Wednesday, May 28, 2014

Pak Polisi Yang Baik Hati


HARI ini, mungkin saya salah satu orang yang paling beruntung. Bagaimana tidak, baru beberapa ratus meter kupacu kuda besiku dari rumah menuju kampus, tiba-tiba kudengar bunyi pluit,"preeet....preeeeet..."  tadinya kupikir itu wasit dari lapangan sepak bola. Tapi perkiraan saya meleset jauh, ia datang menghampiriku, wajahnya tampak serius.

"Hey... Kamu..
saya?" Jawabku.
iya kamu"... 
"Bagaimana pak ada yang bisa saya bantu?", jawabku dengan santai agar ketakutanku tak menghantui.  
"Mana kaca spionmu?"
"Aduuh....saya lupa pak, eh.. anu..hilang, dicuri mungkin.."alasanku sangat membingungkan, pantas saja pak polisi langsung mencabut kunci motor yang masih menggantung dimotorku.
"Ayo ikut kepos jaga.." jawab sangar pak polisi.
Sesampainya dipos penjagaan, saya ditanya soal kelengkapan motor.
“Maaf pak motor saya memang kondisinya seperti ini” Jawabku singkat saja.
“Aduuh... tolong lah kaca spion kamu dipasang yah... tidak enak rasanya dengan pengendara lain, aturan kita harus tegakkan, kita harus tertib berlalu lintas”  kata polisi itu. Ia langsung memberikan kunci motorku yang sempat dirampas tadi. 
”Siap pak, akan saya lengkapi motor saya, trimakasih..”. Tanpa panjang lebar, saya langsung angkat kaki dari hadapan polisi itu. 

Motorku yang tadinya berada diantara motor lain yang ditahan, kini bisa lolos dari kumpulan motor-motor itu. Maklumlah, motorku tak orisinil lagi, body nya sudah kuganti dengan warna lain, umurnya sudah memasuki enam tahun lamanya. Akhir-akhir ini saya mulai tak merawatnya lagi, oli mesinnya pun hampir tiga bulan tak kuganti, begitulah...

Saya hampir tidak bisa membayangkan, jika saja tadi motorku ditahan pak polisi, pasti akan rumit urusannya dan sayapun "galau", sebab dari motor itulah langkah saya menjadi panjang, satu-satunya aset saya yang banyak membantu hingga lulus kuliah. Bisa dibayangkan jika kita sedang asik berkendara dan tiba-tiba dihentikan oleh polisi, pastinya kamu akan marah, tapi itulah tugas sang pengatur lalu lintas, mereka tak boleh disalahkan. Para pengendara kerap ber alibi jika pak polisi kerjanya hanya menilang dan meminta sejumlah uang, mestinya kita bisa mengkoresi diri dalam berlalu lintas, apakah kendaraan kita utuh dan layak berada diatas jalan raya? Terlepas dari itu semua, pelajaran hari ini tentu sangatlah bermakna. Pak Polisi juga itu manusia biasa, mereka berkerja siang dan malam untuk mengatur lalu lintas jalan raya. Bayangkan kalau tak ada polisi, mungkin saja para pemilik mobil dan motor seenaknya saja lewat dan main sambar. Fakta lain adalah traffic light atau lampu lalu lintas, para pengendara selalu saja melanggar, entah mereka buta warna atau sengaja menerobos karena alasan lama menunggu. Inilah budaya kita dalam berlalu lintas yang harus kita buang jauh-jauh.

Beberapa hari ini, polisi lalu lintas terus menggelar sosialisasi helm masker, tujuannya adalah agar masyarakat paham bahwa pentingnya menggunakan helm berstrandar nasional itu. Beberapa pengendara yang tergabung dalam persatuan ojek menggelar unjuk rasa sebagai bentuk protes atas kebijakan penggunaan helm standar ganda untuk para penumpang. Mereka menolak jika yang diboncenginya juga harus memakai helm masker. 

eh... malasku. Masa kita punya penumpang juga mau dikasih pake helm besar, kalau kita mau beli padahal mahalnya mi, sebenarnya kita mau,  tapi kecuali dikasi  gratis itu helm”, Cetus La Uka salah seorang tukang ojek senior yang cukup lama dinas dijalan raya.

