI di masa Orde Baru; pertama, kelahiran KNPI merupakan desain kekuasaan dan tidak murni lahir dari inisiasi pemuda. Kedua, KNPI hanya menjadi alat distribusi kekuasaan. Di era Soeharto, tidak sedikit tokoh-tokoh KNPI mendapat posisi strategis di pemerintahan. Ketiga, KNPI menjadi arena perebutan kekuasaan dalam struktur organisasi. Di zaman itu, KNPI masih sangat strategis untuk merebut posisi dalam struktur pengurus. Sebab, kekuasaan mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah. 

Reformasi 1998 menjadi tonggak sejarah baru bagi KNPI. Di era itu, Idrus Marham di beri kepercayaan memegang tongkat estafet sebagai ketua umum KNPI. Idrus Marham kemudian melakukan penyegaran kembali posisi dan peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Penyegaran di lakukan karena melihat situasi dan kondisi KNPI yang mengalami perubahan dan tidak mencirikan organisasi pemuda. Era reformasi menjadi era baru bagi KNPI untuk tetap independen dan kembali memposisikan pemuda menjadi mitra kritis pemerintah. Di tangan Idrus Marham, KNPI tetap di pertahankan.    

Hingga kini, KNPI masih terus bergerak, mengalir bersama mengikuti proses perjalanan bangsa. Meski tidak se elit masa Orde Baru, namun KNPI masih tetap di perhitungkan dalam hal menjalin kemitraan dengan pemerintah. KNPI menjadi sentrum politik pemuda. KNPI terus mengambil peran dengan memberi kontribusi positif demi terselenggaranya pembangunan yang adil dan merata. Dengan hadirnya KNPI baik di pusat hingga di level daerah, maka diharap KNPI tetap menjadi organisasi kepemudaan yang memiliki keberanian untuk melakukan terobosan ke arah yang lebih produktif. Sebagaimana kata Pramoedya, “Kalian Pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya bertenak diri”. 

Bung! Apa kamu masih belum punya keberanian?      

Friday, October 6, 2017

Saat Namamu di Temukan Dalam Buku

Sumber: photo by Ahyar Ros

SEORANG sahabat menandai saya dalam satu postingan di halaman facebook, saya membuka notifikasi itu. Sahabat itu Ahyar Ros, mahasiswa asal Mataram Nusa Tenggara Barat. Saya mengenalnya di kantin kampus IPB usai verifikasi berkas calon mahasiswa baru pascasarjana. Di tempat itu kami saling berkenalan. Status kami masih mahasiswa baru saat itu. Ia menyebut dirinya akan masuk di program studi Sosiologi Pedesaan. Rupanya kami mengambil jurusan yang sama. Nah mulai sejak itu kami sering berbarengan saat datang dan pulang kampus. Di kelas, kami pun selalu duduk berdekatan. Namun beberapa bulan ini kami tak bersua. Sejak Februari silam, kami berpisah sibuk mengurus penelitian masing-masing. Ia ke Mataram, saya pulang ke Buton. Tapi sejak beberapa lama berada ke lokasi penelitian, ia memutuskan kembali ke Bogor. Mungkin ia sudah tak sabaran menyapa si neng tetangga kosnya yang jelita itu.

***

KAMIS yang lalu ia bercerita baru saja dari toko buku. Padahal setahu saya Ahyar paling sering ngadem di pusat perbelanjaan atau mall. Mungkin itu hanya modus biar bisa 'nyuci mata' di toko buku, mengamati si rambut panjang dari balik rak-rak buku. 

Dari dalam toko buku, Ahyar melihat sebuah buku tentang Laut dan Masyarakat Adat, buku yang di terbitkan oleh Kompas. Ia pun tertarik untuk membelinya. Ahyar memang paling sering membeli buku. Koleksi bukunya disusun, tingginya hampir mencapai plafon kamar kosnya, haha. 

