Sunday, November 30, 2014

Semalam di Sebuah Persimpangan Jalan

Sumber: Malam itu di Persimpangan Jalan (Foto: Yadi La Ode)
MENIKMATI akhir pekan di malam minggu tak terlepas dari aktivitas anak-anak muda. Mereka membentuk semacam perkumpulan. Ada juga yang hanya sekedar nongkrong. Di atas jalan, ada banyak kita lihat kelompok anak motor yang hobi balap. Kebanyakan dari mereka masih usia remaja. Adu kecepatan motor diatas jalan raya telah membudaya di hampir setiap kota kita. Mereka ada dimana-mana. Mulai dari tempat yang ramai, sampai di tempat yang paling tersembunyi sekalipun. Jalanan adalah arena bermain mereka.

Sebuah handphone tiba-tiba saja berdering di samping meja tempat saya duduk saat itu. Di sebuah warung kopi yang cukup dikenal dan ramai dari pengunjung itu, saya duduk berdekatan dengan seorang perempuan berkulit putih bersih, rambutnya lurus sebahu. Sudah hampir se jam saya duduk dengan nya, tetapi tak ada satu pun kalimat yang keluar dari mulut ini untuk berkenalan. Tampaknya perempuan baru gede itu sedang menunggu seseorang yang sudah di janjinya sejak tadi. Ia terus fokus dengan layar telepon genggamnya. Ia makin kelihatan gelisah di tempat itu, karena lelaki yang di tunggu sejak tadi belum juga datang. Tetapi saat ku ingin berkenelan dengannya, sebuah motor terpakir di depan sana. Yah, itu dia lelaki yang sejak tadi ia tunggu. Dia pun bergegas untuk pergi dengannya, mereka lalu melaju dengan cepat diatas jalan mulus saling menyelip diantara pengendara yang lain. Sepertinya mereka sedang terburu-buru untuk menghadiri sebuah pesta muda-mudi di malam minggu ini.

Menyaksikan sebuah kota di malam hari dengan adu kecepatan para pembalap liar sudah tak asing lagi. Tentu ini tak ada di desa dan di kampung-kampung yang jalannya tak semulus dalam kota. Di kota-kota besar lain seperti di Jakarta dan Makassar, saya sudah sering menyaksikan hal seperti ini. Saat melihat anak-anak remaja itu, saya tak menyangka kalau mereka amat berani melaju cepat dengan tidak mengenakan pakaian pengaman seperti baju yang di kenakan pada balap motor resmi lainnya. Mereka tak satu pun mengenakan jaket dan sepatu apalagi helm. Padahal kita ketahui, helm sangat penting buat siapa saja saat mengendarai sepeda motor.

Di malam itu saya coba menelusuri apa saja kegiatan para pemotor yang kerap adu balap di saat jam-jam ramai ini. Tak segan, mereka bergerombol adu kecepatan di jalan umum sekalipun. Tak ada rasa takut kalau tiba-tiba saja mereka saling menabrak dan mencederai pengendara yang lain. Hebatnya, mereka lolos dari maut malam itu. Tetapi tidak sedikit dari mereka yang tewas karena kecelakaan. Data dari Satuan Kepolisian lalu lintas sendiri mencatat kalau di kota ini ada ratusan orang yang kehilangan nyawa akibat kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya. Kepolisian sendiri sudah melakukan upaya-upaya pencegahan sampai pada sosialisasi di setiap sekolah-sekolah bahkan sosialisi melalui reklame di sudut-sudut jalan juga sudah terpasang.

Tampaknya, hobi anak-anak muda pada otomotif tak bisa di bendung di dunia modern sekarang ini. Tidak adanya dukungan dari pemerintah untuk menyediakan fasilitas latihan balap menjadi alasan dari mereka untuk memakai jalan umum sebagai sirkuit alternatif. Kalau saja pemerintah menyiapkan ruang balap, pasti saja para bikers liar ini tak sembarang menyerempet pengendara lain. Itulah segenap harapan mereka untuk menjadi pembalap profesional.

