Friday, February 20, 2015

Hikmah di Balik Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Sumber: mutuku.blogdetik.com
SEBUAH novel yang di tulis oleh Haji Abdul Malik Karim atau dikenal dengan nama Hamka. Adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang terkenal di zamannya. Ia berkisah tentang persoalan adat dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan percintaan sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian. Novel itu diberi judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang diterbitkan sejak tahun 1939. Van der Wijck di tulis sebagai kritikan atas beberapa tradisi dalam adat Minang. Saat itu Hamka beranggapan bahwa beberapa tradisi yang dilakukan masyarakat mengenai kawin paksa tidak sesuai dengan dasar-dasar agama ataupun akal budi yang sehat. Dalam karya yang lain, Hamka terus mengkritik adat. 

***

DALAM cerita Van der Wijck, Zainuddin adalah anak dari Pendekar Sutan asal Batipuh Minangkabau yang memilih menetap di Makassar (dahulu Ujung Pandang) dan menikah dengan Daeng Habibah. Namun tak lama setelah ia di lahirkan, orang tuanya meninggal dan Zainuddin menjadi yatim piatu. Ketika memasuki usia remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya Mbak Mase untuk berangkat ke Minangkabau. Telah lama ia ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh. Namun, kedatangannnya di tanah minang itu tak disambut baik di tengah-tengah struktur masyarakat yang bernasabkan kepada ibu itu, Zainuddin dianggap tidak memiliki pertalaian darah lagi dengan keluarganya. Meskipun ayahnya berasal dari Batipuh Minangkabau, tetapi tidak dengan ibunya yang berasal dari Bugis. Itulah sebabnya, kenapa ia begitu diasingkan di tengah-tengah masyarakat yang tidak lain adalah tanah kelahiran ayahnya sendiri. 

Kisah cinta Zainuddin berawal saat ia bertemu dengan seorang perempuan keturunan bangsawan Minang. Ia adalah Hayati, seorang gadis desa berparas cantik. Hayati adalah yatim piatu yang tinggal bersama Datuk seorang tokoh adat yang sangat terkenal dan disegani dikampung itu. Dari rasa keprihatinan Hayati terhadap Zainuddin yang tak diterima masyarakat adat. Zainuddin banyak mencurahkan kesedihannya itu kepada Hayati melalui surat-surat yang ditulisnya. Pada akhirnya, keduanya pun saling suka dan sama-sama jatuh cinta.

Di tengah mereka sedang menjalin kasih dan membangun kekuatan cinta. Beberapa dari tokoh adat yang mengatasnamakan keluarga, adat, dan agama mencoba memisahkan mereka. Zainuddin memutuskan pindah ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh. Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia. Sewaktu Hayati berkunjung ke Padang Panjang karena hendak menjumpai Zainuddin, Hayati sempat menginap di rumah sahabatnya, Khadijah. Namun, sekembali dari Padang Panjang. Hayati dihadapkan oleh permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Azis, kakak Khadijah. Aziz, yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang lebih disukai keluarga Hayati dari pada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya terpaksa menerima dinikahkan dengan Aziz. Mengetahui Hayati telah menikah dan mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya Muluk. Mereka tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya.

Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan. Tetapi, rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Aziz dipecat dan tak memiliki pekerjaan lagi. Aziz dan Hayati meminta bantuan kepada Zainuddin untuk menumpang dirumahnya untuk sementara waktu. Karena Aziz bangkrut dan tak memiliki apa-apa lagi, ia lalu menceraikan Hayati sebelum akhirnya bunuh diri dengan meninggalkan sepucuk surat dan berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Setelah Zainuddin mendengar berita itu, ia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun tak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di dekat pusara Hayati.