Di halaman sampul buku, ia melihat deretan nama-nama tim penulis. Ia semakin tertarik karena salah satu penulis disitu adalah dekan fakultas kami, Fakultas Ekologi Manusia, Arif Satria. Tapi setelah melihat nama saya, ia menjadi bangga. Seperti dalam postingannya di halaman facebook:

“Selalu ada rasa kebanggaan tersendiri melihat tulisan sahabat bertengger di urutan pertama toko buku. Sebulan yang lalu saya mendapat kabar menyenangkan dari sahabat karib di IPB yadi laode.
Dari pulau Buton, ia bercerita tentang catatannya telah di terbitkan oleh Kompas Gramedia. Sejak hari itu juga saya tak sabaran untuk membaca artikelnya.
Malam ini, buku itu pun sudah di tangan, namun belum saya perasan masib berat untuk membuka sampulnya, lantaran belum dapat tanda khusus dari penulis.
Saya berharap, pecan ini abang Laode Yadi kembali ke Bogor. Insyallah kambing abang Farid Bakrie akan menjadi jamuan kita.

Salam 
Sahabat rantau…”

Sebetulnya saya belum apa-apa, di banding dia yang sudah banyak menghasilkan karya. Ahyar lebih banyak menghasilkan tulisan. Ia paling hobi ngeblog, atau sering mengisi tulisan di portal Kompasiana. Pengalaman kepenulisannya cukup mumpuni. Belum lama ia mengikuti pelatihan jurnalis di Tempo. Makanya virus baca dan menulisnya ia sebar ke banyak kalangan di kampung halamannya di Mataram NTB. Saya sedikit berguru darinya.

Tulisan saya di buku Laut dan Masyarakat Adat itu sebenarnya adalah catatan lapang saat mengikuti roadmap di pulau Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara se tahun yang lalu. Pulau itu tak jauh dari pulau Miangas yang menjadi pagar perbatasan di ujung utara pulau Sulawesi. Ketika itu saya bersama kawan-kawan kampus IPB di percaya untuk mengikuti riset pemetaan sosial masyarakat adat dan nelayan. Program itu kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan kampus IPB, (Tulisan Lain Bisa Anda Baca DI SINI)

Di kepulauan Talaud, tengah bersiap menuju pulau Kakorotan

Cukup jauh perjalanan ke pulau Kakorotan, jika anda mendarat di Bandara Samratulangi Manado, anda harus menyeberang dengan menggunakan kapal ke Kabupaten Kepulauan Talaud, setelah itu anda menggunakan speedboat untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Kakorotan. Tapi untuk lebih cepatnya sih anda bisa langsung ke Kabupaten Kepulauan Talaud dengan menggunakan pesawat jenis ATR yang transit dari bandara Samratulangi Manado, (Catatan Perjalanan Ke Pulau Kakorotan Bisa Anda Baca DI SINI). 

Banyak keunikan dan yang khas dari masyarakat pulau Kakorotan. Mereka memiliki tradisi yang begitu melekat dengan alam. Agama dan adat yang mereka yakini sangat kental dalam kehidupan sehari-sehari. Dari penuturan sejarah, ketua adat bercerita tentang sejarah memilukan pasca tsunami menghempas hampir seluruh penduduk di pulau itu dan hanya menyisakan beberapa orang, itu terjadi antara tahun 1014, tahun 1628, dan sekitar tahun 1990an. 

Dari pengalaman mereka melewati peristiwa alam itu, sejak saat itu pula masyarakat pulau mulai membiasakan diri untuk menjaga serta merawat alam untuk tidak terus menerus di eksploitasi. Tradisi yang mereka jalankan hingga saat ini yakni tradisi Eha dan Mane’e. Masyarakat tidak bisa memanfaatkan laut dengan menangkap ikan di wilayah yang telah di tetapkan oleh adat. Mereka bisa mengambil ketika mane’e di buka kembali. Tradisi mane’e tidak hanya menjadi acara tahunan di pulau Kakorotan. Tapi oleh pemerintah daerah kabupaten Kepulauan Talaud, tradisi itu telah di jadikan sebagai festival Mane’e bagi seluruh masyarakat daerah Kabupaten Kepulauan Talaud. (Tradisi Eha dan Mane’e Bisa Anda Baca DI SINI).

