Thursday, January 29, 2015

Ketika Dokter Menjadi Monster

BAGAIMANA jadinya, ketika seseorang yang sedang dijatuhi sakit dan membutuhkan perawatan medis rumah sakit hanya di biarkan saja tanpa ada penanganan serius dari sang dokter?, atau tiba-tiba saja pihak rumah sakit menyampaikan kalau ruangan telah penuh dan sang dokter sedang tidak berkerja? Sementara kalau di lihat, masih ada beberapa ruangan kosong di dalam sana dan melihat para dokter itu sibuk berkerja di klinik pribadi masing-masing. Tentu, nasib yang menimpa pasien-pasien miskin ini jauh dari pelayanan yang sebenarnya. Mereka tidak dapat merasakan pelayanan yang adil dari rumah sakit. Bahkan, perlakuan kasar kerap mereka tujukan kepada pasien-pasien miskin. Entah, mungkin saja setiap pasien miskin rumah sakit itu melihat dokter layaknya seorang monster yang justru menjadi ancaman dan menjadi takut setiap kali mereka hendak berkonsultasi, atau mungkin saja mereka memilih pengobatan alternatif ketimbang harus mengeluarkan banyak biaya untuk kerumah sakit dan bertemu monster-monster jahat itu. 
Saya pun melihatnya demikian. 

***

SAAT itu, beberapa media nasional dan lokal menayangkan pemberitaan soal seorang pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau yang di simpan di kamar mayat. Pasien itu bernama La Ode Halimu (60), lelaki renta asal Desa Wakangka Kapuntori Kabupaten Buton yang mengidap penyakit diabetes. Kakinya luka parah dan terus mengeluarkan banyak darah, namun anehnya ia hanya di beri obat luar dan dililit perban saja. Lelaki itu terbaring kesakitan dan tak berdaya di depan pintu masuk kamar mayat rumah sakit. 

Sumber: Ilustrasi Monster (wikipedia.org)
Dari pemberitaan yang ada, pihak rumah sakit sengaja menyimpan pasiennya di ruangan itu dengan alasan kamar rawat inap telah penuh. Apalagi pihak rumah sakit menganggap pasien tersebut mengalami gangguan jiwa. Tentu, pernyataan pihak rumah sakit bahwa ruangan penuh sungguh adalah sebuah alasan agar La Ode Halimu tak di rawat di dalam kamar inap layaknya pasien lain. Herannya, ketika di tanya oleh awak media soal keberadaan pasien tersebut, pihak rumah sakit melalui Humas mengatakan kalau pasien itu mengalami gangguan jiwa dan tak tahu soal penyakit sebenarnya yang dialami La Ode Halimu. Pihak rumah sakit meminta kepada media yang meliput untuk tidak membuka masalah ini lebih jauh. Ini memang ironi, di tengah kebebasan pers dan keterbukaan publik. Masih saja ada yang mencoba menyembunyikan keburukan pelayanan kepada masyarakat.

Sudah beberapa hari ia terbaring di depan pintu kamar mayat, namun tak ada satupun keluarga yang datang menjenguknya. Menurut salah satu sumber, sebelumnya ia di temukan oleh seseorang dengan kondisi memprihatinkan. Ia adalah Lurah di wilayah itu. Sebelumnya, ia hanya berkoordinasi dengan pihak Dinas Sosial dan meminta petunjuk untuk di lakukan penanganan terhadap La Ode Halimu. Pihak Dinas Sosial memang mengantarnya sampai ke rumah sakit, tetapi mereka hanya menyimpannya lalu pergi meninggalkan begitu saja. Hari pertama saat di rumah sakit, La Ode Halimu memang di rawat dalam ruang inap hingga akhirnya di pindahkan karena di anggap gila dan mengganggu kenyamanan pasien lain. Ia disimpan di atas teras ruangan kamar mayat. Sontak, kabar itu memicu reaksi banyak pihak dan mempertanyakan standar pelayanan rumah sakit. Saya hampir tak menyangka, begitu teganya petugas medis memperlakukan pasiennya dengan tak manusiawi. Seseorang yang sedang sakit dan membutuhkan bantuan dari jasa dokter justru di biarkan terlantar begitu saja. 