Bagi anak-anak kota, tak gaul rasanya bila tak memiliki sebuah motor. Di kota kecil seperti Kota Baubau, ada ribuan motor yang bergerak di atas jalan setiap harinya. Tingginya produktifitas kendaraan roda dua seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi. Apalagi pembelian motor dari dealer cukup mudah dengan uang muka rendah, masyarakat desa pun kini dengan mudah memiliki sepeda motor dan dengan cepat meninggalkan kuda dan sepeda kumbang sebagai kendaraan untuk mengangkut padi dan ikan.

Era modern dengan segala kecangihan, waktu sangat penting disitu. Segala aktifitas mesti di tempuh dengan sangat mudah dan cepat. Aktifitas masyarakat di dalam kota hampir tak jauh berbeda dengan kebanyakan masyarakat di desa. Jika kebanyakan dari masyarakat kota kalau kekantor, ke sekolah atau mejeng dengan sang pacar menggunakan sepeda motor. Maka kini di kebanyakan desa yang kulihat, para petani dan nelayan menggunakan sepeda motor selain mengangkut hasil panen, mengangkut rumput, membantu pengairan, menjual ikan. Ternyata, masyarakat desa juga bisa mendesain motor khusus seperti sapi dan di pakai untuk membajak sawah. 

Pada masyarakat kota, sepeda motor telah menjadi kebutuhan untuk membatu hari-hari mereka dari padatnya aktifitas. Di tengah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), mesti ada inisiatif masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi massal misalnya mobil angkot, becak atau dengan menggunakan sepeda. Apalagi jarak dari satu tempat ke tempat yang lain di dalam kota Baubau tak begitu jauh bila masalahnya adalah menghemat waktu. Budaya itu mesti di terapkan untuk menghindari kemacetan yang kini sudah mulai terasa. Mesti ada sebuah kebijakan baru dari Pemda untuk membatasi dan mengurangi aktifitas penggunaan mobil dinas dan beralih memanfaatkan transportasi massal dalam kota, atau lebih baik bersepeda. Selain itu sehat, juga membantu program pemerintah secara  nasional agar hemat BBM. Bila harapan itu ada, maka tak ada lagi suara-suara bising motor yang mengganggu kenyamanan masyarakat di malam hari, tak mungkin lagi anak-anak remaja itu saling adu kekuatan motor di tengah keramaian, tak mungkin lagi plat-plat merah dari mobil dinas itu terpakir di warung remang-remang, dan yang paling penting adalah kita mencegah angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya. 

Malam itu, saya berdiri di satu persimpangan jalan, melihat dari setiap penjuru arah jalan yang kian sunyi dari segala aktifitas. Malam itu, ada sebuah harapan baru muncul di benak saya tentang jalanan kota yang ramai dari pejalan kaki, tentang kota yang mengubah gaya hidup dari yang tidak tertib berkendara menjadi tertib. Itu...


Baubau, 30 November 2014

Monday, November 10, 2014

Teluk Kapuntori Yang Mengkhawatirkan

MENGISI libur dengan memancing akan sangat menyenangkan di banding mencari hiburan ke tempat lain apalagi sampai menguras banyak isi dompet. Memancing disamping ini adalah olahraga melatih otot-otot juga olahraga melatih kesabaran. Tempatnya berada di alam terbuka, ini sangat menyenangkan. Setelah sepekan bergelut dengan berbagai aktivitas, kali ini kami coba meluangkan sedikit waktu untuk memanjakan diri di teluk Kapuntori. Lokasinya sekitar 48 km dari jantung kota Baubau. Hari ini saya bersama lima orang teman sedang menuju ke tempat pemancingan berikutnya setelah beberapa malam lalu kami memulainya di titik pemancingan pertama di tanjung karang pinggiran Kota Baubau. Malam itu kami cukup puas karena semua kebagian dapat ikan.