***

KEPADA sahabat itu, saya ucapkan terimakasih sudah mau membaca catatan saya di buku itu. Soal nama yang tertera dalam buku sebenarnya hanya keberuntungan saja. Paling tidak, kita sudah bekerja untuk keabadian. Sebagaimana kata Pramoedya, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Wednesday, October 4, 2017

Membangun Desa Barangka: Dulu Mimpi, Kini Jadi Kenyataan

Nelayan desa Barangka. Sumber: photo by yadilaode

Hari itu desa Barangka Kabupaten Buton tidak seperti biasanya, hampir tak ada aktivitas nelayan dilaut atau mereka yang hendak ke kebun. Begitupun di pasar, tak ada yang membuka lapak disana. Suasana pagi itu sedikit berbeda dari hari-hari lain. Sepertinya masyarakat desa tengah bersiap ke sebuah pertemuan. Benar, mereka ramai-ramai mendatangi sebuah balai pertemuan di kantor desa. Saat itu desa Barangka tengah melangsungkan pemilihan kepala desa. Suasana kantor desa mulai ramai, petugas pemilihan sedang sibuk mengarahkan masyarakat untuk memasuki aula kantor. Dari dalam aula, atribut para kandidat serta bilik suara telah dipersiapkan. Masyarakat pun mulai mengisi kursi-kursi kosong. Beberapa saat kemudian, diatas podium lelaki itu mulai berbicara, memaparkan visi dan misi serta mimpi-mimpinya membangun desa ketika dirinya terpilih menjadi kepala desa. Siapakah lelaki itu?

***

DI sebuah kampus swasta di Kota Baubau, tengah dilangsungkan penggodokan mahasiswa baru (Ospek). Mereka yang mengaku senior itu sedang mengospek mahasiswa baru, para mahasiswa baru dari lintas jurusan. Satu diantara sekian banyak mahasiswa baru itu adalah Suharman, ia terdaftar sebagai mahasiwa teknik informatika. Ia cukupkan dirinya merantau ke tanah Papua dan Maluku lalu memilih kembali pulang kampung halaman demi menuntut pendidikan. 

Kurang lebih dua tahun lamanya, ia mencoba peruntungan mengikuti tes seleksi polisi namun keberuntungan belum memihak ke dirinya. Di Solo Jawa Tengah, ia pernah tinggal beberapa lama bersama kakaknya hingga menyelesaikan pendidikannya di sekolah kejuruan dengan mengambil jurusan Mesin Produksi. Sejak ayahnya meninggal, Suharman lebih sering tinggal bersama saudara-saudaranya. Demi membantu sang kakak, ia sempat bekerja di sebuah bengkel mobil di kota Solo. Sebelum memilih melanjutkan studi, Suharman mencari modal untuk membiayai studinya. Ia berkeliling kampung dengan menjual pakaian. 

Kantor desa Barangka. Sumber: photo by yadilaode

Lahir di tahun 1988, Suharman adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Di tengah kehidupan keluarga yang serba bercukupan, semangatnya tak pernah kendor. Setiap tantangan mesti di hadapi, ia menggedor setiap dinding-dinding yang kerap membatasi langkahnya. Semangat muda itu terus di pacu agar ide-idenya tak kaku dan membeku, Suharman mulai sibuk dengan aktivitas kampus. Ia mulai menjelajahi banyak ruang di dunia akademik. Tak sekedar mengikuti rutinitas perkuliahan, ia mulai aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Di luar kampus, ia bergabung dalam organisasi kemahasiswaan “Hijau-Hitam”, organisasi kemahasiswaan yang pernah digagas oleh almarhum kanda Lafran Pane. Pelan-pelan, Suharman mulai membentangkan sayap di dunia aktivis kemahasiswaan. Sampai suatu ketika saya melihatnya memegang megaphone dengan tangan terkepal memukul langit, ia berorasi di hari anti korupsi. Di halaman kantor kejaksaan negeri itu suaranya melengking, “tangkap dan adili para koruptor!”.

Berawal dari kegiatan pengkaderan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), saya mengenal Suharman. Saya lebih akrab memanggilnya Amhan. Saat itu ia menjadi salah satu peserta Basic Training (Laihan Kader I) di komisariat yang saya pimpin. Dahulu aktivitas di HMI masih begitu sering, hingga kami jarang pulang ke rumah. Sekretariat menjadi rumah yang nyaman bagi kader yang haus ilmu, sekretariat menjadi arena diskusi dari setiap wacana. Aktivitas Amhan tak hanya di HMI dan di kampus, sebagai anak desa, ia bersama kawan-kawannya membentuk lembaga kedaerahan, Himpunan Mahasiswa Kapuntori (HIMKA). Lembaga itu di niatkan untuk mewadahi mahasiswa dari desa-desa di Kecamatan Kapuntori yang berkuliah di Kota Baubau. Sebagai ketua, Amhan mengaktifkan lembaga itu melalui kegiatan-kegiatan sosial. 