Keesokan harinya, saya mencoba mengunjungi rumah sakit tempat La Ode Malihu konon dirawat. Di balik kemewahan nya, hanya ada cerita buruk dari pelayanan rumah sakit. Pantas saja, ada banyak orang yang memilih untuk berobat secara tradisional. Apalagi biaya obat-obatan yang harganya sangat mahal. Catatan buruk dari pelayanan rumah sakit juga pernah terjadi beberapa tahun silam. Misalnya pada kasus yang menimpa Suparman bin Sairun alias Mbah Edi (63) yang dibuang dari rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandar Lampung dengan alasan yang tidak jelas. Saat itu kondisinya sangat memprihatinkan. Lalu pada satu kasus yang pernah dialami oleh pasien di RSUD kota Baubau tahun 2009 lalu. Seorang ibu hamil yang hendak melahirkan menjadi salah satu pasien rawat inap rumah sakit. Setelah bebarapa hari dirawat diruang bersalin, ibu itu akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki. Namun sayangnya kebahagiaan itu tidak langsung mereka rasakan setelah petugas memberikan nota tagihan atas biaya yang harus diselesaikan selama berada dirumah sakit. Melihat total dari biaya melahirkan, harga obat dan nginap. Sontak, ibu yang belum lama melahirkan itu bingung dengan jumlah yang melangit. Niat sang ibu untuk membawa pulang buah hatinya terhenti karena harus melunasi ongkos rumah sakit. Moh. Chalik nama si bayi mungil itu, terpaksa ia harus bertahan didalam tabung bayi ruang persalinan dan terpisah dari ibunya untuk sementara waktu.

Keluarga Moh.Chalik memang tergolong warga yang kurang mampu sehingga biaya rumah sakit tak mampu mereka bayar, pihak rumah sakit waktu itu sengaja menahan bayi dari ibu Moh.Chalik sebagai jaminan agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya. Ayah Moh. Chalik hanyalah tukang ojek yang bermodalkan motor rekannya, pekerjaannya menjadi tukang ojek dengan berpenghasilan rendah sedangkan isterinya tak mempunyai pekerjaan tetap. Kehidupan keluarga Moh. Chalik memang serba kekurangan, mungkin kebahagiaan mereka peroleh hanya saat setelah bayi mungil pertama yang dilahirkannya sehat dan selamat, bayi yang seharusnya mendapat kehangatan dari pelukan sang ibu, saat itu harus terpisah dari ibunya. Bayi itu terpaksa harus dipisahkan karena dikhawatirkan akan dibawa pulang, bayinya menjadi jaminan atas biaya persalinan. Andai saja bayi mungil itu mengetahui kalau dirinya menjadi jaminan atas biaya rumah sakit, mungkin saja dia memilih untuk tidak lahir ditempat itu. 

***

SAAT itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Baubau menjadi pendamping keluarga Moh. Chalik dan langsung melakukan investigasi. Dari keterangan yang diperoleh, benar mereka menjadi "tawanan" dari pihak rumah sakit. “kita belum bisa pulang, kecuali kita kasih lunas dulu biaya persalinan ditambah biaya nginap disini, bisa kita pulang tapi anakku dititip dulu”, kata sang ibu. Mendengar pernyataan itu, LBH Baubau langsung melakukan upaya mediasi bersama pihak rumah sakit. Dari proses mediasi, pihak rumah sakit membenarkan jika si pasien memang tak sanggup untuk menebus biaya administrasi persalinan selama berada disini, "olehnya itu kita tahan dulu bayinya", kata sang dokter.

Sumber: kangagung.blogdetik.com
Mendengar jawaban itu, LBH Baubau sangat menyayangkan kebijakan rumah sakit yang tak memberi toleransi waktu bagi si pasien agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya, LBH Baubau mengambil inisiatif dengan melakukan penggalangan dana yang di kumpulkan dari masyarakat untuk membantu biaya persalinan keluarga Moh.Chalik. Penggalangan dana itu dilakukan beberapa hari untuk mencukupi biaya persalinan ibu Moh.Chalik dan berkat bantuan masyarakat. Hasil yang didapat cukup untuk membebaskan bayi mungil Moh. Chalik dari "penyanderaan" pihak rumah sakit. Langkah ini diambil sebagai bentuk keprihatinan kita atas warga miskin yang tak mampu membayar ongkos rumah sakit.

Kejadian yang menimpa Suparman bin Sairun alias Mbah Edi, pasien yang dibuang dari rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) di Bandar Lampung, Keluarga Moh. Chalik yang disandra oleh pihak rumah sakit, Ainal, bayi penderita gizi buruk, dan La Ode Halimu seorang kakek yang disimpan di depan kamar mayat RSUD Kota Baubau adalah sedikit dari banyaknya persoalan pelayanan rumah sakit yang tak memberi ruang bagi warga miskin untuk berobat. Benar apa yang pernah di katakan Eko Prasetyo dalam bukunya “Orang Miskin Dilarang Sakit”. Rumah sakit lebih mengutamakan pasien yang mempunyai kapital lalu mengabaikan hak orang miskin dalam menerima pelayanan kesehatan. Bukankah negara sudah menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan kesehatan yang layak.