Memang ini berat bagi para tukang ojek dengan berpenghasilan rendah, jika aturan itu diberlakukan, pastinya mereka harus membeli dengan harga yang cukup mahal. Bagiku, seharusnya pemerintah bisa memikirkan nasib para tukang ojek ini. Setahu saya, jika didaerah lain ada pembagian helm standar ini secara cuma-cuma kepada para tukang ojek sebagai bentuk kenyamanan dalam berkendara, mengingat angka kematian cukup tinggi diatas jalan raya. Salah satu penyebabnya ketika para pengendara roda dua tak menggunakan helm yang berstandar.

Di kota kecil seperti Kota Baubau ujung tenggara pulau Sulawesi, jumlah kendaraan roda dua sangatlah banyak. Bisa dibayangkan hampir setiap dealer motor bisa mengeluarkan 3 sampai 6 motor untuk setiap harinya jika dikali dalam sebulan maka bisa mencapai rata-rata 180 motor ditambah lagi jumlah dealer motor yang mulai menjamur dikota ini. Kata seorang teman yang berkerja disebuah dealer motor, biasanya dalam sebulan ada sekitar 500 motor baru yang terjual dari semua dealer motor. Salah satu penyebabnya adalah para konsumen tertarik dengan proses pembiayaan, sebab dengan uang muka 500 ribu saja mereka sudah bisa memiliki motor. Pantas saja, dahulu kota ini sering dijuluki sebagai kota seribu Ojek. 

Salah satu pekerjaan yang dianggap layak oleh warga baubau sebagai pekerjaan alternatif untuk mencari nafkah, banyak dari mereka adalah lulusan sarjana yang tak bernasib baik untuk berkerja di salah satu perkantoran, apalagi sempitnya lapangan pekerjaan dikota ini. Para tukang ojek sering mengalami kecelakaan yang tak diduga, banyak dari mereka meninggal dalam kedinasan, ironinya pemerintah seolah buta dengan kehidupan rakyatnya. Pekerjaan mengojek itu nyawa taruhannya. Siapapun capres dan cawapres terpilih nantinya harus memikirkan nasib para tukang ojek.

Hidup Ojek!!!
Baubau, 28 Mei 2014

Tuesday, May 27, 2014

Membangun Desa Untuk Negeri



Salah satu kebijakan pemerintah pusat setelah diberlakukannya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa dan dua Peraturan Pemerintah (PP) untuk penjabaran Undang-Undang tersebut adalah seluruh desa di Indonesia menerima kucuran dana transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ada sekitar 72 ribu desa diseluruh indonesia yang bakal mendapatkan dana itu, menurut Pak Gamawan selaku Menteri Dalam Negeri, anggaran tersebut akan diberikan ke masing-masing desa tergantung pada kondisi desa sebab akan disesuaikan dengan luas desa, jumlah penduduk, dan tingkat kebutuhan hidup desa untuk setiap tahunnya.

Di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, 211 desa dari 21 kecamatan bakal mendapatkan kucuran dana itu, masing-masing desa akan mengelola dana tersebut untuk kebutuhannya selama satu tahun. Mungkin ada yang berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang masih memiliki desa dalam satu cakupan wilayah kota atau kabupaten. Di kabupaten Buton, pemerintah setempat berkerjasama dengan lembaga Non Pemerintah (NGO) membentuk semacam kelompok pemuda yang didominasi oleh mahasiswa. Kelompok itu dibentuk untuk mendampingi para kepala desa dalam pengelolaan keuangan didesa, mereka kerap disebut sebagai Volunteer yang secara sukarela membantu tugas-tugas kepala desa mulai tahap perencanaan, realisasi program, sampai pada tahap pelaporan.