Menjelang akhir masa studinya, Amhan telah mempersiapkan apa yang menjadi rencana ke depan. Ia tak ingin berlama-lama bergelut di dunia kampus. Ia sadar kalau masih banyak hal yang harus di perbuat untuk masyarakat di kampungnya. Baginya, kampus telah cukup memberi ruang untuk memperkenalkan realitas sosial. Bagi Amhan, pengetahuan yang di dapat dari perkuliahan cukup memberi gambaran, membuka cakrawala agar kelak bisa di terapkan dalam kehidupan sosial. Di desa, ia aktif dalam program PNPM Mandiri Perdesaan. Ia menjadi salah satu kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Tertarik dengan kegiatan sosial, Amhan mulai banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial di desanya.

Hingga pada Oktober 2014, ia dinyatakan lulus pada program studi Teknik Informatika Fakultas Teknik. Amhan mulai menyusun berbagai rencana untuk membangun desanya. Suatu ketika ia mengajak ku berdiskusi tentang hajatannya maju dalam pemilihan kepala desa. Di usianya yang masih muda, tadinya saya pesimis akan pencalonannya di pemilihan kepala desa. Saya sendiri berpikir, pencalonannya akan sia-sia dengan melihat lawan-lawannya cukup kuat untuk di kalahkan. Amhan mulai menjelaskan peta politik desa menjelang pemilihan, situasinya berbeda jika dirinya tampil sebagai salah satu calon kepala desa. Belum cukup dengan penjelasannya, Amhan membawa saya untuk melihat langsung situasi di desa beberapa hari menjelang hari pemilihan.

Malam itu Amhan mengundang beberapa tokoh masyarakat, pemuda, serta pemuka agama di rumahnya di desa Barangka. Di tengah pertemuan itu, saya menyaksikan langsung pernyataan dukungan itu mengalir ke Amhan. Satu per satu warga yang hadir menyatakan sikap untuk mendukung Amhan dalam pemilihan kepala desa. Pada pemilihan kepala desa saat itu, Amhan akan bersaing dengan dua kandidat lainnya, salah satu diantara mereka adalah petahana. Amhan tak ingin kehilangan strategi, ia tinggal memperkuat basis dukungan yang telah lama ia rawat. Mulai dari anak muda, tokoh-tokoh, hingga keluarga yang dianggap basis paling militan. Ingin tampil berbeda dengan kandidat lain, Amhan mulai menyusun konsep mengenai rencana-rencana strategis membangun desa. Amhan ingin menghadirkan wajah baru di desa. Ia ingin desanya selangkah lebih maju dari desa-desa lain. Konsep-konsep berdesa mulai ia kumpulkan. Ia berdiskusi dengan beberapa penggiat sosial, LSM, serta bertemu dengan kalangan akademisi demi menyusun konsep visi dan misi yang akan di paparkan pada saat hari pemilihan kepala desa.

***

SUASANA di dalam aula kantor desa mulai di padati masyarakat yang akan menyalurkan hak suara. Panitia pemilihan telah menyiapkan waktu bagi setiap calon untuk memaparkan visi dan misi mereka. Saya lebih jelas menyimak pemaparan visi dan misi dari calon kepala desa Suharman. Amhan mulai berbicara, ia sesekali berbicara dengan menggunakan bahasa Pancana (bahasa daerah) agar mudah di pahami oleh orang-orang tua di desanya. Pada visi misi yang ia paparkan, “Terwujudnya Desa Barangka Sebagai Desa yang Bersatu, Berdaya Saing, Serta Mandiri Menuju Kesejahteraan dan Kedamaian”. Kemudian Amhan menjelaskan misi yang akan di emban itu dibuat dalam lima bidang pendekatan. Bidang-bidang tersebut adalah pengembangan wilayah, ekonomi, sosial, budaya, pengembangan data dan Informasi, pengembangan Kelembagaan, dan pemberdayaan.