Baubau, 29 Januari 2015

Sunday, January 25, 2015

Mencari Hiburan Lewat Menulis

Sumber: Foto Yadi La Ode
JIKA dahulu ada banyak tempat dan cara untuk menyenangkan diri lewat hiburan ke tempat-tempat mewah, namun kali ini saya sudah terbiasa mencari hiburan lewat kegiatan tulis-menulis dan terhibur dari sebuah karya. Banyak cara agar kita mendapatkan sesuatu dan itu bisa membuat kita akan terhibur dan menjadi senang. Misalnya, dengan cara kita bercerita lewat tulisan-tulisan sederhana ini.

***

BEBERAPA bulan lalu seorang senior yang kini sedang menjalani studinya di salah satu kampus ternama di Bogor memintaku untuk mengirimkan tulisan tentang pariwisata di Wakatobi. Selain aktif sebagai seorang peneliti dan juga penulis, kini ia bersama beberapa rekannya membentuk semacam komunitas yang di kenal dengan Rumah Kita Wakatobi. Singkatnya adalah komunitas itu di bentuk sebagai sarana informasi dan mempromosikan pariwisata pulau Wakatobi. Salah satu karya yang telah mereka kerjakan adalah membuat sebuah buku yang menceritakan tentang keindahan pantai, laut, dan terumbu karang pulau Wakatobi. Senang rasanya, ketika di minta untuk berpartisipasi dalam penyusunan buku mereka. Apalagi ketika tulisan saya masuk dalam halaman buku itu dan berada bersama tulisan-tulisan kawan lain komunitas.

Tentu, semua itu berangkat dari sebuah keinginan untuk mencari sesuatu hal yang baru. Kuanggap, cara itulah membuat saya merasa terhibur selama ini. Tentu semua itu tak hanya sekedar mencari gelar dan nama. Namun, apa yang ku lakukan adalah untuk mencari format baru di dalam hidup ini. Sekian banyak manusia yang kini merasa hidupnya telah bahagia dengan mengumpulkan banyak harta. Bagi saya, kehidupan tak sekedar dengan bersaing untuk mencari sebanyak-banyaknya materi, pangkat, harta dan jabatan. Kita tak cukup mencari dan menyimpan banyak tumpukan lembar-lembar kertas berharga itu. Kenapa kita tidak membuat dan meninggalkan tumpukan cerita yang di gores dalam sebuah tulisan bermakna dan nantinya akan menjadi lentera bagi siapa saja yang melewati ruang-ruang gelap sisi kehidupan ini. 

Menjadikan kegiatan menulis sebagai arena hiburan bagi saya adalah hal baru dan butuh penyesuaian serta konsentrasi yang cukup. Disatu sisi modernitas menghadirkan banyak ruang dan dengan mudah kita mendapatkan banyak media hiburan, namun di sisi lain kita kerap mengabaikan hal-hal kecil namun itu bernilai dan mendatangkan banyak manfaat. Kita lupa dengan kebiasaan lama, di saat kita di perkenalkan dengan alat tulis dan bagaimana cara merangkai huruf-huruf itu menjadi sebuah kalimat. Kita telah di suguhi dengan hal-hal baru dan banyaknya tayangan tentang masalah yang kini melilit anak bangsa. Tetapi, kenapa semua harus diam dan membiarkan itu terjadi. Kenapa kesewenang-wenangan itu terjadi lalu mengabaikan keadilan, dimana agen-agen pembaharu yang intelektual itu? apakah idealis itu hanya simbol? Tentu ini tak bisa di katakan budaya kita, sebab sejak kecil kita telah di latih dan di ajarkan banyak hal tentang pentingnya membaca dan menulis. Sayangnya, kebiasaan itu hanya subur di waktu kecil dulu dan layu sebelum berkembang.

Sumber: Buku Wakatobi
Selalu saja ada hal-hal yang bisa membawa suasana hati ini menjadi riang. Suasana itu terjadi ketika sekumpulan ide mulai tertampung dan siap di tumpahkan ke dalam sebuah tulisan. Saat itu pun saya bisa kemana saja tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun. Bahkan saya bisa kembali berkunjung ke tempat yang dulu pernah ku kunjungi. Misalnya saat ke Pulau Hoga Wakatobi beberapa tahun silam. Lewat hiburan ini, saya kembali merasakan teriknya mentari di atas pasir putih pulau Hoga, berenang bersama sekumpulan anak-anak suku bajo, atau merasakan langsung keramahan masyarakat sekitar saat menjamu siapa saja yang berkunjung di pulau Wakatobi. Tentu lewat hiburan ini, saya mengeksplorasi banyak hal tentang apa yang ku lihat dan ku dapatkan selama ini. Semua akan ku simpan dalam setiap catatan dan akan tersimpan sampai kapan pun.