Dua bulan sebelum para Volunteer ini terjun ke masyarakat desa, mereka dibekali dengan ilmu dan pengetahuan agar mengetahui bagaimana cara mengelola keuangan didesa. Mereka sangat antusias, ada banyak manusia-manusia dikota yang tak paham bagaimana kehidupan masyarakat desa, dari sinilah mereka belajar tentang arti dari kehidupan masyarakat desa yang hidup dipelosok. Selama pelatihan, para Volunteer dilatih untuk bisa memahami betapa pentingnya proses penganggaran pada setiap program yang dicanangkan oleh pemerintah desa, sebab dari situlah kebijakan pembangunan dan majunya suatu desa ditentukan. Bagi saya, ini menjadi pengalaman baru buat mahasiswa-mahasiswa yang berada di Bumi Anoa, selain menjalankan tugas dari Tridharma Perguruan Tinggi mereka juga bisa merasakan langsung setiap denyut nadi masyarakat desa.
Sumber: Anak Bajo Sedang Santai
Sumber: Seorang Ibu di Desa Bajo
Kehidupan masyarakat desa tak lepas dari masyarakat kota begitupun sebaliknya, dua sisi kehidupan masyarakat ini saling ketergantungan, disatu sisi masyarakat desa bergantung dengan masyarakat kota dan di lain sisi masyarakat kota juga membutuhkan hasil jerih payah masyarakat desa. Tapi tak sedikit masyarakat kota selalu beranggapan bahwa di desa itu tampak kumuh, ‘kampungan’, dan bodoh. Masyarakat kota sering menyepelehkan masyarakat desa, padahal mereka tak sadar jika isi perut dari apa yang mereka makan selama ini adalah hasil dari tanam dan tangkapan masyarakat desa. Masyarakat desa sangat menyatu dengan alam, mereka sangat mensyukuri nikmat dari sang Pencipta yang sudah menyediakan lahan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, sangat jauh berbeda dengan prilaku masyarakat kota yang gemar merusak hutan, mereka menebang pohon yang sudah ditanami oleh warga bertahun-tahun lamanya, mereka menggali lubang besar (tambang) untuk mendapatkan keuntungan pihak asing  dan mengabaikan dampak dari kerusakan alam itu. 

Sumber: Penghuni Pasir Desa Batubanawa

Kita sebenarnya lupa dengan perjuangan masyarakat desa selama ini, bahwa tanpa sebuah kampung yang bernama desa itu maka masyarakat modern yang bermukim di kota tak ada sama sekali. Kita mesti bangga kepada mereka, bahwa dari desa lahir seorang anak kampung yang kini duduk dikursi birokrasi, dari mereka, ada yang kini menjadi guru besar disalah satu perguruan tinggi dan yang paling penting adalah peradaban itu dimulai dari desa.       
     
  Baubau, 27 Mei 2014

Monday, May 5, 2014

Setumpuk Harapan Di Ujung Pena, “Kuliah ala Hamidin”


Ditengah situasi yang sulit, Hamidin lelaki kelahiran Kolaka Sulawesi Tenggara 09 Desember 1988 ini menjalani hari-harinya dengan penuh tantangan dan cobaan, hebatnya ia sangat mensyukuri segala sesuatu yang ia dapat. Dalam hidupnya, ia tak pernah mengenal kata putus asa, sampai-sampai ia harus mengulangi dua kali Ujian Nasional karena tak lulus-lulus. Semangatnya tak pernah padam, ia kembali mengikuti ujian dengan mengambil ujian paket. Setelah dinyatakan lulus, ia kembali melawan kerasnya hidup ditengah situasi yang semakin sulit.
Hamidin Usai Wisuda
Semenjak kepergian ibunya, Hamidin yang saat itu masih duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) harus tegar diusianya masih sangat muda. Masa-masa sulit mulai dilewati hamidin, setumpuk harapan untuk membalas jasa sang ibu kandas di saat ia masih remaja. Hamidin adalah anak ke empat dari lima bersaudara, adiknya masih kecil, tanggung jawab hamidin adalah bagaimana menyekolahkan adiknya hingga lulus sekolah. 

Kehidupan terus berlanjut, hamidin kembali mendapat cobaan. Semenjak ditinggal sang ibu, ayahnya mulai sakit-sakitan. Ayah hamidin adalah sosok yang sangat tegar, semenjak kepergian istrinya, ia mulai menjalani hari-harinya dengan seorang diri. Kelima anaknya memang sedang ber sekolah diluar kota Kolaka. Hamidin yang saat itu sudah lulus SMP, akan melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Aliah Negeri (MAN) Kota Kendari, sementara ketiga kakaknya juga melanjutkan studi pada salah satu perguruan tinggi di Kota yang sama dengan hamidin bersekolah. Memang itu adalah motivasi sang ayah yang mendorong anak-anaknya untuk tetap lanjut sekolah. Ayah Hamidin hanyalah seorang pensiunan disalah satu perusahan ternama di Kota Kolaka, sementara almarhum ibunya hanyalah ibu rumah tangga. Itulah motivasi sang ayah yang kerap disampaikan ke anak-anaknya, suatu saat nanti anak-anaknya akan menjadi orang-orang yang berhasil yang dekat dengan ilmu pengetahuan.