Kepala desa Barangka. Sumber: photo by yadilaode

Secara rinci ia menjelaskannya sebagai berikut: Pertama, pada misi Bidang Pengembangan Wilayah, adalah meningkatkan sarana dan prasarana sanitasi dan air bersih, meningkatakan sarana dan prasarana untuk mengembangkan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. Kedua, pada misi Bidang Ekonomi, adalah meningkatkan produktivitas usaha kecil menengah warga, meningkatkan keterampilan warga dalam pengelolaan pasca panen, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga tentang pemerliharaan rumput laut, meningkatkan pemasaran hasil produksi pertanian, perikanan, dan kelauatan. Ketiga, pada misi Bidang Agama, Sosial, Adat, dan Budaya, yaitu meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan keagamaan dan meningkatkan semangat gotong royong. Keempat, pada misi Bidang Pengembangan Data dan Informasi, yaitu tersedianya data dan informasi yang dapat digunakan untuk pembangunan desa, tersedianya data terkini tentang kondisi desa seperti monografi desa, profil desa, dan data lainnya yang berkaitan dengan desa. Kelima, pada misi Bidang Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan, yaitu meningkatkan pelayanan pemerintahan desa, meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan desa, dan meningkatkan kapasitas dan SDM melalui pemberdayaan.

Mimpi Suharman membangun desa yang telah ia tuangkan ke dalam visi dan misi mungkin belum sepenuhnya di pahami oleh masyarakat desa. Sebagian masyarakat menganggap ini hanya bagian rangkaian proses pemilihan, ini hanya formalitas pada tahapan pemilihan kepala desa. Tetapi tidak bagi Amhan, mimpi besar yang ia sudah buat dalam konsep visi misi itu adalah target dan program kerja kelak ia terpilih menjadi kepala desa. Visi dan misi itu menjadi jalur dari perjalanannya membawa desa Barangka hingga sampai pada tujuan yang sesungguhnya. Amhan harus membuktikan janji itu, ia harus merealisasikan agar tak menjadi janji kosong belaka.

***

PEMUNGUTAN suara akan di mulai, panitia pemilihan mulai membuka kotak suara dan melakukan perhitungan. Suasana tampak begitu tegang, masyarakat berkerumun memadati ruangan dan diluar ruangan aula kantor desa. Mereka tak sabar ingin mengetahui hasil dari perhitungan. Amhan tepat duduk ditengah dari empat kandidat lain, ia duduk berdasarkan nomor urut calon sebagaimana di surat suara. Sebelumnya para calon telah melakukan deklarasi dan bersepakat akan menerima apapun hasilnya dengan lapang dada dan menjadikan pemilihan kepala desa ini berakhir dengan damai. 

Satu per satu kertas suara diambil dari dalam kotak dan di hitung, sementara panitia yang lain menjumlahkan ke papan skor. Sebelumnya panitia telah menetapkan 856 orang wajib pilih, namun jumlah peserta yang datang memilih hanya sekitar 768 orang. Data wajib pilih itu di peroleh saat masyarakat desa belum banyak yang memilih merantau. Menurut Amhan, ketika musim mudik atau menjelang lebaran Idul Fitri jumlah masyarakat desa Barangka berkisar seribu lebih. Hanya karena banyak yang merantau ke Maluku dan Papua, jadi desa barangka tidak seramai pada saat lebaran. 

Kertas suara telah habis di baca, panitia pemilihan kembali memastikan dan memeriksa kotak suara, “Habis, silahkan saksikan bapak ibu, habis to?”. Semua mata tertuju pada kotak itu. Dengan berakhirnya perhitungan suara, sontak gemuruh suara dan tepuk tangan masyarakat menyambut kemenangan Amhan yang unggul dalam perhitungan suara. Total suara yang berhasil di kumpulkan Suharman yakni 243 suara dengan selisih 21 suara dari calon nomor urut dua yang menjadi rival terberatnya. Sementara suara calon-calon lain berada jauh dibawah mereka berdua. 

Gembira bercampur rasa haru, saya melihat seorang kakek berkopiah hitam lusuh duduk di sudut ruangan menyeka air mata. Kakek itu terharu atas kemenangan Amhan, seorang anak muda yang berani tampil dalam pemilihan kepala desa. Kemenangan penuh dramatis dalam pemilihan kepala desa kali ini. Melihat kemenangan itu, masyarakat ramai-ramai memboyong Amhan keluar dari ruangan. Sebelum Amhan keluar ruangan, para pesaingnya lebih dulu memberi ucapan selamat dan saling berpelukan. Mereka telah berkomitmen untuk menjaga sportivitas. Mereka telah menunjukkan kedewasaan berpolitik demi menjaga marwah demokrasi di desa Barangka. Tak ada yang saling menghasut, apalagi menghujat. Mereka saling menjaga persaudaraan dan kekeluargaan. Para pendukung yang menang tak jumawa, sama halnya mereka yang kalah, tak ada yang menghujat apalagi memancing keributan, sebagaimana yang sering terjadi pada pemillihan-pemilihan di level masyarakat kota dengan gaya berpolitik curang hingga berujung ricuh dan saling memusuhi. Tak henti-hentinya Amhan mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada seluruh masyarakat yang telah mensukseskan pemilihan hingga berjalan damai.