Baubau, 25 Januari 2015

Friday, January 23, 2015

Babak Baru Perseteruan KPK dan Polri, Episode 3 Cicak Vs Buaya

Sumber: Bambang Widjajanto Saat di Tahan oleh Bareskrim Mabes Polri pagi tadi (sumber:rimanews)

SULIT memang untuk tidak mengaitkan kalau ada perseteruan serius antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri. Penangkapan Bambang Widjojanto selaku wakil ketua KPK oleh jajaran POLRI adalah gambaran jika kedua institusi ini kembali pecah. Sebab, selang waktu yang tidak begitu lama KPK lebih dulu menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan kepemilikan rekening gendut. Polri kembali menangkap dan menetapkan salah seorang pimpinan KPK sebagai tersangka kasus pemberian keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 silam. Keterangan itu terkait dengan Pemilu kepala daerah Kabupaten Waringin Barat Kalimantan Tengah yang saat itu Bambang Widjojanto menjadi penasehat hukum. Memang, perang kedua institusi penegak hukum ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu yang saat itu di kenal dengan istilah Cicak versus Buaya. Mungkinkah perseteruan antara Cicak VS Buaya lebih heboh dari perseteruan di babak pertama dan kedua? Kita nantikan di babak yang ketiga ini, perseteruan antara KPK dan Polri.

***

HARI Jum’at, di kenal dengan istilah “Jum’at Keramat” untuk menandai hari penting bagi para koruptor yang di panggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, di hari Jum’at, Komisi Pemberantasan Korupsi kerap menahan para tersangka kasus korupsi. Namun berbeda di hari ini, Jumat pagi tadi salah seorang pimpinan KPK Bambang Widjojanto justru di tahan oleh Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pemberian keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 lalu namun kasusnya baru di laporkan pada Januari 2015 saat ini. Bambang Widjojanto awalnya adalah seorang pengacara yang pernah memimpin Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan juga pendiri Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) bersama almarhum munir.

Terlepas dari perseturuan terkini yang makin memanas, sebenarnya kedua penegak institusi penegak hukum itu mempunyai ikatan yang sangat kuat. Sebab, ada banyak anggota penyidik di KPK adalah anggota Polri yang di tugaskan membantu KPK. Jadi KPK adalah bagian dari lembaga penegak hukum yang memiliki ikatan erat dengan Polri. Pada titik ini nampak KPK memiliki tingkat ketergantungan pada institusi Polri, sehingga kalau ada letupan konflik pasti menimbulkan efek yang sangat besar. Mungkin saja, masalahnya ada pada gengsi di kedua institusi ini sehingga tak ada titik temu antara KPK dan Polri ketika menghadapi setiap masalah. Jika di lihat, perseteruan di babak pertama antara KPK VS Polri relatif tidak menyentuh tataran penyidik KPK, sehingga letupannya tidak sampai melibatkan semua bagian di kedua institusi itu. Berbeda dengan perseteruan babak pertama dan kedua, maka perseteruan kali ini benar-benar dalam skala masif dengan melibatkan semua unsur baik itu di dalam KPK maupun di institusi Polri. 

Sumber: sorotnews.com
Carut-marut lembaga penegak hukum di tengah perseteruan antara KPK dan Polri yang kini bergulir kembali justru mengundang reaksi tajam dari masyarakat. Padahal selama ini, kita sangat mengharapkan kedua institusi hukum itu bisa berjalan bersama dalam memberantas korupsi. Sejauh ini, langkah-langkah KPK memerangi korupsi di nilai cukup baik. Tanpa pandang bulu, sekian banyak para pelaku kejahatan kemanusiaan lewat korupsi telah di tangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Tentu, kerja-kerja KPK juga termasuk kerja yang di bantu oleh Polri. Sayangnya, perseteruan kembali terjadi sehingga menimbulkan banyak pertanyaan atas wibawa kedua lembaga itu. Tentu dari perseteruan ini,  akan menguntungkan para koruptor yang masih duduk nyaman. Konflik ini bisa saja akan pelihara dan di manfaatkan oleh mereka para pelaku korupsi.

***

Penangkapan yang di lakukan oleh Bareskrim dari Mabes Polri Jumat pagi tadi terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto sudah pasti membuat suasana politik menjadi memanas. Presiden Jokowi mesti bertindak tegas secepat mungkin untuk mengatasi perseteruan di kedua institusi itu. Kita sangat mengharapkan, sang Presiden bisa bersikap netral dan memposisikan diri sebagai penengah. Jika di cermati, perseteruan antara KPK dan Polri lebih dominan adalah masalah politik ketimbang masalah hukum. Maka untuk penyelesaian masalah tersebut lebih dahulu di selesaikan adalah masalah poltik lalu kemudian masalah hukum. Jelas terlihat dari masing-masing yang bertikai terjadi pembunuhan karakter sehingga reaksi masyarakat timbul dari kebingungan masalah yang terjadi di kedua institusi itu.   