Sumber: imansulaiman.com
Berangkat dari cerita yang ditulis Hamka, Van der wijck lalu di filmkan dan di sutradarai oleh Sunil Soraya dan di Produseri oleh Ram Soraya. Film yang di bintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian dan Randy Danistha telah berhasil membuat jutaan pasang mata untuk menyaksikan film peraih penghargaan dari Indonesia Choice Awards nominasi Movie Of The Year 2014. Meskipun dalam cerita yang mengisahkan cinta antara Zainuddin dan Hayati ini hanya berupa cerita fiksi. Namun, kapal Van Der Wijck yang ada dalam cerita memang benar-benar ada dan tenggelam di perairan pesisir Lamongan seperti diceritakan dalam novel Hamka. Nama kapal Van Der Wijck di ambil dari nama salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Van Der Wijck tenggelam karena kelebihan muatan, sementara jumlah korban tidak di ketahui pasti. Namun, para nelayan lah yang membantu dalam proses evakuasi korban saat itu. Sehingga, sebagai tanda terima kasih masyarakat Belanda kepada masyarakat nelayan di Desa Brondong Lamongan Jawa Timur, mereka membuat sebuah monumen bersejarah yang di beri nama Monumen Van Der Wijck. 

*** 

UNTUK mengobati rasa penasaran ku, saya meminta kepada seorang kawan untuk memberikan file film itu. Kata seorang teman yang sudah lebih dulu menontonnya, film Van Der Wijck sangat cocok di tonton dan tak jauh beda dengan kisah yang pernah ku alami. What? Apakah saya pernah bercerita kepadanya tentang kisahku? Ah, mungkin saja dia hanya merayuku agar saya mau menontonnya. Dan tidak berapa lama, saya pun membuka layar laptop dan segera menontonnya.

Menurutku, ada banyak kisah percintaan yang ditulis Hamka juga pernah dialami dalam kehidupan sekarang. Kisah dalam film itu pernah di alami oleh sahabat saya dahulu. Sekian lama tali cinta yang mereka ikat namun putus karena keluarga tak menyetujui hubungan mereka dilanjutkan. Sahabat itu, hampir saja berputus asa karena kekasihnya dipaksa bertunangan dengan lelaki lain berketurunan bangsawan, memiliki pangkat dan harta berlimpah. Berbagai alasan keluarga untuk tidak menyatukan mereka berdua hingga adat dan keluarga menjadi alasan ketidak cocokan. Saya pun tak mengerti dengan alasan-alasan seperti itu. Kalaupun wanita itu benar-benar mencintainya, seharusnya cinta itu bisa bertahan meski dalam kondisi apapun. Apalagi, keduanya pernah berjanji untuk sehidup semati sampai ajal datang menjemput. Seperti cerita dalam Van Der Wijck saat Hayati berjanji kepada Zainuddin untuk tidak mengkhianati janjinya, tidak akan berdusta di hadapan Tuhan dan disaksikan arwah nenek moyangnya. Memang berat, meski Hayati membantah kalau inilah hakikatnya.

Janji tinggalah janji, semua hanya sederet kata untuk memberi harapan. Sebuah harapan yang tak memberi apa-apa. Ketika adat dan nama baik keluarga menjadi tameng dan jaminan atas kebahagiaan itu sendiri. Maka yang ada hanyalah pencaharian harta, tahta dan jabatan. Mungkinkah dalam cerita Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini ada banyak kesamaan yang juga pernah di alami oleh manusia-manusia lain? Ah, film ini cukup menguras air mata para penonton.


Baubau, 20 Februari 2015      

1 comment:


  1. Games Taruhan Online Sabung Ayam Live Terlaris Di Indonesia
    Ayo Saksikan Pertandingan Secara Live dan Gratis Setiap Hari
    Kemudian Pilih Ayam Jagoanmu Lalu Menangkan Puluhan Juta Rupiah
    Banyak Promo Dan Bonus Berlimpah Menantimu

    Mari Kunjungin Segera Website kami :
    www(titik)bolavita(titik)vip
    www(titik)sateayam(titik)club
    www(titik)pokervita(titik)live

    Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
    Live Chat Online 24 JAM NONSTOP !!!
    WA : +628122222995
    Pin BBM : BOLAVITA / D8C363CA (NEW)


    ReplyDelete

Popular Posts