Tuesday, March 24, 2015

Para Pemandu Dari Hutan Lambusango

Sumber: Panorama Teluk Kapuntori
BERAWAL dari perjalanan wisata kami beberapa pekan lalu di hutan Lambusango yang berada di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Saat itu, kami sempat berada di dalam hutan belantara ini. Rencananya kami akan melakukan perjalanan dan mendaki ke sebuah tempat yang oleh masyarakat sekitar menyebutnya Padang Kuku. Lokasinya berada diatas bukit hutan Lambusango, hutan yang menjadi jantung pulau Buton. Meski tak setinggi bukit-bukit di daerah lain. Namun ekosistem di hutan ini mirip dengan wilayah sub-Alpin yang berada pada ketinggian diatas 2000 m. Bukit Padang Kuku memiliki pesona alam yang memukau. Layak untuk dijadikan objek wisata bagi mereka yang suka berpetualang di alam bebas.

***

Hari itu, kami bersepakat untuk mengunjungi kembali hutan Lambusango. Tidak lain adalah karena rasa penasaran kami dengan bukit Padang Kuku. Sebab, saat pertama kali datang dan berencana untuk mendaki ke tempat itu, kami salah dalam mengambil jalan yang pada akhirnya tersesat. Namun, pada kali kedua ini kami berhasil menemukan jalan untuk sampai ketempat itu. Kami di bantu oleh masyarakat setempat. Mereka tidak lain adalah kelompok pecinta alam yang hobi berpetualang. Banyak dari mereka masih berusia remaja dan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Mereka menamakan diri Kelompok Pecinta Alam Tarsius. Nama Tarsius sendiri diambil dari nama hewan endemik Sulawesi yang juga hidup di alam hutan Lambusango. Keberadaan dari kawan-kawan itu tentu sangat membantu kami. Apalagi mereka tahu kami pernah gagal dalam melakukan pendakian ke bukit itu beberapa waktu lalu. 

Sumber: seorang nenek sedang menikmati senja dari atas bukit
Sumber: pohon Santigi yang tumbuh di bukit Padang Kuku
Hari sudah memasuki sore. Saya bersama bang Udin dan Afank berangkat dari Kota Baubau menuju Kapuntori salah satu kecamatan yang berada di timur pulau Buton. Cuaca hari itu cukup bersahabat, meski sempat tertahan beberapa saat karena hujan menghadang perjalanan kami. Dengan mengendarai sepeda motor, kami tempuh jalan beraspal itu sepanjang 48 km dengan lama perjalanan 1 jam. Saat tiba, kami lalu bertemu dengan salah seorang kawan yang selama ini membina adik-adik itu dikelompok pecinta alam. Ia adalah Bade (26), seorang mahasiswa asal Kapuntori yang hobi berpetualang. Berangkat dari hobinya, ia lalu membentuk kelompok yang beranggotakan pelajar di desanya. Cukup lama ia memulai aktivitasnya sebagai ketua kelompok. Melalui pendidikan dan pelatihan, Ia telah mengajarkan banyak hal tentang pentingnya menjaga dan melestarikan alam. Tak lama kami bercerita dengannya, kami pun lalu di antar untuk sampai ke Padang Kuku.

Di temani oleh Resa, Alfin, dan Putra. Ketiganya adalah anggota dari kelompok Pecinta Alam Tarsius. Tak banyak peralatan yang kami bawa, itu karena persiapan kami tidak untuk bermalam. Berbekal Senter, Parang, dan Air Mineral, kami mulai memasuki hutan Lambusango. Derasnya aliran sungai, menyambut kami saat memasuki kawasan hutan. Jalan mendaki dan curam menanti untuk segera dilewati. Jalanan agak sedikit becek sebab hujan belum lama berlalu. Satu per satu dari kami mulai menarik napas dan merasa keletihan. Cukup lama kami berjalan dengan posisi mendaki. Otot-otot kaki mulai kencang dan keringat pun mulai bercucuran. Sesekali kami harus memutuskan untuk beristrahat sejenak untuk mengembalikan stamina. Bayang-bayang untuk sampai ke Padang Kuku terus memacu adrenalin kami agar terus bergerak, bergerak untuk masuk kedalam semak belukar dengan harapan akan sampai di Padang Kuku.