Konflik antara KPK dan Polri ibarat kakak beradik sedang bertengkar dan saling mengadukan masalah. Keduanya, saling curiga dan tak saling melengkapi. Mestinya kakak beradik ini bisa berkerjasama untuk menuntaskan berbagai masalah yang kini masif terjadi. Masih banyak tugas-tugas di kedua institusi ini yang belum terselesaikan. Namun kini justru energi itu di pakai dan terbuang percuma hanya untuk menyelesaikan masalah yang remeh temeh dan tak subtantif. Mestinya, kedua institusi itu tak mempertontonkan kenak-kanakan nya di hadapan publik dan segera mengakhiri perseteruan yang terjadi selama ini. 



Baubau, 23 Januari 2014

Saturday, January 17, 2015

Para Penikmat Dunia Malam

CAFE tak sekedar sebagai area makan, banyak masyarakat menjadikan kafe sebagai tempat untuk berkumpul, bersantai atau berbincang. Itu di tinjau dari gaya hidup masyarakat kini di tengah kesibukan sehari-hari. Sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk bersosialisasi dan mereka membutuhkan sarana berkumpul dan bertukar pikiran. Banyak tempat di indonesia menjadikan cafe hanya sebagai tempat santai untuk menikmati secangkir kopi hangat sekaligus sebagai ruang penyedot inspirasi. Itu karena banyak cafe menampilkan konsep dan gaya unik dari dalam ruangan. Namun hal berbeda di kota ini, cafe lebih tepat di pakai sebagai tempat hiburan malam dengan menyajikan aneka jenis minuman yang memabukkan. Cafe di artikan sebagai tempat untuk menghibur diri lewat bernyanyi dan berjoget bersama wanita-wanita cantik nan seksi yang siap melayani sepanjang malam. 

*** 

TENGAH malam dini hari lalu, saya mencoba menulusuri tempat hiburan itu sekaligus mencari jawaban atas pengertian cafe yang di artikan lain oleh masyarakat kota selama ini. Di sepanjang jalan pinggiran kota malam itu, kulihat ada banyak tempat yang ramai dikunjungi. Di sebuah halaman bangunan itu duduk rapi beberapa wanita menunggu siapa saja yang mau mengajaknya. Kedap-kedip aneka warna lampu di iringi suara keras bunyi musik dari dalam ruang gelap dan penuh dengan asap rokok. Sesekali terdengar suara gelas dan botol saling bersentuhan dari meja-meja pengunjung. Sementara perempuan yang duduk di sebelah lelaki itu juga dengan profesional melayani tamunya sambil mengisi gelas-gelas kosong dan menyanyi bersama.

Sumber: Foto Yadi La Ode
Di antara wanita-wanita itu, saya bertemu dengan seseorang yang usianya masih lebih muda. Ia adalah seseorang yang berkerja di tempat itu dan melayani setiap pengunjung. Di usia mudanya, ia harus harus bersaing dan berusaha untuk tampil dewasa. Tentu setiap pelayan, mesti tampil seksi agar setiap pengunjung bisa meliriknya. Kehidupan wanita penghibur malam di cafe itu tidak seperti wanita penghibur di tempat lain yang memberi jasa untuk sekedar memenuhi hasrat dan nafsu para lelaki. Mereka bukan lah wanita panggilan yang dengan gampang di bawa oleh para lelaki. Meski hanya sebagai pelayan, mereka berusaha berkerja secara profesional hanya untuk menemani dan bernyanyi bersama tamu-tamu malam mereka. Tidak mudah untuk berkerja sebagai pelayan cafe, segala resiko dan kemungkinan buruk bisa saja terjadi dan mengancam diri.

Pekerjaan itu tentu tak semudah dengan berkerja di sebuah perusahan atau berada di sebuah kantor yang aman dan nyaman dengan waktu yang sudah terjadwal dari pagi hingga sore hari. Aktivitas para pekerja malam di mulai sejak malam dini hari hingga pagi. Memang, berkerja sebagai pelayan cafe adalah sebuah pilihan diantara pilihan berkerja di tempat lain. Banyak dari mereka adalah pekerja yang di datangkan dari luar daerah yang di panggil oleh para pemilik cafe. Sejauh ini, tempat-tempat hiburan malam yang menjamur di kota ini memang memiliki izin operasi dan turut menyumbang ke kas daerah. Tentu saja pemerintah melegalkan berdirinya cafe-cafe itu sejauh para pemilik usaha sudah mengantongi izin dan mematuhi aturan yang telah di tetapkan.