Ditahun 2004 silam saat setelah ia ditinggal pergi ibunya, Hamidin diperhadapkan dalam situasi yang sulit. Ia mendapat kabar kalau ayahnya telah menghadap sang khalik, ia kembali terpukul. Cobaan kembali melandanya, hamidin merasa sangat kehilangan. Belum lama ia ditinggal ibunya, kini ayah yang menjadi panutan harus pergi menghadap yang maha kuasa, pergi untuk selama-lamanya. Ayahnya meninggal di tahun 2007 lalu. Kehidupan yang dialami hamidin memanglah tak mudah, ia jauh dari kehidupan kebanyakan orang lain yang masih merasakan hangatnya suasana didalam keluarga. Hamidin yang saat itu duduk dibangku sekolah menengah atas, menjadi tak fokus mengikuti mata pelajaran yang ia terima saat disekolah.

Hamidin mempunyai sejuta harapan, ia berencana melanjutkan studinya di jenjang yang lebih tinggi lagi. Rencananya ia mau kuliah, sama dengan teman-teman lainnya. Tapi kenyataan itu masih jauh dari harapan, ditengah situasi yang sulit ia belum bisa bersama-sama kawan lainnya untuk melanjutkan studi. Saat itu, kedua kakaknya sudah berumah tangga sementara adiknya tinggal bersama pamannya untuk melanjutkan sekolah menengah atas disana, ia harus berkerja kesana kemari untuk menyambung hidup. Tak peduli pekerjaan seperti apa yang akan ia lakukan selagi itu halal.            

Melihat peluang kerja dikota itu sangat susah, seorang teman mengajaknya untuk datang ke Kota seribu benteng. Harapannya, di Kota itu ia akan mendapatkan pekerjaan dan kehidupan baru yang menjanjikan. Setibanya di Kota Baubau, ia tinggal bersama teman semasa SMA nya dulu. Namun tidak berapa lama ia tinggal bersamanya, Hamidin yang saat itu pendatang baru harus mencari tempat hunian. Ia menawarkan diri untuk berkerja pada salah satu pengetikan komputer dan akhirnya ia diterima ditempat itu. Hamidin sangat mensyukuri saat ia diterima untuk berkerja sebagai juru ketik, apalagi makan dan tempat tinggal disedikan oleh pemilik usaha rental komputer itu.

Kehidupan baru ia mulai dari tempat itu, setahun sudah hamidin berkerja sebagai juru ketik, sampai akhirnya ia sadar, kalau ia sudah melewatkan cita-citanya dulu, ia terbangun dari mimpi-mimpinya dan akhirnya sadar jika beberapa tahun lalu ia mempunyai cita-cita untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Setelah beberapa hari menimbang-nimbang keinginannya, akhirnya ia memberanikan diri untuk berbicara dengan bos tempat ia berkerja. Permintaannya direspon baik oleh sang bos, hamidin sangat senang mendengarnya. Ia diberi ruang untuk kuliah, biaya pendaftaran masuk kuliah akan dibayarkan oleh bos dengan catatan gaji hamidin akan dipangkas setiap bulannya. Gaji hamidin tidaklah banyak, untuk pembayaran iuran semester memanglah tak cukup. Itulah sebabnya hamidin mencari sampingan lain untuk menutupi pembayaran iuran semester. Ia tak menyangka, sebab di tengah situasi yang begitu sulit ia bisa menjawab setumpuk harapan yang telah lama ia pendam. Cita-citanya untuk kuliah sudah lama ia impikan.