Hampir dua jam lamanya perjalanan yang kami lakukan, rasa dahaga yang sejak tadi kami rasakan perlahan mulai hilang. Sebab, semua terbayarkan dengan keindahan suasana alam dari atas puncak bukit. Akhirnya, kami pun tiba. Pesona alam dari atas bukit Padang Kuku sangat lah indah. Alam membentang luas, pepohonan berbaris rapi di bawah sana, laut yang memerah bias sang surya, tak lama lagi akan tenggelam digaris horison. Seorang nenek pencari rotan yang kami temui di tempat itu juga sedang menikmati panorama dari atas puncak bukit. Ia lalu mengambil sesuatu dari dalam bakulnya. Di bukanya wadah kecil itu yang berisi Kambuse dan Kaholeo lalu disantap dengan lahap. Kata sang nenek, setelah seharian menjelajahi hutan mencari rotan, di atas bukit ini ia selalu menyempatkan waktu untuk beristrahat sejenak sampai matahari sudah benar-benar tenggelam. Menurut sang nenek, mulanya tempat ini di temukan oleh warga desa yang hendak mencari madu. Mereka berjalan menyusuri hutan sampai ke Lasalimu dan Pasarwajo Ibukota Kabupaten Buton. Hingga akhirnya menjadi buah bibir dan ditahu oleh masyarakat. Kusempatkan untuk mengabadikan beberapa momen sebelum gelap. Maklumlah, resolusi kamera tidak begitu baik sehingga pengambilan gambar butuh penyesuaian cahaya.

Sumber: dalam perjalanan menuju bukit padang kuku
Sumber: suasana malam di bukit Padang Kuku
Di atas bukit Padang Kuku, kulihat ada banyak rumput yang tumbuh menghiasi tempat ini. Jenis pohon Santigi juga menambah keunikan. Pohon Santigi terlihat menyerupai Bonsai, daunnya kecil-kecil dan tebal. Seorang peneliti pernah menjelaskan, bahwa Santigi umumnya tumbuh di dataran rendah yang dekat dengan pantai atau laut. Nah uniknya, kali ini saya melihat jenis tanaman ini tumbuh di sekitar Bukit Padang Kuku dengan ketinggian sekitar 350 meter dari permukaan laut. Kami terkesima melihat banyaknya pohon Santigi tumbuh subur diatas Bukit Padang Kuku.

Mendengar nama bukit, awalnya kami mengira kalau Padang Kuku adalah sebuah tempat dengan hamparan rumput hijau yang menyerupai kuku. Namun pengertian itu nampaknya keliru. Kami sudah melihat langsung, kalau tak ada ciri-ciri kemiripan dengan nama bukit yang dimaksud. Namun, peniliti dari Operation Wallacea juga pernah menjelaskan melalui catatannya. Bahwa Padang Kuku merupakan ekosistem hutan yang unik. Terletak pada ketinggian 350 meter diatas permukaan laut. Hutan ini memiliki pepohonan kerdil dan miskin keragaman jenis. Tegakkan hutan di Padang Kuku berbeda nyata dengan kondisi sekitarnya yang merupakan hutan dataran rendah dengan pohon tinggi dan besar. Ilmuwan menggolongkan hutan ini sebagai hutan berawan. Seringnya penutupan awan karena posisinya yang terbuka dan menghadap laut lepas dan memiliki laju penguapan yang tinggi, di duga telah mengganggu proses fotosintesa. Sehingga terbentuklah flora yang unik.

Senja telah berlalu dan malam pun tiba. Tidak berapa lama kami berada diatas bukit. Gelap gulita sudah membatasi jarak pandang. Kami memutuskan untuk hengkang dari Padang Kuku, kembali turun menyusuri jalan di tengah padatnya pepohonan malam itu. Kami salut dengan para pemandu dari kelompok pecinta alam Tarsius. Nampaknya, mereka cukup terlatih dan mengetahui banyak hal tentang hutan. Para tarsius-tarsius muda itu telah menyatu dengan alam, belajar, dan menemukan banyak hal tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Sangat kontras dengan remaja-remaja masa kini. Mereka lebih hobi berada diatas motor lalu melaju kencang diatas sirkuit balap, atau kepada mereka yang terkena virus cincin batu dan mengabaikan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan.

Kita sangat berharap, pengetahuan tentang alam bisa didapat sedini mungkin. Mungkin sekolah tak bisa memberikan banyak pengetahuan tentang pentingnya hutan bagi penghidupan liar. Namun, kita bisa mendapatkannya lewat banyak media di alam raya. Sebelum semua akan terjadi dan menjadi musibah bagi seluruh penghuni bumi.