Sumber: Saat Mancing di Teluk Kapuntori


Sabtu (8/11), mobil kami melaju cepat diatas aspal mulus jalan poros Baubau Kapuntori. Waktu normal perjalanan yang kami tempuh satu jam. Yup, dan akhirnya kami pun tiba. Seluruh alat perlengkapan mancing kami periksa. Di tempat itu, kami di beri izin untuk memakai “katinting” atau perahu dari salah seorang nelayan. Dengan senang hati ia meminjamkan perahunya kepada kami, Nelayan itu hanya menjelaskan sedikit cerita tentang kondisi teluk selama ini. Di teluk ini dahulu ikan sangat berlimpah dengan berbagai macam jenis. Kami tak perlu jauh-jauh mencari ikan ke tempat lain, selama ini para nelayan sangat mengandalkan laut di teluk kapuntori untuk memancing dan menjaring ikan. Di teluk inilah ikan-ikan itu bersarang. Entah, sejak keberadaan tambang nikel itu kami mulai susah mendapatkan banyak ikan. Kondisinya sudah mulai mengkhawatirkan, tambang itu mulai mencemari laut kami. Bayangkan, bila musim hujan tiba maka teluk akan menjadi merah. Tanah dari tambang itu mengalir bersama air dari atas bukit lalu turun masuk ke dalam laut. Dampaknya, karang yang selama ini menjadi rumah-rumah ikan kini menjadi rusak. Dari wajah nelayan itu, kulihat ia sedih dengan kondisi teluk yang tak seperti dulu lagi. Matanya berkaca-kaca melihat laut yang kini mulai tercemar, dampak dari aktivitas tambang itu. Sepertinya ia sudah melihat tanda-tanda, jika suatu saat nanti teluk ini akan di hinggapi banyak kapal-kapal besar yang keluar masuk memuat hasil tambang, sepertinya ia sudah membayangkan jika suatu saat nanti anak cucunya sudah tidak melaut dan mencari ikan lagi, atau mungkin saja teluk ini akan berubah menjadi kawasan pelabuhan tambang.

Setelah mendengar cerita dari nelayan itu, kami lalu berpamitan dengan menggunakan perahu. Mesin telah di nyalakan kemudi putar haluan kami menuju ke tempat pemancingan. Butuh 10 menit untuk sampai ke titik pemancingan. Satu per satu dari kami sudah bersiap untuk melepas mata kail. Cuaca di hari itu cukup mendukung, angin tak begitu kencang, ombak pun demikian.

Sumber: Kapal Yang Memuat Nikel di Teluk Kapuntori (calonbankirgila.com)
Sumber: Teluk Kapuntori (calonbankirgila.com)
Waktu terus berjalan, cukup lama menunggu ikan-ikan itu akan sangkut di mata kail kami. Dengan penuh kesabaran kami mencoba ke titik berikutnya. Di tempat kedua kami mendapatkan hal yang sama. Sayangnya hanya beberapa dari kami yang dapat, itu pun hasil nya tak memuaskan. Hingga matahari tenggelam ikan-ikan di teluk itu entah kemana. Kami pulang dengan sedikit kecewa dan rasa ketidakpuasan. Sehari berlayar tak sebanding dengan hasil yang didapat. Paling tidak, ada beberapa masalah yang coba kami temui dan mengambil sedikit pelajaran dari tempat itu. Bisa saja umpan ikan yang kami pakai kurang berselera bagi ikan-ikan di teluk Kapuntori, tetapi itu tak menjadi alasan yang kuat untuk dijadikan masalah. Maka benar dugaan para nelayan setempat kalau laut di teluk kapuntori telah tercemar limbah tambang. Sejak masuknya investor dan membuka pertambangan di wilayah itu, para nelayan sudah mendapatkan dampak dari aktivitas mereka selama ini. Kapal-kapal tongkang yang memuat nikel telah mencemari laut tempat mereka menangkap ikan. Jika musim hujan tiba maka laut akan memerah, tanah-tanah dari tumpukan nikel masuk ke laut dan mencemari biota laut. Bahwa benar apa yang dikeluhkan para nelayan, hasil tangkapan sudah berkurang karena ikan-ikan itu sudah tak berumah lagi di teluk ini akibat ulah dari segelintir orang yang tak bertanggung jawab. Mereka adalah para perusak alam dengan mencari keuntungan pribadi lalu merugikan banyak orang. Berharap, pemerintah bisa melihat kondisi yang terjadi di teluk sana, ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya di laut hanya untuk menghidupi keluarga mereka.



Buton, 09 November 2014

Popular Posts