Seiring menjamurnya tempat hiburan malam, hal ini langsung di respon negatif oleh beberapa budayawan lokal. Mereka menilai, berdirinya cafe di kota bekas kesultanan ini telah mencoreng tatanan nilai yang ada dan merusak kearifan lokal serta rusaknya moralitas generasi muda kita. Semangat membangun nilai-nilai kearifan lokal yang agamis tak sejalan dengan hadirnya tempat hiburan malam yang selama ini menampilkan gaya hidup bebas. Globlalisasi dan perkembangan teknologi lah yang menyebabkan industri wisata dan hiburan malam mulai berkembang pesat di Kota seribu benteng ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang kini berdiri, mulai dari cafe, diskotik atau tempat karaoke lainnya. Berbagai dampak yang timbul akibat gaya hidup glamour ini, meski ada sekelumit sisi positif namun sisi negatif lebih mendominasi. 

***

Bagi para penikmat hiburan, dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi konsumsi diri. Tidak sedikit biaya yang di keluarkan hanya untuk meneguk alkohol dan mendapat pelayanan dari wanita-wanita cantik nan seksi itu. Para penikmat hiburan malam, tak berhitung banyak tentang seberapa besar uang yang di keluarkan di malam itu. Terpenting adalah adanya kepuasan yang tersalurkan lewat suara musik dengan bit yang kuat, cepat dengan volume yang keras dan merangsang badan ikut “shake and move” dan bergoyang semalaman bisa membuat siapa saja merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya tak dapat terlepas dari pesta malam dan menjadikannya sebagai hidup mereka.

Sumber: Ilustrasi (wisata.kompasiana.com)
Perjumpaan ku dengan pelayanan cafe malam itu menyimpan sejumlah kenangan dan cerita tersendiri. Padahal, ia datang dari keluarga yang mampu namun karena sekelumit masalah di dalam keluarga, maka ia memilih untuk mencari kehidupan baru. Kehidupan dimana ia bisa mendapatkan kesenangan sesaat. Sejatinya, kebahagiaan itu di dapat dari keluarga yang membesarkan nya selama ini dan bisa mendidiknya menjadi wanita-wanita hebat. Peran orang tua sangat di perlukan untuk menjaga dan bisa memberi harapan atas masa depannya. Perhatiannya kini terpusat pada dunia malam. Disaat perempuan-perempuan lain sedang tertidur lelap, tetapi tidak dengan dirinya yang harus berkerja dan melayani tamu-tamunya hingga fajar. Meski kini dirinya hanyalah perempuan pelayan di sebuah cafe, namun setumpuk harapan yang melekat dalam dirinya. Kelak ia akan menjadi wanita terhebat dengan berbagai pengalaman yang telah di lewatinya.


Baubau, 17 Januari 2014       

Friday, January 2, 2015

Sebuah Catatan di Awal Tahun

Sumber: Bunga di Sebuah Taman

BELUM lama kita menyaksikan malam perayaan pergantian tahun dengan beragam jenis acara dan pesta kembang api. Letusan kembang api dan bunyi terompet menandai detik-detik pergantian tahun. Ada banyak orang yang berkumpul bersama untuk menyaksikan momen tahunan itu. Pesta kembang api memang tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, namun hampir semua daerah di tanah air merayakan dengan beragam jenis acara dan berpesta ria. Gegap gempita menyambut tahun baru jelas tergambar dari mereka yang ingin melihat langsung momen itu. Langit gelap dan mendung tiba-tiba saja di warnai dengan beragam warna kembang api dan suara terompet yang saling bersahutan. Segala harapan dan doa terucap dari mereka yang menyaksikannya malam itu.

***

KINI adalah awal tahun 2015. Rasa syukur saya kepada Sang Pencipta karena sampai di tahun ini pun kita masih di beri ruang untuk berada di sebuah planet yang bernama bumi. Kepada alam yang memberi kesejukkan di waktu pagi, suara burung dari ranting pepohonan, gemercik air di sebuah sungai, sampai dengan menikmati indahnya bulan di kesunyian malam. Mengawali tahun baru, barangkali ada banyak yang belum tercapai di tahun kemarin dan mesti di lakukan di tahun ini. Bila ku ingat kembali catatan tahun kemarin, masih banyak yang harus ku benahi dan mesti tuntas di tahun ini. Banyak waktu yang terbuang percuma untuk hal-hal yang tidak begitu penting. Padahal, ada hal yang sudah di rencanakan namun masih saja terabaikan dengan rencana lain yang semestinya telah selesai. Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi sehingga segala sesuatunya tidak tercapai. Misalnya, saat ingin lanjut sekolah dan belum tercapai di tahun kemarin. Maka tahun ini adalah waktu yang tepat untuk memulai kembali harapan itu, tentu dengan niat dan sebuah usaha. Adanya tekad dari dalam diri akan membangun setiap gerakan dan langkah yang akan di ambil. Hari ini akan lebih baik dari hari kemarin, ini menjadi titik awal untuk mencapai titik berikutnya. Saya tak menyesali apa yang telah terjadi kemarin, tahun kemarin adalah pelajaran yang amat berharga dan menjadi pijakan untuk melangkah jauh ke depan.