Buton, 24 Maret 2015

Baca Juga: Padang Kuku di Hutan Lambusango


Saturday, March 21, 2015

Segelas Kopi Cinta

Sumber: foto Yadi La Ode
Cinta seperti aroma kopi, sangat nikmat ketika disajikan di pagi hari sambil memandang matahari terbit dan merasakan langsung kesejukkan embun. Saat bibir ku dekatkan dengan bibirnya, alat pengecapku bereaksi begitu cepat dan memvonis rasa kopi ini.

Bagiku, Segelas kopi pagi ini seperti seorang wanita cantik nan wangi tengah membangunkan ku dari tidur. Segelas kopi seperti wanita cantik yang menebarkan senyum dan membuat siapa saja untuk segera mencicipinya. Segelas kopi dapat langsung memberi kehangatan dan mengalir cepat masuk kedalam lalu membentuk segumpal insipirasi.

Memang, rasanya benar-benar nikmat. Hingga tetes-tetes terakhir, masih saja kulumat habis bibir-bibir gelasku hingga kurasakan kembali kenikmatan itu. Hmm... biarkan ku habiskan sepanjang pagiku bersamanya.

Segelas kopi cinta yang selalu menginspirasi.

Thursday, March 12, 2015

Sekali Lagi, Terima kasih

APA yang telah ditanam hari ini, maka esok engkau akan memanennya. Demikian apa yg pernah dikatakan seorang petani kepada anaknya. Begitu pula dengan mereka yang mau berusaha untuk meraih cita-cita. Ada serangkian kata yg tersusun rapi dan menjadi sebuah kalimat penuh makna. Dititik ini kita tidak melihat akhir dari sebuah cerita. Namun, sebuah kebermaknaan ada pada segala proses yang kita lakukan.


Sebuah penghargaan baru saja ku dapatkan Lihat Disini. Tetapi, bukan berarti semua akan berakhir dan lenyap begitu saja. Ini adalah garis start untuk terus berlari, berlari diantara hiruk pikuk kerasnya hidup. Ini adalah titik dimana kita terus memekakan diri terhadap alam dan realitas kehidupan lalu menabur banyak kejujuran ditengah krisis moralitas. Ini adalah masa dimana kita terus menggali segala potensi yang dimiliki, menggunakan akal sehat, berusaha meraih prestasi, semua untuk cita-cita yang diharapkan.

Senang rasanya kali ini saya terpilih sebagai pemenang kedua dari lomba kompetisi blog. Tujuan ku hanyalah bisa menyapa dan saling berbagi informasi dengan para sahabat dimana pun mereka berada. Mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat yang sama, semangat membangun negeri ini tanpa meminta imbalan sedikit pun. Mengikuti lomba adalah tujuan saya untuk membangun silaturahmi dengan para blogger lainnya. Saya yakin, mereka jauh lebih hebat dari saya yang belum lama berkecimpung di dunia kepenulisan.

Siapa sangka, juara pertama dari kompetisi ini tidak lain adalah seorang blogger yang pernah beberapa kali masuk dalam nominasi lomba blog di Kompasiana. Memang ia layak untuk berada diposisi teratas dari kompetisi. Sementara, saya sendiri masih belum percaya setelah melihat namaku masuk dalam juara kedua. Padahal, tulisanku tak begitu menarik perhatian orang banyak.

Dalam tulisan yang ku ikutkan, saya mengangkat sebuah cerita tentang seorang pemuda yang mempunyai mimpi besar ingin membangun desa, ia adalah satu dari sekian banyak pemuda yang memilih untuk pulang kampung demi membangun desa. Mungkin saja, sang dewan juri melihat dari orisinalitas dan kesederhanaan dalam cerita yang ku buat. Baca Disini

Mendapat penghargaan dari lomba adalah kebanggaan tersendiri. Ini kali pertama ke-ikutsertaanku dalam kompetisi blog. Apa yang di petik kali ini, mungkin ini buah dari apa yang pernah ku tanam sebelumnya. Semua tidak terlepas dari dorongan dan motovasi para sahabat.

Bagiku, mendapatkan penghargaan adalah bukan mengambil sebuah piala diatas podium, bukan pula mengejar materi berupa angka-angka dalam rupiah. Namun ada jiwa yang berkobar di dalam diri ini, jiwa yang terus membakar semangat untuk terus bergerak maju. Ini adalah cara agar kita terus mengasah diri, memberi kontribusi lewat karya, dan tetap mensyukuri nikmat atas bangsa ini.