***

16 MARET 2015, anak muda itu memasuki sebuah ruangan dengan berpakaian rapih serba putih, sepatunya mengkilap, di sebelah dada kirinya tersemat atribut berlambang garuda, Amhan tengah bersiap menghadapi pelantikan bersama beberapa kepala desa lainnya di aula kantor Bupati Buton. Sang Bupati membacakan sumpah jabatan, Amhan berdiri tegap dan mengucap janji di bawah kitab suci. Hari itu Amhan resmi memerintah sebagai kepala desa Barangka periode 2015-2021. Di usianya yang terbilang muda, Amhan telah memikul tanggung jawab sebagai seorang pemimpin untuk desa. Bagi Amhan, itulah pilihan untuk keluar dari zona nyaman, pilihan untuk memikul tanggungjawab, serta bagaimana menjalankan amanah yang telah di percayakan oleh masyarakat. Bagi Amhan, kepemimpinan adalah seni. Seni dalam memimpin menjadi salah satu hal penting untuk menjalankan roda pemerintahan yang tidak kaku dan serba formal. 


Pesisir pantai desa barangka. Sumber: photo by yadilaode

Pasca pesta demokrasi pemilihan kepala desa, kehidupan di desa mulai berjalan seperti biasa. Nelayan dan petani rumput laut kembali beraktivitas di laut, sementara petani lainnya kembali ke sawah dan berkebun. Di pagi yang cerah itu, Amhan tengah bersiap ke kantor desa. Jajaran dan staf kantor sudah bersiap menanti kepala desa untuk memulai rapat. Pelayanan kantor desa pun mulai berjalan dengan normal. 

Hari-hari Amhan sebagai kepala desa memang perlu banyak dorongan serta motivasi, khususnya dari sang isteri tercinta Wa Ode Yuniarti. Sebab, pelayanan pemerintahan yang ia jalankan tak cukup dari dalam kantor desa, Amhan juga harus selalu siap menerima warga yang datang ke rumahnya untuk mendengar langsung setiap keluhan atau dengan urusan lain terkait administrasi. Berkat dorongan yang ia dapat dari keluarga serta kerabat, Amhan mampu merealisasikan beberapa program yang telah ia canangkan. 

Dua tahun menjabat kepala desa, Agustus 2016 Amhan terpilih sebagai Ketua Asosiasi Kepala Desa (DPC P-APDESI BUTON). Pelantikan langsung di hadiri oleh ketua Dewan Pembina DPP P-APDESI, Budiman Sudjatmiko, DPD P-APDESI Sulawesi Tenggara, serta seluruh kepala desa yang tergabung dalam P-APDESI Kabupaten Buton. Kali ini Amhan tak hanya di percaya memimpin desa, namun ia mampu mengkonsolidasikan para kepala desa melalui gagasan serta konsep-konsep berdesa di dalam asosiasi yang ia pimpin. Di hadapan para kepala desa, Amhan selalu memberi penguatan pemerintahan bagi setiap kepala desa, serta bagaimana penggunaan dana desa sesuai program dan transparan. Sebagaimana di asosiasi, di desa Barangka beberapa program yang telah ia realisasikan melaui APBDes Barangka 2017, antara lain: Jalan Usaha Tani sepanjang 1.700 meter, Talud 50 meter dan 1 unit Deuker, - Tribun Lapangan Sepak Bola, - Pembentukan BUMDes Kantalea Molagina, - Pembangunan Taman Kantor Desa, - Pemberian insentif untuk Guru PAUD dan Guru Mengaji, - Kegiatan Karang Taruna (kompetisi Sepak Bola Barangka Cup yang ke 17 tahun), - Pemberian operasional PKK, LPM, BPD, Majelis Taklim, - Pemberian insentif tokoh Adat, tokoh Agama, pengurus air minum dan RT, - Pembayaran Operasional Pemdes Barangka, - Pembayaran insentif Kader Posyandu, - Pembayaran insentif Dukun Terlatih dan Kader Posyandu, - Pemasangan Jaringan Internet Desa dan Web Desa Barangka. Adapun program yang belum terlaksana, akan di realisasikan pada tahap II.
  