Semenjak kuliahku selesai beberapa tahun lalu dan tak lagi menjadi anak kampus, saya lebih banyak aktif di beberapa organisasi dan komunitas. Di tempat itu, saya di tempa dengan berbagai diskusi tentang isu kedaerahan. Diskusi yang di bangun di kaji berdasarkan data dan fakta. Mereka mengkaji beberapa masalah yang kerap terjadi dan merugikan masyarakat. Kelompok-kelompok NGO dan komunitas pemuda lainnya menjadi pengontrol pemerintah di tengah maraknya kebijakan yang tidak memihak di masyarakat. Apalagi penyalahgunaan wewenang sering terjadi serta pelaku korupsi masih saja duduk nyaman disingasana nya.

Berada di tengah-tengah masyarakat bisa mendengar langsung keluh kesah mereka selama ini, melihat dengan sangat jelas tentang apa yang di alami, dan merasakan langsung ketidak adilan yang sering di alami oleh mereka. Di tempat itu, saya banyak belajar dari mereka yang lebih dulu aktif dan terlibat banyak melakukan pendampingan di masyarakat. Para penggiat sosial itu hadir untuk melihat keadaan sosial dan membantu masyarakat lewat program-program kemanusiaan.

Di tahun kemarin, masih banyak hal yang belum terselesaikan dalam segala urusan dan capaian. Meski begitu, saya mendapat pelajaran penting di tahun itu. Saya menemukan sebuah lentera yang menerangi jalan hobi saya di dunia kepenulisan. Padahal semenjak kuliah saya tak begitu tertarik menggerakan jari-jari ini untuk menulis. Sesekali saya hanya di minta untuk membuat selebaran yang isinya sebuah pernyataan sikap pada aksi-aksi unjuk rasa saja. Saya juga hanya sesekali saja menulis di ruang opini media cetak harian lokal dengan bahasa yang kaku dan tulisan serba canggih. Itulah sebabnya saya memilih banyak untuk mengisi ruang blog pribadi saya di www.yadilaode.blog.spot sebagai tempat cerita dan melatih diri dalam tulis menulis. Disitu saya lebih nyaman menulis, dengan gaya dan bahasa tulisan yang “bebas”. Saya juga bisa bercerita banyak tentang apa yang dilihat dan apa yang terjadi di kehidupan sosial. Tentang keuletan para petani dan nelayan, tentang keceriaan anak-anak desa, tentang kemuliaan sang guru honorer yang setiap harinya menanamkan sikap dan prilaku jujur kepada murid-muridnya, atau tentang sahabat saya yang belum lama ini menamatkan kuliahnya di tengah situasi dan kondisi ekonomi yang amat rumit, sementara ia harus di tuntut untuk menyelesaikan pendidikan yang begitu mahal. Namun, dengan sebuah keyakinan dan usaha yang kuat ia berhasil memperoleh gelar akademik itu.

Ada banyak momen atau hal penting dari sekelumit cerita dalam kehidupan ini. Tak banyak yang bisa menceritakan nya lewat tulisan. Lewat blog itu, saya bisa berteman dengan sesama penulis di media sosial. Bahkan, saat ini saya diminta untuk terlibat langsung membantu penyusunan buku oleh sahabat-sahabat Respect. Sebuah lembaga riset yang sudah beberapa kali menyusun buku tentang Keraton Buton saat itu. Suatu kebanggaan buat saya sebab bisa terlibat dan menulis bersama mereka. Padahal baru saja saya masuk di dunia kepenulisan dan aktif nge-blog bersama penulis-penulis hebat itu. Kegiatan tulis menulis memang tak segampang yang kita bayangkan. Awalnya saya mengalami banyak masalah dengan kegiatan menulis. Ku anggap menulis bagaikan beban dan hanya mendatangkan stres. Di awal saya memulainya, saya hampir tak berdaya untuk menulis, apalagi ketika rasa percaya diri tidak ada. Memang, kesulitan akan terjadi ketika kegiatan menulis tak di satu padukan dengan kegiatan membaca. Kunci menulis ada di membaca, ibarat membaca dan menulis adalah sepasang sayap yang siap menerbangkan siapa saja ke sebuah tempat baru dan menemukan siapa diri dia yang sebenarnya. Namun sayangnya, itu tak terlihat di masyarakat kampus. Tidak sedikit kini mahasiswa yang mulai meninggalkan kebiasan menulis. Mereka menganggapnya itu adalah beban yang menghambat hari-hari mereka. Tak hanya menulis yang menjadi beban, membaca pun hampir tak membudaya lagi dalam kehidupan masyarakat kampus saat ini. Tidak sedikit dari mereka yang lebih mengejar gelar akademik dan sama sekali tak menikmati proses selama bermahasiswa. Budaya itu kini telah bergeser jauh dari apa yang di harapkan.  