Terimaksih penghargaan yang telah dipercayakan kepada saya. Semua itu tidak terlepas dari dorongan kawan-kawan sekalian. 

Sekali lagi, terimakasih...


Baubau, 12 Maret 2015


Tuesday, March 10, 2015

Padang Kuku di Hutan Lambusango

Sumber: Hutan Lambusango (foto:Yadi La Ode)
BERADA diantara Kecamatan Kapuntori, Lasalimu, dan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Hutan Lambusango adalah hutan konservasi dan merupakan satu-satunya aset yang berfungsi sebagai penyangga air kebutuhan hidup masyarakat di Pulau Buton. Hamparan flora dan fauna menambah keindahan alam yang tersimpan didalam hutan ini. Hutan alam yang bernama Lambusango ini menjadi magnet untuk di jelajahi dan menjadi ruang bagi kita semua untuk melakukan pengamatan di dalam hutan. Hutan dengan luas 65.000 hektar area ini telah lama di kenal dunia karena terdapat beberapa jenis hewan endemik dan langka. Tak heran, bila hutan ini banyak dikujungi wisatawan mancanegara untuk melihat langsung keindahan dan keragaman hayati yang terkandung didalam hutan Lambusango.

***

AWALNYA, kami hanya ingin mengisi libur diakhir pekan dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. Memang, ada banyak tempat wisata yang menjadi kebanggaan di kota ini dan ramai dikunjungi oleh masyarakat. Misalnya adalah pantai Nirwana dengan keindahan hamparan pasir putih dan laut birunya. Setiap akhir pekan, pantai Nirwana yang berlokasi dibibir pantai sebelah barat kota Baubau ini sangat ramai dikunjungi. Disamping jaraknya tak begitu jauh dari dalam kota, juga fasilitas yang tersedia cukup memadai. 

Sumber: di hutan Lambusango (foto: Yadi La Ode)
Dari cerita beberapa kawan, ada sebuah tempat yang tak kalah menarik untuk di kunjungi libur kali ini. Kawan itu merekomendasikan untuk ke sebuah tempat di hutan Lambusango. Mereka menamainya Padang Kuku yang berada di atas bukit dalam hutan Lambusango. Dari atas puncak, mata kita akan di manjakan dengan keindahan teluk Kapuntori dan laut yang membentang. Untuk sampai kesana, memang tidak semudah dengan berkunjung ke tempat wisata lain. Kita harus menyiapkan fisik agar bisa turun dan naik bukit. Jaraknya memang cukup jauh, tetapi semua akan terbayarkan sebab mata kita akan dimanjakan dengan keindahan alam hutan Lambusango. Mendengar cerita kawan itu, kami memutuskan untuk berlibur kesana.

Keesokan harinya, kami pun mempersiapkan segala keperluan. Rencanannya memang tidak sampai bermalam, sebab ini kali pertama berlibur didalam hutan. Apalagi, kami belum banyak tahu dengan tempat yang dianggap rawan dan bisa mengancam keselamatan kami. Hewan-hewan buas itu bisa saja menerjang ketika kami salah dalam mengambil jalan. 

Anoa adalah salah satu diantaranya, hewan langka yang hanya hidup di hutan belantara pulau Sulawesi. Hewan Anoa memiliki dua spesies, adalah Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Untuk membedakannya bisa dilihat dari bentuk tanduk dan ukuran tubuhnya. Anoa dataran rendah, ukuran tubuhnya relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan memiliki tanduk melingkar. Sementara Anoa pegunungan memiliki tubuh lebih besar, ekornya panjang, memilki tanduk kasar dengan penampang segitiga. Penampilan mereka mirip dengan kerbau. Itulah banyak yang menyebut Anoa sebagai kerbau kerdil. Menurut cerita seorang teman, Anoa sangat tidak menyukai baju dengan warna merah. Ketika hewan itu mengejar mangsanya, Anoa sangat agresif jika kondisi jalan menanjak, tetapi tidak dengan kondisi jalan menurun. Sebab, hewan ini memiliki kaki depan yang lebih pendek dari kaki belakang. Mendengar itu, kami pun menjadi sangat hati-hati saat melewati setiap jalan. 