***

TAK banyak pemuda seperti Suharman yang memutuskan kembali ke desa dengan niat ingin mengabdikan diri pada kampung halaman. Apa yang telah ia impikan sejak lama, tidak menguap begitu saja, ia telah gapai saat ini. Mimpinya tidak terlalu besar, pun tak penuh ambisi. Ia hanya ingin memegang kendali pemerintahan di desa lalu mengubah wajah desa melalui gagasan dan inovasi yang sudah ia susun. Desa sudah harus lebih maju dan mandiri, masyarakatnya harus sejahtera melalui kreativitas serta produktivitas ekonomi.


Suharman (Kades Barangka). Sumber: photo by yadilaode

Motivasinya kembali ke desa ia dapat ketika mendapat banyak ketidakadilan yang di alami masyarakat desa. Pemerintah desa terlalu rentan mendapat intervensi dari birokrasi di atasnya. Program-program tak sedikit yang terbengkalai karena anggaran desa banyak di sulap untuk kepentingan lain. Belum lagi, banyak ‘mafia’ masuk desa dengan berbagai motif agar turut merasakan dana desa. Mereka datang dari berbagai profesi dan lembaga dengan modus mengawasi dana desa. Mereka tahu, di desa tersimpan banyak duit. Desa seperti permen yang di kerumuni banyak semut, di serang dari berbagai sisi.
   
Begitulah hari-hari Suharman menjalankan roda pemerintahan, melayani setiap warga tak hanya dari ruang kantor desa. Tak sedikit waktu yang telah ia luangkan saat menerima panggilan warga dari pintu rumahnya. Ia harus menerima setiap keluhan dari warga yang mendapat masalah. Makanya, tidak sedikit kepala desa yang tak bertahan lama. Mereka meminta mundur, berhenti di tengah perjalanan dengan alasan tak sanggup memegang tanggungjawab sebagai kepala desa. Ada banyak orang tak tertarik kembali dan memerintah di desa. Modernisasi membawa mereka hingga ‘gengsi’ untuk kembali ke desa. Pilihannya? Adalah masuk ke kota lalu bertarung dalam setiap momen pemilihan legislatif atau pemilihan kepala daerah. Mungkin itu lebih bergengsi.
   
Suharman memilih untuk membangun kampung bersama beberapa anak muda yang telah ia kader jauh hari. Sementara pemuda lain di kampungnya memilih merantau ke negeri orang untuk mencari sesuap nasi. Amhan memilih bertahan di desa, sebab ia tahu, “Di desa inilah justru sumber daya alam itu bisa di manfaatkan untuk kegiatan ekonomi. Jika di kelola dengan baik, sumber daya alam yang berlimpah di desa Barangka bisa mensejahterakan masyakarat. Desa menyiapkan banyak lahan untuk kita kelola. Tentu semua untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa”, papar Amhan dalam sambutannya di hadapan masyarakat desa.

Mimpi Amhan membangun desa bukanlah angan-angan kosong, ia mampu mewujudkannya melalui usaha dan kerja keras. Ia telah mewakafkan diri untuk membangun desa. Programnya sungguh nyata ia wujudkan. Saya selalu mengikuti setiap perkembangan di desanya, saya pun sering berdiskusi dengannya. Mulai dari ia bermimpi ingin membangun desa, hingga mimpi itu menjadi kenyataan. Di awal ia bercerita tentang mimpi-mimpinya, saya pernah tulis kisahnya hingga tulisan itu ku ikutkan dalam kompetisi Blog. Alhamdulillah, tulisan itu menjadi inspirasi banyak orang, tulisan itu mendapat juara runner up pada lomba menulis Blog dua tahun silam (tulisan bisa anda lihat DI SINI). Semoga dari catatan sederhana ini, paling tidak bisa menjadi refleksi dari perjalanan pemerintahan desa Barangka yang di komandoi Suharman.   



Desa Barangka, Oktober 2017

Popular Posts