Dua tahun berlalu, ia sudah merasakan bagaimana menjadi seorang mahasiswa didalam kampus yang sudah menguras banyak isi dompetnya. Saat itu hamidin sudah tak lagi berkerja di rental pengetikan tempat biasa, hamidin menghabiskan hari-harinya di depan monitor komputer dengan lembar-lembar kertasnya. Ia meminta untuk berhenti berkerja ditempat itu, sebab ia mendapat sedikit kesalah pahaman antara sang bos dan dia. Konon, sang bos saat itu menegur hamidin karena ia sengaja menumpahkan botol tinta print hingga sang bos beralasan jika hamidin sudah tak senang berkerja menjadi bawahannya. Padahal hamidin tak menyenggol atau bahkan sengaja menumpah cairan tinta itu. Tanpa panjang lebar, hamidin yang lagi dilanda banyak masalah memutuskan untuk pamit dari tempat ia biasa berkerja. Ia kembali menjalani hari-harinya dengan pindah dari rumah ke rumah, saat itu adalah masa-masa sulitnya sebab ia diharuskan untuk menyelesaikan iuran semester karena sebentar lagi menghadapi ujian semester. Semenjak ia tak berkerja lagi, keuangan hamidin tak mencukupi lagi untuk membayar iuran semester. Ia hampir putus asa dan tak melanjutkan lagi kuliahnya. Hamidin coba menghubungi kakak-kakannya yang saat itu berada di kendari, namun jawabannya pun sama. Kakaknya tak bisa memenuhi permintaan dari hamidin, sebab kondisi ekonomi kakak hamidin masih berada pada jalur yang sama dengan kondisi ekonomi hamidin saat ini.

Tak berapa lama, hamidin diterima lagi pada salah satu jasa foto copy, tempatnya tak jauh dari kampus tempat ia kuliah. Hamidin dipercayakan kembali untuk mengurusi ketik-mengetik. Dari penghasilannya, akhirnya ia bisa menutupi iuran semester dan kembali melanjutkan studinya. Ia sangat bersyukur bisa mengikuti ujian semester dan melanjutkan kuliahnya sampai akhirnya ia mendapatkan beasiswa dari kampus bagi mahasiswa yang kurang mampu. Ia sangat berterima kasih kepada kampus yang masih mau membantu setiap mahasiswa yang bersungguh-sungguh untuk mengenyam pendidikan.

April 2014, malam itu hamidin baru saja mengikuti proses yudisium. Itu berarti, hamidin sudah menyelesaikan semua mata kuliah dari proses perkuliahan selama ini dan dinyatakan memenuhi syarat yang selanjutnya dikukuhkan sebagai seorang sarjana. Ia tak menyangka kalau sudah berada pada titik dimana ia sejak lama menantikan momen seperti ini. Hamidin sudah membuktikan kepada mahasiswa-masiswa lain, jika tak ada kata putus asa, doa dan usahanya selama ini dijawab dengan gelar kesarjanaannya. Jelang ia akan di wisuda, hamidin berencana akan mengundang sang kakak untuk mendampinginya di wisuda nanti. Saat itu ia sudah menghubungi kakaknya yang berada di Kota Kendari dan sang kakak pun akan datang. Ini kali pertamanya sang kakak datang mengunjungi hamidin, padahal semenjak beberapa tahun hamidin tinggal di Baubau tak ada seorang pun keluarga ataupun kakaknya yang mengunjunginya. Ia hanya bersua lewat telepon saja.


Saat dinantikanpun tiba, hamidin mengenakan baju toga dan duduk berada dikerumunan alumnus lainnya sementara sang kakak duduk bersama tamu undangan. Ditengah suasana haru, hamidin hanya ditemani oleh kakaknya. Kini, giliran hamidin untuk menaiki podium tempat berkumpulnya para bejabat dan petinggi kampus. Rektor berada pada barisan terdepan dan dikawal oleh para wakil-wakilnya, setiap saat ia harus memindahkan tali topi toga dan berjabat tangan kepada mereka yang baru saja dilantik. Hamidin adalah satu diantara ribuan alumni yang mengikuti proses wisuda hari itu, ada banyak orang yang sudah berada pada titik klimaks kebahagiaan dan mendapatkan gelar kesarjanaan, tapi tak banyak orang seperti hamidin yang susah payah menaiki puncak yang penuh dengan rintangan dan cobaan untuk menyelesaikan kuliah di era serba mahal ini. Dengan satu keyakinan dan usaha yang kuat ia bisa menjawab mimpi-mimpinya yang nyaris patah.







Baubau, 28 April 2014

Popular Posts