Di Desa Watambo, kami mulai memasuki hutan itu. Memang, ada banyak akses masuk kedalam hutan Lambusango. Namun, kami lebih memilih untuk masuk melewati jalur didesa ini karena jaraknya tidak begitu jauh untuk sampai ke Padang Kuku. Padang Kuku adalah sebuah lokasi wisata yang berada di atas bukit dalam kawasan hutan Lambusango. Nama Padang Kuku sejak lama di kenal oleh masyarakat sekitar tidak hanya hamparan rumput hijaunya yang khas, tetapi panorama alam dari atas puncak sangat indah membuat kita merasa betah dan ingin tinggal berlama-lama. Sayangnya, semua masih berada dalam cerita seorang kawan tadi. Dalam benak, saya membayangkan panorama alam dari atas ketika sampai di Padang Kuku. Rasanya ingin segera sampai kesana untuk menjawab rasa penasaran dan sekaligus membuktikan cerita kawan tadi. Kata seorang warga setempat, untuk sampai ke Padang Kuku kita memerlukan waktu satu jam, itu pun kalau selama perjalanan kita tidak banyak berhenti. 

Sumber: Hutan Lambusango (foto: Yadi La Ode)
Matahari tepat berada diatas kepala, perjalanan kami lanjutkan dengan harapan Padang Kuku bisa kami capai. Bermodal cerita dan petunjuk dari seorang warga, kami yakin akan sampai ke tempat itu. Tak ada seorang pun dari kami yang tahu jalur untuk sampai ke Padang Kuku. Yah, semua kembali ke niat awal, yaitu berpetualang di alam hutan Lambusango. Langkah-langkah kami dengan kekar menaiki dan menuruni bukit. Matahari kian tertutupi oleh daun pepohonan, tak terasa hampir dua jam lamanya kami berjalan. Namun, belum ada tanda-tanda kami untuk sampai ditempat yang dimaksud. Sementara stamina mulai berkurang dan keadaan membuat sedikit tegang ketika kami tidak mendapatkan jaringan seluler untuk mengetahui titik lokasi dan menentukan arah perjalanan. Kami lalu memilih istrahat sementara waktu untuk melemaskan otot-otot. Berharap, ada warga yang berkebun bisa kami temui untuk bertanya. Namun sayangnya tak ada satupun dari mereka yang kami jumpai. Hingga beberapa jam kemudian, usaha kami untuk sampai ke Padang Kuku nampaknya tidak tercapai. Kami salah dalam mengambil jalan, yang pada akhirnya kami pun tersesat. Dengan sedikit kesal dan kecewa, mau tak mau kami harus segera kembali dengan membawa pulang rasa penasaran yang sejak tadi bergelut dalam benak ini. Rasa penarasaran untuk bisa berada di sebuah tempat di puncak sana dan bisa melihat langsung indahnya panorama laut di waktu senja.   

Sore itu, kami memutuskan untuk segera kembali ke desa. Menyusuri kembali jalan yang sudah kami lewati sebelumnya, menuruni bukit dan melewati banyak aliran sungai. Kicauan burung dan suara gemercik air memberi semangat perjalanan pulang kami. Teduhnya suasana alam di dalam hutan Lambusango bisa mengobati sedikit perasaan kecewa kami saat itu. Meskipun kaki kami belum sampai di puncak sana, tetapi kami sudah merasakan kesejukkan alam dari padatnya pepohonan hutan Lambusango. Rupanya, kami ditantang untuk datang dan kembali menjelajahi hutan ini. Meskipun setiap perjalanan penuh dengan tantangan, melewati jalan terjal disisi bukit yang cukup beresiko. Namun, harapan untuk bisa berdiri tegak diatas puncak sana telah mengalir bersama derasnya aliran sungai di hutan ini. Semua untuk menambah rasa keingintahuan kami terhadap alam. Betapa pentingnya hutan sebagai penyangga air, rumah bagi mahluk hidup lain dan menjadi paru-paru dunia yang akan menentukan masa depan anak cucu kita nantinya. 

Nantikan petualangan Lambusango berikutnya.

Buton, 10 Maret 2015

Thursday, March 5, 2015

Mimpi Pemuda Membangun Desa

LELAKI itu belum lama menamatkan kuliahnya dengan mengambil strata satu sarjana teknik informatika di salah satu kampus swasta di Kota Baubau. Di kampus, ia tak berharap banyak dengan ilmu yang di petik selama berkuliah. Baginya, di tengah-tengah masyarakat desa lah ia banyak menimba pengetahuan. Sebab, kampus tak banyak memberi ruang untuk menggali banyak ilmu saat dirinya aktif sebagai mahasiswa. Selain aktif di berbagai organisasi kampus, ia juga banyak melibatkan diri dalam kegiatan kepemudaan di desanya. Ia adalah pemuda desa yang belum lama meninggalkan bangku kuliah lalu memilih pulang kampung dengan harapan ilmu yang di dapat se masa kuliah bisa memberi banyak manfaat bagi masyarakat desa, daerah, bangsa dan negara.