Kegiatan menulis adalah cara saya untuk bisa mengevaluasi diri, berdialog lewat tulisan dan memunculkan kekuatan dari dalam diri kita sendiri. Motivasi itu banyak datang dari seorang penulis yang aktif nge-blog di dunia maya. Lewat tulisan-tulisannya yang ku sering baca, saya mulai di gerakkan untuk masuk dan mengalir bersama nya ke ruang tulis. Apalagi, ia adalah seorang lelaki kelahiran Buton yang juga masih se-kampung dengan saya. Memang, ada banyak orang hebat di negeri ini yang sukses dan namanya melejit. Saya tak merasa untuk mengidolakan siapapun dari orang-orang hebat itu, saya hanya terkesima dengan lelaki itu. Ia tak hanya hobi membaca dan menulis, tetapi juga berhasil menularkan “virus”-nya ke semua orang yang membutuhkannya. Kehadirannya tidak saja saya yang di buatnya tergugah untuk melakukan tulis-menulis, tetapi ada banyak orang dibuat terperangah lewat tulisan-tulisan yang ia selalu hadirkan selama ini. Mungkin saja, menulis dan membaca teks tidak sekedar permainan dunia ide, melainkan tantangan untuk bertanggung jawab di dalam kehidupan. Jika demikian, menulis dan membaca itu bagaikan tugas dan tanggung jawab etis bagi diri kita masing-masing.

***

SEIRING majunya teknologi, kita bisa dengan sangat cepat berkomunikasi dimana dan kapan saja. Dahulu, kita hanya bisa berkomunikasi lewat telepon dan surat menyurat yang dikirim lewat POS. Namun dengan cepat semua berubah lewat teknologi dan internet. Saat ini kita tak sudah bisa mengakses banyak cara agar semua pesan bisa tersampaikan dengan mudah dan cepat. Awalnya kita hanya menggunakan Short Message Service (SMS), sebuah layanan telekomunikasi dalam telepon genggam untuk mengirim dan menerima pesan tulisan, tetapi saat ini muncul banyak situs jaringan sosial (social networking) yang bernama facebook. Di Facebook, siapa saja dapat menjalin hubungan dan berkomunikasi tanpa aturan dan syarat. Ada banyak pemilik akun di situs itu yang aktif setiap hari dan membuat beragam jenis status, meng-upload gambar dan setia membaca status milik akun lain. Lewat Facebook kita bisa menjalin pertemanan, bercerita atau saling berbagi informasi. Sayangnya, banyak orang yang menyalahgunakaan media itu dengan cara-cara tidak benar. Lewat akun palsu, mereka dengan bebas membuat status nakal dan mencemooh orang lain, bahkan sampai dengan melakukan misi kejahatan. Sejatinya, para pemilik akun facebook itu tidak sembarang dalam membuat status yang justru dapat merugikan anak-anak yang kini banyak menghuni situs facebook. Mereka dengan sangat cepat menyerap dari apa yang mereka lihat dan di bacanya.

Hari ini, kita masih memiliki dua belas bulan lagi yang akan di lewati dengan beragam pertanyaan di benak kita. Ada sebagian tugas-tugas baru menanti di tahun ini, meski tugas yang lama masih belum terselesaikan dengan baik. Di tahun ini, saya hanya ingin kehidupan berjalan seperti biasanya. Hidup di tengah-tengah masyarakat yang beradab dan saling berbagi kebaikan. Banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa di ambil di tahun lalu dan menjadi pegangan di tahun ini. Salah satunya adalah menemukan jalan dari hobi saya untuk berbagi kisah dan cinta lewat tulisan. Sebuah cara agar saya berusaha sekuat daya untuk meraih makna dan menjadi diri sendiri. Entah, segala harapan yang terucap di malam pergantian tahun itu bisa terwujud di tahun ini. Diam-diam saya membatin, apakah letusan kembang api yang mewarnai langit dan keceriaan banyak orang di malam itu nantinya akan menjadi tanda atas masa depan yang baik dan akan menjadi tahun yang indah? Tentu semua jawaban ada pada diri kita sendiri dengan apa yang akan dilakukan nantinya. Semua rencana akan menjadi percuma ketika kita enggan untuk berbuat apalagi takut. Berbuat dan mencari tahu adalah cara agar kita bisa menemukan jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan itu. Sekalipun demikian, hari esok masih penuh dengan tanda tanya dan itu mesti di jawab dengan sebuah karya nyata lalu menjadikan tahun 2015 menjadi tahun yang gemilang. 


Baubau, 02 Januari 2015

Popular Posts