***

HARI itu saya bertemu dengannya di sebuah persimpangan jalan di kota ini. Ia adalah Suharman pria kelahiran Barangka Kabupaten Buton dua puluh enam tahun silam. Ia lalu mengajakku ke sebuah tempat warung kopi untuk membicarakan sesuatu hal mengenai hajatannya untuk maju di pemilihan kepala desa nanti. Di tempat itu, ia menjelaskan beberapa hal tentang kesiapannya untuk maju di pemilihan kepala desa. Awalnya, saya tak sepakat ketika ia membicarakan dan memilih maju sebagai calon kepala desa. Bagiku, ada begitu banyak orang-orang berpengalaman di desanya dan layak untuk memimpin nantinya. Sementara, ia masih sangat muda dengan pengalaman tak seberapa lalu ingin memimpin desa. Namun ternyata saya salah menilainya, sebab Ia mengaku kalau dukungan itu justru mengalir dari masyarakat desa itu sendiri. “Tak percaya? Ayo nanti kamu akan ku ajak ke desaku dan mendengar langsung dukungan itu” cetusnya.

Sumber: foto yadi la ode
Keesokan harinya, saya pun berkunjung ke kampungnya. Di desa dengan mayoritas masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil laut itu, saya mendengar langsung pernyataan dan dukungan warga kepada Suharman, satu-satunya pemuda yang memberanikan diri untuk maju dan bersaing bersama pesaing lain yang usianya jauh diatasnya. Ternyata benar apa yang dikatakannya, dukungan itu memang benar langsung dari warga sendiri yang memintanya untuk maju. Dengan tidak mengecewakan pendukungnya, tentu Suharman harus mempersiapkan diri dan mempertimbangkannya kembali. Modal yang didapatnya selama berkuliah, baginya itu cukup untuk memimpin desa ketika dirinya terpilih nanti. Jauh sebelumnya, ia sudah memikirkan itu semenjak dirinya masih aktif sebagai mahasiswa. Ia banyak terlibat lewat kegiatan karang taruna dan lembaga swadaya masyarakat. Beberapa program yang ia bawa juga dinilai bermanfaat bagi masyakat. Olehnya, Suharman memang tak asing lagi di desanya. Ia tak hanya di kenal bersama pemuda saja. namun di kalangan orang tua pun ia mendapat posisi penting dengan harapan bisa memberi kontribusi yang nyata bagi masyarakat di desa Barangka.

Berangkat dari dukungannya di beberapa dusun, hari itu ia mengundang beberapa tokoh untuk di beri penjelasan terkait strategi dan langkah-langkah politik yang akan diambilnya. Di dalam suksesi pemilihan kepala desa, ada hal yang jarang dilakukan oleh banyak kandidat saat bertarung disetiap ajang pemilihan. Suharman mensosialisasikan dirinya sebagai anak dari orang-orang tua di kampung itu, ia berharap dukungan itu ikhlas diberikan saat pemilihan nanti. Di tengah gencarnya manuver kekuatan lawan yang menawarkan iming-iming sejumlah uang kepada pemilih, ia justru dengan lantang mengatakan untuk tidak memberi dan menerima tawaran itu karena akan merusak citra desa. Tentu, semua itu akan mencederai demokrasi kita. Suharman justru memberi penyadaran kepada masyarakat untuk tidak mengulangi sejarah kelam pada pemilihan-pemilihan sebelumnya. Kita sudah merasakan betapa rusaknya moral pemimpin-pemimpin kita yang pernah memberi janji saat mereka mencalonkan diri. Namun, kini mereka lupa akan janji itu, kita telah lama mengalami masa suram itu dan kini kita bisa merubahnya mulai dari desa kita sendiri.

Tentu, sebagai seseorang yang diminta dan telah menyatakan kesiapan diri untuk maju sebagai calon kepala desa di Desa Barangka. Suharman membeberkan sejumlah konsep dan program yang akan di jalaninya kelak amanah itu di percayakan kepadanya. Melalui Visi dan Misi “Terwujudnya Desa Barangka Sebagai Desa Yang Bersatu, Berdaya Saing, Serta Mandiri Menuju Kesejahteraan dan Kedamaian”. Maka, ditetapkan misi yang di emban dalam lima bidang pendekatan. Bidang-bidang tersebut adalah pengembangan wilayah, ekonomi, sosial, budaya, pengembangan data dan Informasi, Pengembangan Kelembagaan, dan Pemberdayaan.

Secara detail ia menjelaskannya sebagai berikut. Pertama, pada misi Bidang Pengembangan Wilayah, adalah meningkatkan sarana dan prasarana sanitasi dan air bersih, meningkatakan sarana dan prasarana untuk mengembangkan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. Kedua, pada misi Bidang Ekonomi, adalah meningkatkan produktivitas usaha kecil menengah warga, meningkatakan keterampilan warga dalam pengelolaan pasca panen, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga tentang pemerliharaan rumput laut, meningkatkan pemasaran hasil produksi pertanian, perikanan, dan kelauatan. Ketiga, pada misi Bidang Agama, Sosial, Adat, Dan Budaya, yaitu meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan keagamaan dan meningkatkan semangat gotong royong. Keempat, pada misi Bidang Pengembangan Data dan Informasi, yaitu tersedianya data dan informasi yang dapat digunakan untuk pembangunan desa, tersedianya data terkini tentang kondisi desa seperti monografi desa, profil desa, dan data lainnya yang berkaitan dengan desa. Kelima, pada misi Bidang Pengembangan Kelembagaan Dan Pemberdayaan, yaitu meningkatkan pelayanan pemerintahan desa, meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan desa, dan meningkatkan kapasitas dan SDM melalui pemberdayaan.

Dari sekian banyak rencana dan target program kerja yang tertuang dalam visi dan misi Suharman. Sebagai calon kepala desa, tentu semua itu tidak hanya berada diatas kertas dan menjadi wacana saja. Tentunya semua itu harus di buktikan dan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat. Sebab di era kini, ada banyak calon pemimpin, mulai dari calon kepala negara, kepala daerah, sampai kepala desa, hampir tak memiliki visi dan misi yang baik. Apalagi, masyarakat menjadi lupa dengan visi dan misi yang pernah di janjikan itu. Padahal, visi dan misi menjadi sangat penting sebab itu tidak hanya serangkaian kalimat untuk menyatakan cita-cita atau impian sebuah desa. Namun, ada sebuah capaian yang harus didapatkan di masa depan nantinya. Kemana arah dan tujuan suatu organisasi, itu tergantung visi dan misinya. Nah, melalui momentum pemilihan kepala desa kali ini, Suharman mempunyai mimpi besar untuk segera diwujudkan di tengah-tengah masyarakat Barangka. Mimpi itu telah ia rumuskan kedalam visi dan misinya sebagai calon kepala desa Barangka yang akan dihelat beberapa hari lagi.

***

DAN hari yang dinantikan pun tiba, (04/02/2015). Pagi masih di selimuti embun, panitia pemilihan telah bersiap untuk segera menggelar berlangsungnya proses pemilihan. Sementara beberapa warga juga tengah menyiapkan diri untuk mendatangi tempat pemilihan yang berada di dalam aula kantor balai desa. Ada lima orang yang ditetapkan sebagai calon kepala desa oleh panitia pemilihan setelah menjalani proses seleksi dari bakal calon menjadi calon. Dari kelima orang calon yang akan dipilih nantinya, Suharman berada di nomor urut tiga. Ia adalah satu-satunya calon yang usianya jauh diatas pesaingnya. Meski terbilang masih sangat muda, namun ia tampil percaya diri dan yakin akan menang nantinya. Kerumunan warga di tempat pemilihan mulai terlihat saat perhitungan suara tak lama lagi akan di lakukan. Para calon telah berkomitmen untuk siap menang dan siap menerima kekalahan. Mereka membuat surat pernyataan untuk tetap legowo ketika tak terpilih menjadi kepala desa. Panitia pemilihan mengambil alih kotak suara dan disaksikan para saksi juga aparat keamanan. Warga mulai meluber sampai diluar aula kantor kepala desa, menantikan saat-saat perhituhan dimulai. Mereka sangat penasaran terhadap calon yang mereka yang sudah pilih. Meski begitu, keamanan tetap terjaga dan menjujung tinggi sportivitas. Satu per satu kertas suara di bacakan oleh panitia pemilihan, sementara panitia lain bertugas untuk mencatat di papan skor nama para calon. Kolom-kolom skor suara akhirnya terisi bersamaan dengan dibacakannya kertas suara yang sudah dicoblos oleh pemilih yang tandanya hak suara telah diberikan kepada salah satu calon mereka.


Sumber: foto bersama calon kepala desa saat deklarsi damai. Suharman berada di tengah 

Gegap gempita ratusan masyarakat yang berkumpul menanti akhir perhitungan suara. Masyarakat makin terlihat ramai tidak hanya dari dalam ruangan namun juga membanjiri halaman kantor desa. Meski begitu, mereka menunjukkan kedewasaan berpolitik dan etika dalam berdemokrasi. Tak ada satupun yang menghasut satu sama lain. Mereka saling menjaga persaudaraan dan kekeluargaan. Tak ada hujatan apalagi berkonflik, seperti yang sering dipertontonkan oleh warga kota dengan menapilkan gaya berpolitik curang, berujung ricuh dan saling memusuhi.

Setelah mengetahui siapa yang memenangkan dan memperoleh suara terbanyak, tepuk tangan dari warga pun terdengar ramai pertanda perhitungan telah selesai. Satu per satu warga keluar dan membubarkan diri dengan tertib. Tentu, ada yang senang juga ada yang sedih setelah mengetahui hasil perhitungan telah berakhir. Dari hasil perhitungan suara, jumlah peserta yang memilih sekitar 768 wajib pilih. Sementara jumlah pemilih yang terdaftar dan ditetapkan panitia pemilihan sebelumnya sekitar 856 orang. Meski begitu, perolehan suara yang berhasil di kumpulkan Suharman adalah 243 suara dengan selisih 21 suara dari calon nomor urut dua yang menjadi rival terberatnya. Sementara suara calon-calon lain berada jauh dibawah mereka berdua. Dengan begitu, yang mendapatkan mandat dari masyarakat untuk menduduki kursi kepala desa barangka periode 2015-2021 adalah saudara Suharman.

Suasana haru menyelemuti kemenangan Suharman saat itu, air mata rasanya tak bisa ia bendung lagi. Masyarakat yang melihatnya, langsung menyalami sembari mengucapkan selamat atas kemenangan ini. Kami pun berusaha mendekatinya di tengah kerumunan warga yang masih mengelilinya. Tak henti-hentinya ia menyalami dan memeluk orang-orang yang dianggapnya telah berjasa. Ini bentuk kesyukuran atas perjuangan yang telah lama ia bangun bersama-sama masyarakat. Sebuah kejujuran dan kepercayaan yang telah lama tertanam hingga akhirnya berbuah manis dan bisa dirasakan saat ini.

Tak banyak pemuda seperti Suharman yang memutuskan untuk kembali ke desa dengan niat ingin mengabdikan diri pada kampung halaman yang menjadi mimpinya selama ini. Dorongan itu didapat ketika ia mendapat banyak ketidakadilan yang di alami masyarakat desa. Ada banyak orang tak tertarik untuk kembali dan memanfaatkan potensi yang terkandung di dalam desa. Modernisasi membawa mereka gengsi untuk masuk ke desa. Pilihan untuk pindah ke kota,  justru merubah hidup mereka untuk bersaing dan mempertahankan hidup di tengah kemewahan dan tuntutan kebutuhan hidup warga kota yang serba mahal. Dengan melihat itu, Suharman justru memilih untuk membangun kampung dengan tangannya sendiri. Padahal, ada banyak pemuda di kampungnya yang memilih merantau ke negeri orang untuk mencari sesuap nasi. Suharman memilih bertahan di desanya, sebab ia tahu pasti jika di desa lah kekayaan itu bisa di dapatkan. Sumber daya alam yang berlimpah ruah itu justru terdapat di desa yang kini dinikmati oleh orang-orang kota. Semua tergantung siapa yang mau mengolahnya. Desa sudah menyiapkan banyak lahan untuk di kelola dengan sebaik-baiknya. Tentu semua untuk kemakmuran dan kesejahteraan orang banyak.

Itulah yang membuat Suharman memilih untuk tidak kemana-mana dan kembali untuk membangun kampung tanah kelahirannya. Cukup lama ia merawat dan menjaga desanya dari tangan-tangan keserakahan orang-orang kota yang ingin merampas kekayaan di desa mereka. Kini, melalui kewenangan yang ia miliki di desa, Suharman bersama masyarakat bahu membahu membangun desa dengan memanfaatkan segala potensi yang tersimpan selama ini. Semua ia lakukan sebagai bentuk pengabdian dan karena kecintaannya terhadap masyarakat desa yang selalu terpinggirkan.  


"CATATAN KEBANGSAAN"

Popular Posts